Agaknya Berbaik Hati, Trump Disebut Bisa Kasih Tarif 0% ke Indonesia

10/27/20252 min baca

a dam with a bridge over it
a dam with a bridge over it

Surakarta, 27 Oktober 2025 – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan pemberlakuan tarif 0% untuk sejumlah komoditas dari negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur. Pengumuman ini menjadi angin segar bagi negara-negara di kawasan, setelah sebelumnya dikenai tarif resiprokal sebesar 19%. Kesepakatan ini diharapkan dapat memperkuat hubungan perdagangan bilateral dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara, khususnya bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama komoditas seperti minyak sawit, kakao, dan karet.

Menurut pernyataan Trump di sela-sela KTT, tarif 0% ini bertujuan untuk membuka akses pasar lebih luas bagi produk AS di ASEAN, sambil memberikan insentif bagi negara-negara kawasan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dengan AS. "Ini adalah kesepakatan yang adil untuk semua pihak. Kami ingin melihat perdagangan yang seimbang," ujar Trump, seperti dilansir dari Reuters. Kesepakatan ini mencakup pembebasan tarif untuk komoditas utama dari Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Kamboja, yang sebelumnya terkena dampak tarif resiprokal sejak April 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, menyambut baik pengumuman ini. "Kami telah menuntaskan negosiasi dengan AS, dan tarif 0% ini akan memperkuat posisi ekspor Indonesia di pasar Amerika, terutama untuk minyak sawit, kakao, dan karet," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, seperti dikutip dari Bisnis Indonesia. Airlangga menambahkan bahwa kesepakatan ini akan meningkatkan daya saing sektor pertanian dan industri olahan dalam negeri, dengan proyeksi peningkatan ekspor hingga 15% pada 2026.

Latar Belakang dan Dampak Ekonomi

Kesepakatan ini muncul setelah periode ketegangan perdagangan antara AS dan ASEAN, di mana Trump menerapkan tarif resiprokal 19% untuk menekan defisit perdagangan AS. Menurut data U.S. Census Bureau, defisit perdagangan AS dengan Indonesia mencapai US$18 miliar pada 2024, terutama dari ekspor komoditas. Tarif 0% ini diharapkan dapat mengurangi defisit tersebut sambil membuka peluang bagi produk AS seperti pertanian dan teknologi untuk masuk ke pasar Indonesia.

Menurut laporan Bloomberg pada Oktober 2025, kesepakatan ini adalah hasil diplomasi intensif di KTT ASEAN, di mana Trump bertemu dengan pemimpin negara-negara kawasan. "Ini adalah kemenangan bagi kedua belah pihak, dengan AS mendapatkan akses pasar dan ASEAN bebas tarif untuk komoditas utama," kata analis perdagangan dari Goldman Sachs, Jan Hatzius. Hatzius menambahkan bahwa pembebasan tarif bisa mendorong pertumbuhan PDB ASEAN hingga 0,3% pada 2026.

Di Indonesia, kesepakatan ini khusus untuk komoditas utama seperti minyak sawit (CPO), kakao, dan karet, yang menyumbang 20% ekspor nasional ke AS menurut Kementerian Perdagangan. "Ini akan meningkatkan daya saing ekspor kita dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian," ujar Airlangga. Menurut The Jakarta Post, ekspor minyak sawit Indonesia ke AS mencapai US$1,5 miliar pada 2024, dan dengan tarif 0%, volume bisa naik 20%.

Respons Pasar dan Investor

Pasar saham Indonesia merespons positif dengan IHSG naik 0,46% ke 8.017 pada Minggu, menurut Antara News, didorong oleh optimisme terhadap pembebasan tarif. Rupiah juga menguat ke Rp16.200 per dolar AS, menurut Bisnis Indonesia. Di pasar global, S&P 500 naik 0,5%, sementara Hang Seng China turun 0,3% karena kekhawatiran perang dagang.

Investor seperti Ray Dalio dari Bridgewater Associates menyambut kesepakatan ini sebagai langkah positif untuk stabilitas global. "Kesepakatan seperti ini bisa mengurangi ketegangan perdagangan dan mendorong pertumbuhan," ujar Dalio di LinkedIn.

Tantangan dan Prospek Masa Depan

Meskipun positif, kesepakatan ini menghadapi tantangan seperti regulasi lingkungan UE terhadap minyak sawit Indonesia, yang bisa memengaruhi ekspor. Menurut World Bank, Indonesia perlu tingkatkan sertifikasi RSPO untuk minyak sawit berkelanjutan agar tetap kompetitif. Prediksi ahli dari IMF memperkirakan pertumbuhan global naik 0,2% jika ketegangan perdagangan mereda.

Dengan kesepakatan ini, Indonesia diharapkan bisa meningkatkan ekspor dan memperkuat hubungan dengan AS, terutama di sektor pertanian dan manufaktur.