Departemen Pertahanan AS Adopsi Agent AI untuk Simulasi Perang: Langkah Strategis di Era Trump


Surakarta – Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD) melalui Defence Innovation Unit (DIU) telah memulai langkah inovatif dengan menggandeng Scale AI, sebuah platform kecerdasan buatan (AI), untuk mengembangkan simulasi perang berbasis AI. Kolaborasi ini menandai upaya pertama DoD untuk mengintegrasikan agent AI ke dalam strategi militer, sebuah terobosan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan di medan perang.
Thunderforge: Platform AI untuk Medan Perang Modern
Proyek ini berpusat pada pengembangan Thunderforge, sebuah platform AI yang dirancang untuk membantu panglima militer dalam merumuskan strategi dan merespons situasi pertempuran secara real-time. Dalam rilis resmi Scale AI disebutkan, “Kontrak ini merupakan tonggak penting bagi militer. Penerapan kecerdasan buatan akan memungkinkan negara untuk maju melalui kombinasi teknologi dan pemikiran kritis manusia.” Thunderforge akan menjadi alat bantu yang tidak menggantikan peran manusia, melainkan memperkuatnya dengan analisis cepat dan akurat.
Kolaborasi dengan Anduril dan Microsoft
Untuk mewujudkan ambisi ini, DoD bekerja sama dengan dua pemain besar: Anduril, perusahaan teknologi pertahanan yang menyediakan infrastruktur simulasi Lattice, dan Microsoft, yang kemungkinan mendukung kebutuhan komputasi skala besar. Scale AI sendiri berkontribusi melalui Large Language Models (LLMs), teknologi AI canggih yang mampu memproses data kompleks, yang akan diintegrasikan ke dalam Lattice. Sinergi ini mencerminkan pendekatan terpadu antara pemerintah dan sektor swasta dalam memanfaatkan teknologi mutakhir.
Peluncuran di Komando Strategis
Thunderforge akan pertama kali diterapkan di Komando Indo-Pasifik AS dan Komando Eropa AS, dua wilayah yang menjadi pusat perhatian strategis AS. Komando Indo-Pasifik berperan penting dalam menjaga stabilitas di Asia-Pasifik di tengah ketegangan dengan China, sementara Komando Eropa menghadapi tantangan keamanan dari Rusia. Dengan AI, militer AS berharap dapat mensimulasikan skenario perang yang lebih realistis dan responsif.
AI dan Penelitian Senjata Nuklir
Di luar simulasi perang, perkembangan AI dalam pertahanan AS juga mencakup ranah yang lebih sensitif. Dua bulan lalu, OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, menandatangani perjanjian dengan laboratorium nasional AS untuk menerapkan model AI dalam penelitian senjata nuklir. Langkah ini menunjukkan bahwa AI tidak hanya digunakan untuk perencanaan taktis, tetapi juga dalam pengembangan teknologi senjata strategis, meskipun hal ini memunculkan pertanyaan etis yang signifikan.
Konteks Politik: Kembalinya Trump
Kembalinya Donald Trump sebagai Presiden AS tampaknya menjadi katalis bagi percepatan adopsi teknologi ini. Trump, yang dikenal dengan fokusnya pada kekuatan militer selama masa jabatan sebelumnya, kemungkinan besar akan mendorong DoD untuk terus memperkuat posisi AS sebagai pemimpin global dalam inovasi pertahanan. Langkah ini juga dapat dilihat sebagai respons terhadap kemajuan AI militer di negara-negara seperti China dan Rusia.
Makna dan Prospek
Kolaborasi ini membuka era baru dalam strategi militer AS. Dengan Thunderforge, DoD tidak hanya meningkatkan efisiensi dan ketepatan dalam simulasi perang, tetapi juga menegaskan komitmennya untuk memanfaatkan AI sebagai elemen kunci dalam keamanan nasional. Namun, tantangan seperti risiko ketergantungan pada teknologi dan implikasi etis dari AI dalam keputusan perang tetap menjadi sorotan yang perlu diatasi.
Di tengah dinamika geopolitik yang semakin kompleks, langkah AS ini bisa menjadi pembeda dalam menjaga supremasi militernya. Dunia kini menyaksikan bagaimana AI akan membentuk masa depan peperangan modern.
Image Source: Sunday Guardian