China Buka Suara Soal Tarif AS: Kami Tidak Takut Berperang

10/12/20252 min baca

xi jinping balas tarif as
xi jinping balas tarif as

Surakarta, 12 Oktober 2025 – Kementerian Perdagangan China secara tegas merespons ancaman tarif baru dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dengan menyatakan bahwa negara mereka "tidak takut" terhadap perang tarif. Pernyataan ini muncul setelah Trump mengumumkan kenaikan tarif tambahan sebesar 100% terhadap ekspor China ke AS, sebagai balasan atas kebijakan kontrol ekspor mineral tanah jarang yang diterapkan Beijing mulai 1 Desember 2025. "Mengancam akan mengenakan tarif tinggi secara tiba-tiba bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi Tiongkok. Posisi Tiongkok dalam perang tarif selalu konsisten: kami tidak ingin berperang, tetapi kami tidak takut berperang," tulis Kementerian Perdagangan China dalam pernyataan resmi, melansir dari Global Times.

China menambahkan bahwa mereka tidak akan segera melakukan balasan tarif seperti pada peristiwa sebelumnya, tetapi akan mempertimbangkan langkah-langkah yang sesuai jika AS tidak memperbaiki kebijakannya. "Kami akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional kami," tambah juru bicara Kementerian Perdagangan China, He Yadong, dalam konferensi pers di Beijing.

Ancaman Trump ini juga mencakup kontrol ekspor baru pada perangkat lunak penting, yang akan berlaku paling lambat 1 November 2025. Trump menuduh China menggunakan kebijakan ekspor mineral tanah jarang sebagai senjata geopolitik, yang dapat mengganggu rantai pasok global, terutama industri teknologi dan pertahanan.

Dampak pada Pasar Keuangan

Pasar keuangan langsung bereaksi terhadap ancaman ini. Pasar saham AS anjlok, dengan S&P 500 turun 1,5%, Nasdaq 2,4%, dan Dow Jones 1,9%, menurut data Yahoo Finance. Di Asia, Nikkei Jepang turun 1,2%, Hang Seng Hong Kong 1,5%, dan IHSG Indonesia 0,5% ke 7.892, menurut Bisnis Indonesia. Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran akan eskalasi perang dagang yang bisa memperlambat pertumbuhan global.

Di sisi lain, aset kripto seperti Bitcoin justru menguat tipis ke US$111.000, menurut CoinMarketCap, karena investor mencari lindung nilai terhadap ketidakstabilan fiat. "Ketegangan ini mendorong aliran modal ke aset alternatif seperti Bitcoin, yang dianggap aman dari manipulasi pemerintah," ujar analis kripto Ted Pillow di X.

Latar Belakang Ketegangan AS-China

Ketegangan ini bukan hal baru. Sejak 2018, AS dan China terlibat perang dagang yang memicu tarif timbal balik senilai miliaran dolar. Trump, dalam masa jabatan keduanya, memperluas tarif ke sektor teknologi dan komoditas, dengan tujuan mengurangi defisit perdagangan AS dengan China yang mencapai US$375 miliar pada 2024, menurut U.S. Census Bureau. Kebijakan kontrol ekspor mineral tanah jarang China, yang menguasai 70% pasokan global menurut U.S. Geological Survey, dianggap sebagai balasan terhadap pembatasan ekspor chip AS ke China.

Menurut Reuters, kebijakan China ini bisa mengganggu industri teknologi AS, yang bergantung pada mineral langka untuk semikonduktor dan baterai. "Ini adalah perang ekonomi yang bisa memicu inflasi global," kata ekonom Nouriel Roubini dari NYU di CNBC.

Respons dari China dan Dampak Ekonomi

China menegaskan tidak akan mundur dari kebijakannya, tetapi juga tidak akan langsung membalas dengan tarif baru. "Kami siap berdialog, tapi tidak akan tunduk pada tekanan unilateral," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning. Menurut South China Morning Post, China sedang mempertimbangkan langkah balasan seperti pembatasan ekspor lithium atau grafit, yang bisa memengaruhi industri EV AS.

Dampak ekonomi dari ancaman ini sudah terasa. Kerugian pasar saham AS mencapai US$1,65 triliun dalam 24 jam, menurut Yahoo Finance. Di Indonesia, sebagai mitra dagang, ancaman ini bisa memengaruhi ekspor komoditas seperti nikel, dengan potensi penurunan 10-15% jika perang dagang meluas, menurut The Jakarta Post.

Kesimpulan

Ancaman tarif Trump ke China menciptakan ketidakpastian yang memengaruhi pasar global, dengan saham memerah dan aset lindung nilai seperti emas dan Bitcoin menguat. Dengan China yang tidak takut perang tarif, eskalasi ini bisa memperburuk pertumbuhan ekonomi dunia. Pasar akan terus memantau respons kedua negara, dengan potensi volatilitas tinggi di minggu-minggu mendatang.