BPJS Ketenagakerjaan Prediksi Badai PHK Bakal Imbas 280 Ribu Pekerja RI Tahun Ini

5/24/20253 min baca

bpjs ketenagakerjaan
bpjs ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memprediksi bahwa sebanyak 280 ribu pekerja di Indonesia berpotensi terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang tahun 2025. Prediksi ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri, yang mengungkapkan bahwa hingga April 2025, sudah ada 24.360 pekerja yang terkena PHK. Angka ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, terutama mengingat data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang mencatat 77.965 pekerja terkena PHK sepanjang tahun 2024. Dengan demikian, proyeksi 280 ribu pekerja terkena PHK pada 2025 menandakan peningkatan yang signifikan dan menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pelaku industri.

Pejabat Sementara Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Abdur Rahman Irsyadi, melaporkan bahwa sebanyak 52.850 korban PHK telah menerima manfaat dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan total pembayaran mencapai Rp258,61 miliar pada periode Januari hingga April 2025. Jumlah ini melonjak tajam dibandingkan tahun sebelumnya, di mana pada periode yang sama tahun 2024, hanya 4.816 pekerja yang mengklaim JKP. Lonjakan klaim JKP sebesar 1.103,5% ini mencerminkan eskalasi PHK yang terjadi di berbagai sektor industri.

Penyebab dan Dampak PHK Massal

Menurut data Kemnaker, penyebab utama PHK massal pada 2025 antara lain:

  • Kerugian perusahaan akibat penurunan pasar: Banyak perusahaan, terutama di sektor industri padat karya, mengalami penurunan permintaan yang signifikan.

  • Relokasi perusahaan ke wilayah dengan upah lebih murah: Beberapa perusahaan memilih untuk memindahkan operasionalnya ke luar negeri atau ke daerah dengan biaya tenaga kerja yang lebih rendah.

  • Perselisihan hubungan industrial: Konflik antara pekerja dan manajemen, termasuk mogok kerja, turut memicu PHK.

  • Efisiensi dan transformasi bisnis: Perusahaan melakukan restrukturisasi untuk bertahan di tengah tekanan ekonomi, yang sering kali berujung pada pengurangan tenaga kerja.

  • Pailit: Beberapa perusahaan terpaksa menutup operasionalnya akibat kebangkrutan, meninggalkan ribuan pekerja tanpa pekerjaan.

Sektor yang paling terdampak adalah aneka industri, perdagangan dan jasa, serta industri barang konsumsi. Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa penerima manfaat JKP mayoritas berasal dari sektor-sektor tersebut, yang identik dengan bisnis padat karya dan rentan terhadap fluktuasi pasar. Selain itu, tren PHK juga berdampak signifikan pada pekerja senior di atas usia 45 tahun, yang menurut survei GoodStats (2025), menghadapi kesulitan lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan baru akibat batasan usia yang diterapkan banyak perusahaan.

Program JKP: Perlindungan bagi Pekerja Terkena PHK

Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan menjadi jaring pengaman bagi pekerja yang terkena PHK. Manfaat yang diberikan meliputi:

  • Uang tunai: Pekerja menerima 60% dari gaji terakhir mereka selama maksimal 6 bulan.

  • Akses informasi pasar kerja: Pekerja dibantu untuk mencari peluang pekerjaan baru.

  • Pelatihan kerja: Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pekerja agar lebih mudah kembali ke dunia kerja.

Namun, tidak semua pekerja yang terkena PHK dapat mengakses manfaat ini dengan mudah. Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sebanyak 17% pengajuan klaim JKP ditolak pada 2025, terutama akibat dokumen yang tidak valid atau tidak lengkap. Hal ini menunjukkan adanya tantangan dalam proses administratif yang perlu diatasi untuk memastikan pekerja mendapatkan haknya.

Selain itu, meskipun program JKP memberikan bantuan finansial sementara, data menunjukkan bahwa hanya kurang dari 2% penerima manfaat JKP yang kembali terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan pada April 2025. Ini mengindikasikan bahwa banyak pekerja yang terkena PHK belum berhasil mendapatkan pekerjaan baru atau beralih ke sektor informal yang tidak terdaftar.

Upaya Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan

Untuk mengatasi lonjakan PHK dan klaim JKP, pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan telah mengambil sejumlah langkah strategis:

  • Menyederhanakan prosedur klaim: Komisi IX DPR RI meminta BPJS Ketenagakerjaan untuk mempermudah proses klaim JKP dan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi pekerja terkena PHK, terutama melalui platform digital.

  • Meningkatkan kesadaran pekerja: BPJS Ketenagakerjaan berupaya mengedukasi pekerja tentang hak-hak mereka dan cara mengakses program JKP melalui aplikasi SIAPkerja.

  • Memastikan ketahanan dana: Meskipun klaim JKP melonjak, Abdur Rahman Irsyadi memastikan bahwa dana JKP masih stabil dengan ketahanan mencapai 410,11 bulan per April 2025. Ini menunjukkan bahwa program tersebut masih mampu menangani lonjakan klaim dalam jangka panjang.

Selain itu, pemerintah juga tengah mendorong perusahaan untuk memprioritaskan efisiensi tanpa mengorbankan tenaga kerja. Namun, tantangan ekonomi global, termasuk penurunan permintaan pasar dan biaya operasional yang tinggi, membuat banyak perusahaan terpaksa melakukan PHK sebagai langkah terakhir.

Dampak Sosial dan Ekonomi

PHK massal tidak hanya berdampak pada pekerja yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga pada ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Dengan proyeksi 280 ribu pekerja terkena PHK, ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pekerja senior yang terkena PHK menghadapi tantangan lebih berat dalam mencari pekerjaan baru, yang dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi.

Untuk mengurangi dampak ini, BPJS Ketenagakerjaan dan Kemnaker tengah mengintensifkan program pelatihan kerja dan bantuan keuangan bagi pekerja terkena PHK. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada kemampuan pekerja untuk beradaptasi dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah.

Kesimpulan

Prediksi BPJS Ketenagakerjaan mengenai potensi 280 ribu pekerja terkena PHK pada 2025 menjadi alarm bagi pemerintah dan pelaku industri untuk segera mengambil langkah preventif. Meskipun program JKP memberikan perlindungan sementara, tantangan dalam akses dan efektivitasnya menunjukkan perlunya reformasi lebih lanjut. Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan perlu terus berinovasi, terutama dalam hal teknologi dan edukasi, untuk memastikan pekerja yang terkena PHK dapat bangkit kembali dan berkontribusi pada ekonomi Indonesia.