Analis: Kepercayaan Investor Berkurang, Rupiah Bisa Anjlok ke Rp17 Ribu
Jakarta, 22 April 2025 – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi akan terus melemah dalam waktu dekat. Analis dari Barclays Bank Plc memproyeksikan Rupiah bisa anjlok hingga Rp17.200 per dolar AS, didorong oleh menurunnya kepercayaan investor dan intervensi terbatas dari Bank Indonesia (BI). Sementara itu, MUFG Bank Ltd. memperkirakan pelemahan di level Rp17.100, dan Kepala Ekonom PT Bank Permata, Josua Pardede, menyebut Rupiah akan berusaha bertahan di Rp17.000 jika intervensi BI tidak cukup kuat.
Penyebab Pelemahan Rupiah
Pelemahan ini dipicu oleh beberapa faktor kunci:
Kepercayaan Investor Menurun: Sentimen negatif terhadap stabilitas ekonomi Indonesia mendorong investor menarik dana dari pasar lokal.
Intervensi BI Terbatas: Upaya BI untuk menahan depresiasi Rupiah dinilai belum optimal di tengah tekanan pasar yang kuat.
Kekhawatiran Kebijakan Fiskal: Ketidakpastian arah kebijakan fiskal pemerintah, termasuk defisit anggaran dan utang publik, memperburuk persepsi risiko.
Josua Pardede memperingatkan, “Jika Rupiah menembus ambang batas Rp17.000, potensi kepanikan pasar bisa meningkat, yang pada akhirnya bisa memicu arus keluar modal yang lebih besar dan tekanan lebih lanjut pada nilai tukar,” dikutip dari Bloomberg.
Rekor Terendah Rupiah
Pada 9 April 2025, Rupiah sempat jatuh ke level terendahnya di Rp16.957 per dolar AS, menjadikannya mata uang terlemah di Asia. Pelemahan ini mencerminkan tantangan domestik dan tekanan global, seperti penguatan dolar AS akibat kenaikan suku bunga dan ketegangan geopolitik.
Dampak Ekonomi
Jika Rupiah mencapai Rp17.000 atau lebih, dampaknya meliputi:
Inflasi: Harga barang impor naik, memicu tekanan inflasi.
Daya Beli: Penurunan daya beli masyarakat akibat harga yang lebih tinggi.
Utang Luar Negeri: Beban utang dalam dolar meningkat, mempersulit pemerintah dan perusahaan.
Kesimpulan
Proyeksi pelemahan Rupiah ke Rp17.000-Rp17.200 menjadi peringatan serius. Kepercayaan investor yang luntur dan kebijakan fiskal yang dipertanyakan memperparah situasi. Langkah tegas dari BI dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencegah krisis lebih lanjut.