BPS: Rata-rata Gaji Pekerja di Indonesia Rp3,09 Juta

5/31/20253 min baca

man in black long sleeve shirt wearing white mask
man in black long sleeve shirt wearing white mask

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa rata-rata upah pekerja di Indonesia pada tahun 2025 mencapai Rp3,09 juta per bulan, naik tipis sebesar 1,78% atau Rp50 ribu dari Rp3,04 juta pada tahun sebelumnya. Meski demikian, ketimpangan upah antar gender dan tingkat pendidikan masih menjadi isu yang mencolok. Data menunjukkan bahwa upah perempuan jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan rata-rata Rp2,61 juta per bulan untuk perempuan dan Rp3,37 juta untuk laki-laki. Ini berarti perempuan hanya memperoleh sekitar 77,5% dari upah yang diterima laki-laki, sebuah kesenjangan yang tetap signifikan meskipun ada peningkatan upah secara keseluruhan.

Ketimpangan Upah Berdasarkan Gender dan Pendidikan

Ketimpangan upah gender terjadi di semua tingkat pendidikan. Misalnya, lulusan sarjana laki-laki rata-rata memperoleh Rp5,04 juta per bulan, sedangkan perempuan dengan tingkat pendidikan yang sama hanya Rp3,75 juta. Kesenjangan serupa juga terlihat pada tingkat pendidikan dasar, di mana lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah menerima upah rata-rata Rp2,07 juta, sementara lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) memperoleh Rp2,9 juta. Semakin tinggi pendidikan, semakin besar pula upah yang diterima. Lulusan diploma (D1) atau lebih tinggi rata-rata mendapat Rp4,35 juta per bulan, hampir dua kali lipat dari lulusan SD.

Data dari Women as Professionals - Statistical Data - BPS-Statistics Indonesia menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai kesetaraan upah, terutama di sektor formal. Meskipun tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat, kesenjangan upah tetap ada, mencerminkan adanya hambatan struktural dalam pasar kerja.

Upah Berdasarkan Sektor Pekerjaan

Upah pekerja juga bervariasi signifikan antar sektor. Sektor pertambangan mencatat upah tertinggi sebesar Rp5,09 juta per bulan, diikuti oleh sektor listrik dan gas dengan Rp5,04 juta. Di sisi lain, sektor jasa lainnya memiliki upah terendah, hanya Rp1,81 juta per bulan. Ketimpangan ini mencerminkan perbedaan dalam tingkat keterampilan, risiko pekerjaan, dan permintaan pasar tenaga kerja di masing-masing sektor.

Menurut Labour - Statistical Data - BPS-Statistics Indonesia, sektor-sektor yang membutuhkan keterampilan khusus dan teknologi tinggi cenderung menawarkan upah yang lebih besar, sementara sektor jasa yang lebih padat karya dan informal sering kali membayar upah yang lebih rendah.

Pertumbuhan Angkatan Kerja dan Lapangan Usaha

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025 mencatat jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 153,05 juta orang, naik 3,67 juta dari tahun sebelumnya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat sebesar 0,80 persen poin, menunjukkan lebih banyak orang yang masuk ke pasar tenaga kerja. Dari jumlah tersebut, 145,77 juta orang tercatat sebagai penduduk bekerja, meningkat 3,59 juta dari Februari 2024.

Lapangan usaha dengan pertumbuhan pekerja tertinggi adalah sektor perdagangan, reparasi, dan perawatan kendaraan, yang bertambah 980 ribu pekerja. Sektor ini diikuti oleh industri pengolahan dan konstruksi, yang juga mengalami peningkatan signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan ini sejalan dengan pemulihan ekonomi pasca-pandemi, di mana sektor-sektor tersebut menjadi tulang punggung dalam menciptakan lapangan kerja baru.

Tren Historis dan Konteks Ekonomi

Data historis dari BPS menunjukkan bahwa upah pekerja di Indonesia mengalami kenaikan bertahap selama dekade terakhir, meskipun laju kenaikannya cenderung melambat. Pada tahun 2015, rata-rata upah pekerja adalah Rp2,2 juta per bulan, dan kini mencapai Rp3,09 juta pada 2025. Meski demikian, inflasi dan biaya hidup yang meningkat sering kali menggerus daya beli pekerja, terutama di perkotaan.

Selain itu, ketimpangan upah gender bukanlah hal baru. Menurut Gender Inequality Index 2022 - BPS-Statistics Indonesia, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mencapai kesetaraan gender di pasar tenaga kerja. Kebijakan yang berupaya mengurangi kesenjangan ini telah diterapkan, tetapi hasilnya belum sepenuhnya memuaskan.

Pemulihan ekonomi Indonesia pasca-pandemi turut mendorong pertumbuhan lapangan kerja. Menurut Human Development Index 2024 - BPS-Statistics Indonesia, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tumbuh sebesar 0,85% pada 2024, didorong oleh peningkatan pengeluaran riil per kapita yang mencerminkan pemulihan standar hidup. Pertumbuhan ini juga berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja, meskipun ketimpangan upah masih menjadi isu yang perlu diatasi.

Upaya Pemerintah dan Tantangan ke Depan

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketimpangan upah, termasuk peningkatan upah minimum di beberapa provinsi dan sektor. Selain itu, program pelatihan dan pendidikan vokasi diperkuat untuk meningkatkan keterampilan pekerja, terutama di sektor-sektor yang membutuhkan tenaga kerja berkualifikasi. Namun, tantangan terbesar tetap pada kesenjangan gender dan akses pendidikan yang tidak merata.

Data dari Unemployment & Employment in Indonesia | Indonesia Investments menunjukkan bahwa meskipun tingkat pengangguran menurun, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam hal pekerja informal dan setengah menganggur. Sekitar 55-65% pekerja di Indonesia bekerja di sektor informal, yang sering kali tidak menawarkan perlindungan sosial atau upah yang layak.

Ketimpangan upah antar gender juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan struktural. Perempuan cenderung bekerja di sektor informal atau pekerjaan yang dibayar rendah, seperti pekerja rumah tangga atau industri garmen. Selain itu, perempuan sering kali menghadapi diskriminasi dalam hal promosi dan peluang karier, yang turut berkontribusi pada kesenjangan upah.

Kesimpulan

Meskipun terjadi pertumbuhan dalam jumlah pekerja dan kenaikan upah rata-rata nasional, ketimpangan upah masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Perbedaan pendapatan antar sektor, tingkat pendidikan, dan gender mencerminkan perlunya reformasi struktural dalam pasar tenaga kerja. Pemerintah perlu terus mendorong kebijakan yang mendukung kesetaraan upah, peningkatan akses pendidikan, dan perlindungan bagi pekerja informal. Tanpa upaya yang lebih serius, ketimpangan ini berisiko menghambat pencapaian kesejahteraan yang merata di seluruh lapisan masyarakat.