ASEAN Sepakat Tak Balas Tarif Trump, Pilih Dialog Konstruktif di Tengah Tantangan Perdagangan Global

4/11/20252 min baca

two people shaking hands
two people shaking hands

Kuala Lumpur – Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), organisasi yang menaungi negara-negara Asia Tenggara, memutuskan untuk tidak membalas kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Keputusan ini diambil dalam pertemuan para menteri ekonomi ASEAN yang berlangsung di Kuala Lumpur pada Kamis, 10 April 2025. Alih-alih melancarkan tarif balasan, ASEAN memilih pendekatan diplomasi melalui negosiasi dan dialog konstruktif dengan AS untuk mencari solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Dalam pernyataan resmi pasca-pertemuan, para menteri ekonomi ASEAN menegaskan komitmen mereka terhadap penyelesaian damai. “Kami menyatakan keinginan bersama untuk terlibat dalam dialog yang jujur dan konstruktif dengan AS guna mengatasi berbagai masalah terkait perdagangan. Komunikasi dan kolaborasi yang terbuka akan sangat penting untuk memastikan hubungan yang seimbang dan berkelanjutan,” bunyi pernyataan tersebut. Langkah ini mencerminkan sikap ASEAN yang ingin menjaga stabilitas hubungan perdagangan dengan AS, salah satu mitra dagang utama kawasan ini.

Latar Belakang Keputusan ASEAN

Kebijakan tarif Trump terhadap ekspor negara-negara ASEAN menjadi sorotan utama dalam pertemuan tersebut. ASEAN menilai bahwa memulai perang tarif dengan memberlakukan tarif balasan justru akan merugikan semua pihak. Blok ini khawatir bahwa pendekatan tersebut dapat mengikis fondasi persaingan yang adil dan saling menguntungkan, yang selama ini menjadi pilar sistem perdagangan multilateral global. Sebagai kawasan yang bergantung pada ekspor, ASEAN ingin menghindari siklus pembalasan yang berpotensi melemahkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Para menteri ekonomi ASEAN juga menyoroti pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan AS. Dengan memilih dialog, ASEAN berharap dapat merundingkan penyesuaian tarif atau bahkan mencapai kesepakatan perdagangan yang lebih baik. Pendekatan ini dianggap lebih strategis dibandingkan konfrontasi langsung, terutama mengingat ketergantungan ekonomi beberapa negara anggota pada pasar AS.

Daftar Tarif AS terhadap Negara-Negara ASEAN

Kebijakan tarif Trump memberikan dampak yang berbeda-beda pada masing-masing negara anggota ASEAN, tergantung pada volume dan jenis ekspor mereka ke AS. Berikut adalah rincian tarif yang dikenakan:

  • Kamboja: 49% – Tarif tertinggi di ASEAN, terutama menargetkan ekspor tekstil murah yang menjadi andalan negara ini.

  • Laos: 48% – Tingkat tarif hampir setara dengan Kamboja, meskipun volume perdagangannya lebih kecil.

  • Vietnam: 46% – Negara dengan industri manufaktur kuat ini menghadapi tekanan signifikan pada ekspornya.

  • Myanmar: 44% – Tarif tinggi turut memengaruhi perdagangan yang masih berkembang di negara ini.

  • Thailand: 36% – Salah satu eksportir besar di ASEAN yang terdampak cukup besar.

  • Indonesia: 32% – Sebagai ekonomi terbesar di ASEAN, Indonesia menghadapi tarif yang cukup tinggi namun masih di bawah rata-rata kawasan.

  • Malaysia: 24% – Ekonomi terbesar ketiga di Asia Tenggara ini mendapat tarif lebih rendah dibandingkan negara tetangga.

  • Brunei: 24% – Tarif yang sama dengan Malaysia, mencerminkan skala perdagangan yang lebih kecil.

  • Filipina: 17% – Tarif relatif moderat, didukung hubungan dagang yang stabil dengan AS.

  • Singapura: 10% – Tarif terendah di ASEAN, sejalan dengan posisinya sebagai pusat perdagangan global dengan hubungan kuat bersama AS.

Tarif-tarif ini menunjukkan variasi ketergantungan ekonomi masing-masing negara terhadap pasar AS. Kamboja, misalnya, yang mengandalkan ekspor tekstil murah, menjadi yang paling terpukul, sementara Singapura dengan ekonomi maju dan hubungan dagang yang erat dengan AS mendapat tarif paling ringan.

Dampak Tarif dan Tantangan ke Depan

Tarif yang diberlakukan AS ini menimbulkan tantangan besar bagi negara-negara ASEAN, terutama yang bergantung pada ekspor ke pasar Amerika. Kamboja dan Vietnam, dengan fokus pada tekstil dan manufaktur, diperkirakan akan merasakan dampak ekonomi paling signifikan dalam jangka pendek. Sementara itu, negara seperti Malaysia dan Singapura, yang memiliki diversifikasi ekonomi lebih baik dan tarif lebih rendah, mungkin lebih mampu menyesuaikan diri dengan kebijakan ini.

Namun, tekanan ini juga menjadi ujian bagi solidaritas ASEAN. Keberhasilan strategi dialog yang dipilih akan sangat bergantung pada kemampuan blok ini untuk menyuarakan kepentingan kolektif di meja perundingan. Jika ASEAN mampu mempertahankan kesatuan dan kekuatan negosiasinya, kawasan ini berpotensi mencapai kesepakatan yang mengurangi dampak tarif atau bahkan membuka peluang baru dalam perdagangan dengan AS.