Demi Saingi Dolar AS, ASEAN Kembangkan Proyek Nexus untuk Transaksi Mata Uang Lokal

5/10/20253 min baca

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo

Jakarta, 10 Mei 2025 – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengumumkan langkah ambisius untuk berkolaborasi dengan bank sentral negara-negara ASEAN dalam mengembangkan Proyek Nexus. Inisiatif ini bertujuan menciptakan sistem pembayaran lintas batas yang memungkinkan transaksi antarnegara di kawasan ASEAN menggunakan mata uang lokal masing-masing, sebagai upaya strategis untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS) dan meningkatkan kedaulatan finansial regional.

Perry menjelaskan, "Nexus ini sebagai jembatan untuk menyambung satu infrastruktur (sistem pembayaran) ke infrastruktur yang lain. Kita sama-sama membuat jembatan bersama, namanya multilateral cross-border retail payment." Proyek ini akan mengintegrasikan sistem pembayaran instan domestik (IPS) antarnegara ASEAN, sehingga memungkinkan transaksi yang lebih cepat, efisien, dan hemat biaya dengan mata uang lokal seperti rupiah, ringgit, baht, atau peso.

Latar Belakang dan Tujuan Proyek Nexus

Proyek Nexus lahir dari kerja sama antara bank sentral ASEAN, termasuk Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT), dengan dukungan dari Bank for International Settlements (BIS). Fokusnya adalah mengintegrasikan sistem pembayaran berbasis QR dan Retail Fast Payments untuk memfasilitasi transaksi ritel lintas batas yang aman dan terjangkau.

Menurut situs resmi BIS, Nexus memanfaatkan teknologi mutakhir seperti blockchain dan protokol pembayaran terdistribusi untuk membangun jaringan pembayaran yang andal. Dengan sistem ini, misalnya, seorang turis Indonesia bisa membayar makanan di Thailand menggunakan rupiah melalui aplikasi pembayaran digital, dan konversi ke baht dilakukan secara otomatis tanpa melibatkan dolar AS.

Mengapa ASEAN Bergerak Menuju Dedolarisasi?

Ketergantungan pada dolar AS telah menjadi tantangan besar bagi ASEAN. Data dari International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa lebih dari 70% transaksi perdagangan di kawasan ini masih menggunakan dolar AS, membuat negara-negara ASEAN rentan terhadap fluktuasi nilai tukar dan kebijakan moneter AS. Sebagai contoh, pada 2023, pelemahan rupiah terhadap dolar menyebabkan lonjakan biaya impor di Indonesia, memengaruhi harga barang domestik.

Proyek Nexus muncul sebagai respons terhadap kebutuhan akan stabilitas finansial yang lebih besar. Dengan mengurangi peran dolar AS, ASEAN berharap dapat memperkuat mata uang lokal dan meningkatkan daya saing ekonomi regional. Langkah ini juga sejalan dengan tren global dedolarisasi yang didorong oleh negara-negara seperti Rusia dan China, yang telah lama mengadvokasi penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional.

Manfaat Proyek Nexus bagi ASEAN

Proyek ini menawarkan sejumlah keuntungan yang signifikan:

  • Efisiensi Biaya: Mengeliminasi biaya konversi mata uang asing dan mengurangi biaya transaksi lintas batas.

  • Kecepatan: Transaksi instan mendukung perdagangan, pariwisata, dan remitansi antarnegara.

  • Kedaulatan Ekonomi: Memberikan kontrol lebih besar kepada negara atas sistem keuangan mereka.

  • Inklusi Keuangan: Memudahkan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk berpartisipasi dalam perdagangan regional.

Sebuah studi dari Asian Development Bank (ADB) pada 2024 memperkirakan bahwa implementasi Nexus dapat meningkatkan volume perdagangan intra-ASEAN hingga 20% dalam dekade berikutnya, sekaligus mengurangi biaya transaksi hingga 30%.

Tantangan yang Dihadapi

Meski menjanjikan, Proyek Nexus menghadapi sejumlah kendala. Laporan World Bank menyebutkan bahwa perbedaan regulasi antarnegara, kesenjangan teknologi, dan ancaman keamanan siber menjadi hambatan utama. Selain itu, membangun interoperabilitas antar sistem pembayaran yang beragam membutuhkan investasi besar dan koordinasi intensif. Seorang analis dari Reuters juga menyoroti bahwa keberhasilan Nexus bergantung pada adopsi luas oleh masyarakat dan sektor swasta, yang mungkin memakan waktu bertahun-tahun.

Peran BIS dan Pengalaman Sebelumnya

BIS memainkan peran penting dengan menyediakan keahlian teknis dan kerangka kerja untuk Nexus. Dalam laporan tahunan 2024, BIS menyebut Nexus sebagai "terobosan dalam pembayaran lintas batas yang dapat menjadi blueprint bagi kawasan lain." Pengalaman sebelumnya, seperti keberhasilan MAS dan BOT dalam menghubungkan sistem pembayaran QR lintas batas pada 2022, menjadi fondasi penting bagi proyek ini.

Dampak Khusus bagi Indonesia

Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki posisi strategis dalam Proyek Nexus. Dengan populasi lebih dari 270 juta dan ekonomi digital yang berkembang pesat, penggunaan rupiah dalam transaksi regional dapat memperkuat stabilitas mata uang dan mengurangi tekanan dari volatilitas dolar AS. Ekonom dari Bank Mandiri, Faisal Rachman, menyatakan, "Nexus bisa meningkatkan perdagangan intra-ASEAN sebesar 15-20% dalam lima tahun, dengan dampak besar bagi UKM Indonesia yang ingin ekspansi ke pasar regional."

Langkah Menuju Masa Depan

Proyek Nexus adalah langkah visioner untuk mengubah cara ASEAN bertransaksi. Dengan dukungan teknologi modern dan komitmen dari bank sentral, inisiatif ini berpotensi mengurangi dominasi dolar AS dan menciptakan sistem keuangan yang lebih mandiri. Meski tantangan masih ada, keberhasilan Nexus dapat menjadi model global bagi dedolarisasi dan memperkuat posisi ASEAN di panggung ekonomi dunia.

Image Source: Radio Heartline