Elon Musk: AI Dapat Gantikan Pekerjaan Pemerintah AS demi Efisiensi


Jakarta, 9 Mei 2025 – Elon Musk, CEO Tesla dan salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia teknologi, kembali menggemparkan publik dengan pernyataan kontroversialnya. Dalam Konferensi Global Milken Institute pada sesi tertutup, Musk menyatakan bahwa kecerdasan buatan (AI) memiliki potensi untuk menggantikan sejumlah pekerjaan di pemerintahan Amerika Serikat (AS). Menurutnya, langkah ini dapat meningkatkan efisiensi anggaran dan memangkas birokrasi yang selama ini dianggap berbelit-belit. Pernyataan ini disampaikan di tengah perannya sebagai Ketua Department of Government Efficiency (D.O.G.E), sebuah inisiatif yang dibentuk oleh Presiden AS Donald Trump.
Namun, Musk tampaknya tidak akan lama berada di posisi tersebut. Ia mengumumkan rencana untuk mengakhiri jabatannya di pemerintahan dan kembali fokus pada Tesla, perusahaan kendaraan listrik yang belakangan mengalami penurunan performa akibat keterlibatannya dalam politik. Selain itu, Tesla juga menjadi sorotan karena menyimpan aset Bitcoin senilai Rp17 triliun, yang mencerminkan visinya tentang masa depan teknologi dan ekonomi.
Apa Itu D.O.G.E dan Peran Elon Musk?
Department of Government Efficiency (D.O.G.E) adalah departemen yang didirikan oleh Presiden Donald Trump pada awal 2025, setelah ia kembali terpilih dalam pemilu 2024. Tujuan utama D.O.G.E adalah untuk mengurangi pengeluaran pemerintah yang dianggap boros dan meningkatkan efisiensi operasional. Musk, yang secara terbuka mendukung Trump selama kampanye, ditunjuk sebagai pemimpin departemen ini dengan janji untuk memangkas miliaran dolar dari anggaran federal.
Sejak menjabat, Musk telah mengambil langkah drastis, termasuk memotong ribuan pekerjaan pegawai federal dan menutup beberapa program pemerintah yang dianggap tidak efektif. Menurut laporan dari The Washington Post, lebih dari 5.000 pegawai federal telah diberhentikan dalam tiga bulan pertama operasional D.O.G.E. Langkah ini, meskipun berhasil menghemat dana, menuai kritik keras dari serikat pekerja dan kelompok advokasi yang menyebutnya "tidak manusiawi" dan "melanggar prosedur hukum."
Pernyataan Musk tentang AI di Pemerintahan
Dalam sesi tertutup di Milken Institute, Musk menguraikan visinya tentang penggunaan AI untuk mereformasi pemerintahan AS. Ia menyebut bahwa teknologi ini dapat mengotomatisasi tugas-tugas administratif seperti pengolahan data, pengelolaan dokumen, dan bahkan pengambilan keputusan rutin. "AI bisa menjadi solusi untuk memotong birokrasi yang berlebihan dan meningkatkan efisiensi pemerintahan," ujar Musk, sebagaimana dikutip Bloomberg. Ia menambahkan bahwa implementasi AI dapat menghemat hingga 20% dari anggaran tahunan pemerintah federal jika diterapkan secara luas.
Pernyataan ini sejalan dengan pandangan Musk tentang masa depan teknologi. Sebagai pendiri Neuralink dan xAI, ia telah lama mendorong penggunaan AI untuk menyelesaikan masalah kompleks. Namun, ide ini memicu reaksi beragam. Forbes melaporkan bahwa beberapa pakar teknologi mendukung gagasan Musk, menyebutnya sebagai langkah maju menuju pemerintahan modern. Di sisi lain, serikat pekerja seperti AFL-CIO mengecamnya, memperingatkan bahwa otomatisasi besar-besaran dapat menghilangkan jutaan lapangan kerja dan mengurangi akuntabilitas dalam pelayanan publik.
Kontroversi dan Reaksi Publik
Langkah D.O.G.E dan pernyataan Musk tentang AI tidak luput dari sorotan. Menurut Reuters, sejumlah gugatan hukum telah diajukan terhadap D.O.G.E oleh pegawai federal yang diberhentikan, dengan tuduhan bahwa pemecatan dilakukan tanpa proses yang adil. Demonstrasi juga terjadi di Washington D.C., di mana ratusan orang memprotes kebijakan Musk dan Trump. "Kami bukan robot yang bisa digantikan begitu saja," kata salah satu pengunjuk rasa kepada CNN.
Selain itu, para analis politik mempertanyakan kesiapan infrastruktur AS untuk mengadopsi AI dalam skala besar. Dalam sebuah wawancara dengan NPR, Profesor Teknologi dan Kebijakan Publik dari MIT, Susan Crawford, menyatakan bahwa "meskipun AI menjanjikan efisiensi, implementasinya membutuhkan investasi besar dan regulasi yang ketat—dua hal yang saat ini masih menjadi tantangan bagi pemerintah AS."
Dampak pada Tesla dan Keputusan Mundur
Keterlibatan Musk di D.O.G.E ternyata membawa dampak buruk bagi Tesla. Sejak ia mengambil peran di pemerintahan, penjualan Tesla turun sebesar 15% pada kuartal pertama 2025, menurut laporan CNBC. Saham perusahaan juga anjlok hingga 25% dalam enam bulan terakhir, dipicu oleh kekhawatiran investor tentang fokus Musk yang terpecah. "Tesla membutuhkan Elon lebih dari sebelumnya, tetapi ia malah sibuk dengan politik," kata analis pasar dari Morgan Stanley kepada MarketWatch.
Menanggapi situasi ini, Musk mengumumkan bahwa ia akan mengakhiri jabatannya di D.O.G.E pada Mei 2025 untuk kembali memimpin Tesla sepenuhnya. "Saya akan kembali ke Tesla untuk memastikan perusahaan tetap berada di jalur yang benar," katanya dalam sebuah pernyataan resmi. Pengumuman ini disambut positif oleh pasar, dengan saham Tesla melonjak 5% dalam sehari.
Tesla dan Kepemilikan Bitcoin
Di tengah gejolak ini, Tesla juga menarik perhatian karena investasinya di pasar kripto. Hingga akhir 2024, Tesla diketahui memiliki 11.509 Bitcoin (BTC) dengan nilai total US$1,07 miliar atau sekitar Rp17 triliun (kurs Rp15.900 per dolar AS). Menurut CoinDesk, kepemilikan ini menjadikan Tesla salah satu perusahaan publik terbesar yang berinvestasi di Bitcoin, mencerminkan keyakinan Musk pada mata uang digital sebagai aset masa depan.
Investasi ini juga dilihat sebagai bagian dari strategi Musk untuk mendukung sistem ekonomi yang lebih terdesentralisasi, sejalan dengan visinya tentang AI dan efisiensi pemerintahan. Namun, volatilitas pasar kripto tetap menjadi risiko yang harus dihadapi Tesla di masa depan.
Tantangan ke Depan
Pernyataan Musk tentang AI dan pemerintahan membuka diskusi luas tentang masa depan teknologi dan tenaga kerja. Meskipun idenya inovatif, tantangan seperti dampak sosial, kesiapan infrastruktur, dan resistensi publik masih harus diatasi. Sementara itu, keputusannya untuk kembali ke Tesla menunjukkan prioritasnya dalam menyelamatkan perusahaan yang telah membesarkan namanya.
Dengan kekayaan teknologi dan ambisi yang dimilikinya, Elon Musk terus menjadi pusat perhatian dunia. Apakah AI benar-benar akan mengubah wajah pemerintahan AS, atau apakah Tesla akan bangkit kembali dengan dukungan Bitcoin-nya, hanya waktu yang akan menjawab.