Bill Gates Tanggapi Ambisi PLTN di Indonesia: Tantangan dan Peluang Energi Nuklir

5/7/20253 min baca

bill gates dan prabowo subianto
bill gates dan prabowo subianto

Jakarta, 8 Mei 2025 – Bill Gates, pendiri Microsoft sekaligus filantropis dunia, memberikan pandangannya terkait rencana ambisius Indonesia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada tahun 2030. Dalam wawancara eksklusif, Gates menyebut energi nuklir sebagai solusi potensial untuk mengatasi perubahan iklim, meskipun ia menegaskan bahwa proyek ini menghadapi tantangan besar, terutama dari sisi biaya dan kompleksitas teknis.

“Reaktor nuklir memang cukup kompleks dan umumnya memerlukan biaya besar. Karena itu, menurut saya, memulai dengan desain baru bukan hal yang mudah, tetapi hasilnya bisa sangat menguntungkan,” ujar Gates. Pernyataan ini mencerminkan optimismenya terhadap teknologi nuklir, sekaligus mengingatkan akan pentingnya perencanaan matang.

Rencana Indonesia Menuju PLTN 2030

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Bahlil Lahadalia, mengumumkan bahwa Indonesia siap memulai proyek PLTN pada 2030. Menurutnya, PLTN adalah opsi terbaik untuk menyediakan sumber energi baru yang efisien, berbiaya rendah, dan mampu memperkuat sistem kelistrikan nasional. “Kami ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus mendukung target netralitas karbon,” kata Bahlil dalam pidato resminya pada awal 2025.

Rencana ini juga sejalan dengan kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat, terutama di wilayah kepulauan terpencil. Pemerintah berencana membangun PLTN di lokasi yang aman dari risiko gempa, seperti Kalimantan atau Bangka Belitung, dengan menggandeng mitra internasional untuk transfer teknologi.

Tantangan Teknis dan Finansial

Gates menyoroti bahwa sebagian besar reaktor nuklir saat ini menggunakan sistem pendingin air bertekanan tinggi, yang membuat desainnya rumit dan mahal. Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA), biaya pembangunan satu reaktor berkisar antara US$5 miliar hingga US$10 miliar, tergantung teknologi dan lokasi. Proses konstruksi juga memakan waktu 10-15 tahun, mencakup tahap perizinan, pembangunan, dan pengujian keamanan.

Selain itu, tantangan lain meliputi keamanan operasional dan pengelolaan limbah radioaktif. Gates, yang mendirikan perusahaan nuklir TerraPower, menekankan perlunya inovasi seperti reaktor generasi keempat. Teknologi ini menggunakan natrium sebagai pendingin, yang diklaim lebih aman, efisien, dan hemat biaya dibandingkan desain tradisional.

Data dari World Nuclear Association (WNA) menunjukkan bahwa limbah nuklir tetap menjadi isu global. Meski hanya 3% dari total limbah bersifat sangat radioaktif, pengelolaannya membutuhkan fasilitas khusus yang mahal dan tahan lama.

Keunggulan Energi Nuklir

Meski penuh tantangan, PLTN menawarkan manfaat signifikan. Satu reaktor berkapasitas 1.000 megawatt dapat memasok listrik untuk lebih dari 1 juta rumah tangga per tahun dengan emisi karbon hampir nol. Ini menjadikannya alternatif ideal dibandingkan pembangkit batu bara, yang masih mendominasi 60% pasokan listrik Indonesia berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024.

Negara-negara seperti Prancis (70% listrik dari nuklir) dan Korea Selatan (30%) membuktikan bahwa nuklir bisa menjadi tulang punggung energi nasional. Korea Selatan bahkan mengekspor teknologinya ke Uni Emirat Arab, menghasilkan kontrak senilai US$20 miliar pada 2010.

Pandangan Pakar dan Kontroversi

Pakar energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Ir. Retno Gumilang, mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengadopsi nuklir, tetapi harus belajar dari negara lain. “Korea Selatan membutuhkan 20 tahun untuk membangun ekosistem nuklir yang matang. Indonesia perlu investasi besar dalam SDM dan regulasi,” katanya dalam seminar energi di Jakarta (2025).

Namun, rencana ini menuai kritik dari kalangan lingkungan. Greenpeace Indonesia memperingatkan risiko kecelakaan nuklir seperti Fukushima (2011) dan dampak limbah jangka panjang. “Energi terbarukan seperti surya dan angin lebih aman dan cepat diimplementasikan,” ujar juru bicara Greenpeace, Dina Sari, dalam rilis pers terbaru.

Sebaliknya, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) optimistis bahwa PLTN dapat dijalankan dengan aman. “Kami akan mengadopsi standar keamanan IAEA dan melibatkan publik dalam prosesnya,” kata Kepala BATAN, Prof. Anhar Riza, dalam wawancara dengan Tempo (2025).

Langkah ke Depan untuk Indonesia

Untuk mewujudkan ambisi ini, Indonesia perlu:

  1. Pelatihan SDM: Ribuan insinyur dan teknisi harus dilatih dalam dekade mendatang.

  2. Kerja Sama Internasional: Kemitraan dengan negara seperti Rusia, Amerika Serikat, atau Prancis untuk teknologi dan pendanaan.

  3. Edukasi Publik: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat dan risiko nuklir.

Gates menutup wawancaranya dengan nada optimis: “Jika Indonesia berhasil, ini bisa menjadi model bagi negara berkembang lain dalam transisi energi.” Dengan tantangan dan peluang yang ada, langkah Indonesia menuju PLTN 2030 akan menjadi ujian besar bagi komitmen energi bersihnya.

Image Source: GettyImages