Department of Government and Efficiency (DOGE) AS Batalkan Kontrak Lingkungan dengan Indonesia


Washington D.C., 15 April 2025 – Department of Government and Efficiency (DOGE) Amerika Serikat, yang dipimpin oleh miliarder teknologi Elon Musk, mengumumkan pembatalan 57 kontrak pemerintah yang dianggap boros, dengan total nilai pagu mencapai US$1,6 miliar. Langkah ini menghasilkan penghematan sebesar US$1,5 miliar bagi wajib pajak AS. Salah satu kontrak yang dibatalkan adalah kontrak senilai US$120 ribu antara U.S. Department of Agriculture (USDA) dan pemerintah Indonesia, yang bertujuan untuk mendukung kebijakan dan penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Pengumuman ini disampaikan DOGE melalui unggahan resmi di platform X pada 15 April 2025.
Detail Kontrak dan Alasan Pembatalan
Kontrak senilai US$120 ribu tersebut melibatkan pengiriman seorang spesialis kebijakan lingkungan dan penegakan hukum ke Indonesia. Program ini dirancang untuk membantu Indonesia memperkuat regulasi lingkungan dan memastikan kepatuhan terhadap hukum lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam dan pencegahan kerusakan ekosistem. Namun, DOGE menilai kontrak ini sebagai bagian dari pengeluaran pemerintah AS yang tidak efisien dan tidak memberikan manfaat signifikan bagi wajib pajak AS.
“Hari ini, lembaga-lembaga tersebut mengakhiri 57 kontrak yang boros dengan nilai pagu US$1,6 miliar dan penghematan US$1,5 miliar, termasuk kontrak senilai US$120 ribu dari USDA untuk ‘spesialis kebijakan dan penegakan hukum lingkungan di Indonesia’,” tulis DOGE dalam unggahan di X. Menurut DOGE, pembatalan ini adalah bagian dari upaya efisiensi anggaran yang lebih luas untuk mengurangi pemborosan di berbagai sektor pemerintahan AS.
Langkah ini sejalan dengan misi DOGE di bawah kepemimpinan Elon Musk untuk memangkas pengeluaran federal yang dianggap tidak perlu. Sejak diresmikan oleh Presiden Donald Trump pada Januari 2025, DOGE telah menargetkan berbagai kontrak dan program pemerintah, termasuk yang terkait dengan bantuan internasional, pendidikan, dan keadilan lingkungan. Hingga 2 April 2025, DOGE mengklaim telah menghemat US$140 miliar melalui pemutusan kontrak, penjualan aset, dan pengurangan tenaga kerja, meskipun angka tersebut masih jauh dari target Musk sebesar US$1 triliun [Ref web ID: 20].
Latar Belakang dan Kontroversi DOGE
DOGE didirikan sebagai inisiatif di luar struktur pemerintahan resmi untuk memberikan saran kepada Gedung Putih dan Kongres dalam memangkas birokrasi federal. Namun, sejak awal, kehadiran DOGE menuai kontroversi karena pengaruh besar Elon Musk, yang juga memiliki perusahaan seperti Tesla dan SpaceX yang mengelola kontrak pemerintah senilai miliaran dolar. Selama dekade terakhir, perusahaan-perusahaan Musk telah menerima kontrak federal senilai lebih dari US$18 miliar, dengan SpaceX menyumbang lebih dari US$17 miliar [Ref web ID: 2]. Kritikus, termasuk beberapa anggota Kongres, menilai keterlibatan Musk dalam DOGE menimbulkan potensi konflik kepentingan, terutama karena ia memiliki kuasa untuk memengaruhi kontrak pemerintah yang dapat menguntungkan bisnisnya [Ref web ID: 8].
Pembatalan kontrak dengan Indonesia ini juga memicu pertanyaan lebih luas tentang dampak kebijakan DOGE terhadap hubungan internasional AS. Program seperti kontrak lingkungan dengan Indonesia sering kali merupakan bagian dari diplomasi “soft power” yang bertujuan mempererat hubungan bilateral sekaligus mendukung isu global seperti pelestarian lingkungan. Dengan pembatalan ini, beberapa pengamat khawatir hubungan AS dengan Indonesia di bidang lingkungan dapat terganggu, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan deforestasi.
Dampak bagi Indonesia
Bagi Indonesia, pembatalan kontrak ini dapat menghambat upaya pemerintah dalam memperkuat penegakan hukum lingkungan. Indonesia telah lama menghadapi tantangan seperti deforestasi, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Kehadiran spesialis dari AS diharapkan dapat memberikan panduan teknis dan berbagi praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan. Tanpa dukungan ini, Indonesia mungkin perlu mencari mitra lain atau mengandalkan sumber daya internal, yang dapat memperlambat kemajuan di sektor ini.
Di sisi lain, beberapa pihak di Indonesia berpendapat bahwa pembatalan ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat kemandirian nasional dalam penegakan hukum lingkungan. Dengan mengembangkan kapasitas lokal dan memperkuat regulasi domestik, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada bantuan asing untuk mengatasi masalah lingkungan.
Pandangan terhadap Efisiensi Pemerintahan AS
Langkah DOGE untuk membatalkan kontrak ini adalah bagian dari serangkaian tindakan efisiensi yang lebih besar, termasuk pemutusan ribuan pegawai federal dan pembatalan kontrak di berbagai sektor. Namun, tidak semua pihak setuju dengan pendekatan ini. Seorang profesor hukum kontrak pemerintah dari University of Baltimore, Charles Tiefer, menyebut pendekatan DOGE sebagai “slash and burn” yang dapat merusak kinerja lembaga pemerintah tanpa menghasilkan penghematan nyata. Menurut data DOGE, lebih dari sepertiga kontrak yang dibatalkan tidak menghasilkan penghematan karena dana sudah dialokasikan atau digunakan [Ref web ID: 4].
Kritik lain muncul dari perspektif etika. Representative Mikie Sherrill dari New Jersey telah meminta investigasi terhadap potensi konflik kepentingan Musk, menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan Musk terus mendapatkan kontrak pemerintah meskipun ia memimpin DOGE [Ref web ID: 8]. Sementara itu, Gedung Putih bersikeras bahwa Musk akan mengundurkan diri dari keputusan yang melibatkan konflik kepentingan, meskipun skeptisisme tetap tinggi di kalangan pengamat [Ref web ID: 2].
Masa Depan Kerja Sama Lingkungan AS-Indonesia
Pembatalan kontrak ini menimbulkan pertanyaan tentang masa depan kerja sama lingkungan antara AS dan Indonesia. Di tengah tekanan global untuk mengatasi perubahan iklim, kolaborasi internasional menjadi semakin penting. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terbesar di dunia, memainkan peran kunci dalam upaya mitigasi karbon. Kehilangan dukungan dari AS dapat mendorong Indonesia untuk mencari mitra lain, seperti Uni Eropa atau negara-negara tetangga di ASEAN, yang juga aktif dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.
Sebagai penutup, langkah DOGE ini mencerminkan prioritas baru pemerintahan AS di bawah Presiden Trump untuk mengurangi pengeluaran federal, tetapi juga menimbulkan risiko terhadap hubungan internasional dan upaya pelestarian lingkungan global. Bagaimana Indonesia dan AS akan menavigasi dampak dari keputusan ini masih menjadi tanda tanya besar.