Berita: China Balas Tarif AS dengan 84%, Perang Dagang Makin Memanas dan Ancam Ekonomi Global

4/9/20252 min baca

people at Forbidden City in China during daytime
people at Forbidden City in China during daytime

Beijing, 9 April 2025 – Ketegangan ekonomi antara dua raksasa dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, kembali memuncak. Pemerintahan China secara resmi mengumumkan pemberlakuan tarif sebesar 84% terhadap barang-barang impor dari AS. Kebijakan ini merupakan balasan langsung terhadap langkah Presiden AS, Donald Trump, yang pada pagi hari yang sama menetapkan tarif 104% untuk produk-produk asal China. Tarif baru dari China ini akan mulai berlaku pada Kamis, 10 April 2025, menandai eskalasi signifikan dalam perang dagang yang telah berlangsung lama antara kedua negara. Situasi ini tidak hanya memperburuk hubungan bilateral, tetapi juga mengguncang stabilitas ekonomi global, dengan dampak yang diperkirakan akan dirasakan di berbagai sektor industri dan pasar keuangan dunia.

Latar Belakang Perang Dagang AS-China

Konflik perdagangan ini bukanlah hal baru. Perang dagang antara AS dan China pertama kali memanas pada 2018, saat pemerintahan Trump mulai mengenakan tarif pada barang-barang China untuk mengatasi defisit perdagangan yang besar dan melindungi industri domestik AS. China tak tinggal diam dan langsung membalas dengan kebijakan serupa, menciptakan siklus tarif balas-membalas yang terus berlanjut. Meskipun ada periode negosiasi dan gencatan sementara, ketegangan kembali meningkat pada 2025, dengan kedua belah pihak kini menerapkan tarif tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.

Pemerintah China telah lama menyatakan sikap tegasnya dalam menghadapi tekanan ekonomi dari AS. “Kami tidak akan tinggal diam jika kepentingan nasional kami terancam. China akan memberikan respons yang setimpal terhadap setiap tindakan AS,” ujar juru bicara Kementerian Perdagangan China dalam pernyataan resminya. Tarif 84% ini menjadi bukti nyata dari komitmen tersebut.

Dampak Besar pada Ekonomi Dunia

Eskalasi terbaru ini membawa konsekuensi serius bagi perekonomian global. Negara-negara yang bergantung pada rantai pasok antara AS dan China, seperti di kawasan Asia Tenggara dan Eropa, kemungkinan akan menghadapi gangguan signifikan. Sektor-sektor utama seperti teknologi, manufaktur, dan pertanian diperkirakan akan merasakan dampak terberat. Kenaikan tarif ini dapat meningkatkan biaya produksi, mengurangi daya saing produk, dan memicu inflasi di berbagai pasar.

Para ahli ekonomi memperingatkan bahwa situasi ini berpotensi memicu perlambatan ekonomi global. “Perang dagang yang berkepanjangan antara AS dan China bisa menjadi pemicu resesi berikutnya. Ketidakpastian ini merusak kepercayaan investor dan konsumen,” ungkap seorang ekonom senior dari Financial Times. Pasar saham global pun langsung bereaksi, dengan indeks utama di Wall Street dan Shanghai mengalami penurunan tajam sejak pengumuman tersebut.

Pengaruh terhadap Pasar Kripto

Pasar keuangan lainnya juga tidak luput dari guncangan. Harga Bitcoin, yang sebelumnya bertahan stabil di kisaran US$79 ribu, anjlok ke level US$76 ribu pada pagi ini, bahkan sebelum kabar tarif China ini menyebar luas. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap ketidakstabilan ekonomi yang dipicu oleh konflik dagang. Aset kripto lainnya, seperti Ethereum dan Ripple, juga mengalami tekanan serupa, menunjukkan bahwa pasar digital tidak lagi menjadi “safe haven” di tengah gejolak ekonomi tradisional.

“Bitcoin biasanya dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian, tapi kali ini pasar kripto ikut terseret oleh sentimen negatif global,” kata seorang analis kripto dari CoinDesk. Volatilitas yang lebih tinggi diperkirakan akan terus membayangi pasar kripto dalam beberapa hari ke depan.

Reaksi dan Prediksi ke Depan

Dari kalangan pelaku pasar, reaksi terhadap eskalasi ini beragam. Beberapa investor mulai beralih ke aset yang dianggap lebih aman, seperti emas, sementara yang lain memilih untuk menunggu perkembangan lebih lanjut. Sementara itu, pemerintah AS belum memberikan tanggapan resmi atas langkah China, tetapi Trump dikabarkan akan mengadakan konferensi pers dalam waktu dekat untuk membahas strategi selanjutnya.

Dengan kedua negara bersikeras mempertahankan posisinya, peluang untuk negosiasi damai tampak semakin kecil. Analis memperkirakan bahwa perang dagang ini bisa berubah menjadi konflik ekonomi skala penuh, dengan dampak jangka panjang yang sulit diprediksi. Dunia kini menahan napas, menanti langkah berikutnya dari Washington dan Beijing.