BI Tahan Suku Bunga 4,75%, Saat Market Pede The Fed Pangkas Lagi

10/22/20253 min baca

bank indonesia
bank indonesia

Surakarta, 22 Oktober 2025 – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 21-22 Oktober 2025. Keputusan ini diambil setelah BI menilai inflasi tahun ini dan tahun depan tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%, ditambah dengan stabilitas nilai tukar rupiah yang relatif kuat di tengah ketidakpastian global. "Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate 4,75%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo usai RDG.

Keputusan ini sedikit berbeda dari proyeksi sejumlah analis yang meyakini bank sentral akan memangkas suku bunga lagi, usai pemangkasan berturut-turut dalam 9 bulan terakhir. Berdasarkan catatan, suku bunga acuan BI sudah dipangkas sebanyak empat kali sepanjang tahun ini: Januari dari 6% ke 5,75%, Mei ke 5,50%, Juli ke 5,25%, dan Agustus ke 5,00%. Namun, pada September, BI memangkas lagi ke 4,75%, sehingga keputusan menahan pada Oktober ini menjadi jeda pertama setelah serangkaian penurunan.

Data inflasi Indonesia pada Agustus 2025 tercatat 2,12%, lebih rendah dari Juli 2,37%, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), yang menjadi yang tertinggi pada tahun ini sebelumnya. Inflasi inti juga terkendali di 2,0%, memberikan ruang bagi BI untuk menjaga kebijakan akomodatif. Perry menambahkan bahwa keputusan ini sejalan dengan proyeksi inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang stabil di atas 5%.

Di sisi lain, pasar keuangan Indonesia merespons positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,87% menjadi 8.166 pada perdagangan hari ini, menurut Bisnis Indonesia. Angka ini sekaligus mendorong performa indeks gabungan dalam negeri naik 17% dalam 6 bulan terakhir. Rupiah juga mengalami penguatan tipis ke level Rp16.200 per dolar AS, menurut Bloomberg, didorong oleh aliran modal masuk pasca-keputusan BI.

Sementara itu, The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan oleh pelaku pasar akan memangkas suku bunga 25 bps pada pertemuan malam ini. Menurut CME FedWatch, sebagian besar pelaku pasar yakin suku bunga akan dipangkas 25 basis poin (bps) ke level 4-4,25%. Sementara itu, sebagian kecil bahkan meyakini suku bunga akan turun lebih dalam hingga 50 bps ke 3,75-4%.

Keputusan The Fed ini diantisipasi akan memberikan dorongan bagi pasar aset berisiko, termasuk saham dan kripto, karena likuiditas lebih tinggi. Namun, jika The Fed tahan suku bunga, ini bisa picu koreksi pasar, seperti yang terjadi pada 2019 ketika pemangkasan ditunda selama 6 bulan.

Dampak pada Ekonomi Indonesia

Keputusan BI untuk menahan suku bunga mencerminkan pendekatan hati-hati di tengah ketidakpastian global. Dengan inflasi terkendali, BI memiliki ruang untuk pemangkasan lebih lanjut jika diperlukan. Ekonom dari Mandiri Sekuritas, Rully Arya Wisnawa, mengatakan, "Penahanan suku bunga ini akan mendukung pertumbuhan kredit dan investasi, terutama di sektor properti dan manufaktur." Namun, ia juga memperingatkan risiko inflasi impor jika dolar AS menguat akibat kebijakan The Fed yang hawkish.

Di sisi lain, pemangkasan ini dapat memperlambat aliran modal asing jangka pendek jika suku bunga AS tetap tinggi, menurut The Wall Street Journal. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di kisaran 4,8-5,6% pada 2025, dengan inflasi 2,5% ±1%.

Prediksi The Fed dan Dampak Global

The Fed terakhir memangkas suku bunga pada Desember 2024, dan mempertahankannya di 4,25-4,50% hingga kini. Dengan data inflasi Juli di 2,7% dan tingkat pengangguran 4,3%, The Fed memiliki ruang untuk pelonggaran. Jerome Powell, dalam pidato Jackson Hole, mengatakan, "Kami siap bertindak jika diperlukan untuk mendukung pertumbuhan sambil menjaga inflasi terkendali."

Menurut Reuters, pemangkasan The Fed bisa mendorong aliran modal ke negara berkembang seperti Indonesia, memperkuat rupiah dan IHSG. Namun, jika The Fed tunda, rupiah bisa tertekan lebih lanjut.

Kesimpulan

Penahanan suku bunga BI ke 4,75% mencerminkan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi domestik, kontras dengan pendekatan hati-hati The Fed. Dengan data inflasi yang rendah, pemangkasan ini diharapkan mendorong pertumbuhan tanpa memicu krisis. Namun, ketidakpastian global seperti perang dagang menuntut kehati-hatian. Bagi investor, ini adalah momen untuk memantau data ekonomi dan menyesuaikan portofolio.