Elon Musk Kehilangan US$34 Miliar Usai Kritik Kebijakan Tarif Trump, Saham Tesla Anjlok

6/9/20253 min baca

black android smartphone displaying 11 00
black android smartphone displaying 11 00

Jakarta, 07 Juni – Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, mengalami penurunan kekayaan bersih sebesar US$34 miliar dalam beberapa hari terakhir setelah melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menurut Bloomberg Billionaires Index, kekayaan Musk yang sempat mencapai puncak US$369 miliar kini turun menjadi US$335 miliar per Sabtu (07/06). Penurunan ini dipicu oleh perseteruan sengit antara Musk dan Trump, yang bermula dari cuitan Musk di platform X pada Kamis (05/06). Dalam cuitannya, Musk menyebut Trump “tidak tahu terima kasih” dan mengklaim bahwa tanpa peranannya, Trump akan kalah dalam pemilu, dengan Partai Demokrat menguasai DPR dan Partai Republik hanya unggul tipis 51-49 di Senat.

Eskalasi Konflik dan Ancaman Trump

Situasi memanas ketika Trump menanggapi kritik Musk dengan ancaman untuk membatalkan kontrak pemerintah AS senilai miliaran dolar dengan perusahaan-perusahaan Musk, termasuk Tesla dan SpaceX. Ancaman ini tidak dianggap enteng, mengingat SpaceX memiliki kontrak strategis dengan NASA dan Departemen Pertahanan, yang menjadi tulang punggung operasional perusahaan luar angkasa tersebut. Tesla juga mendapat manfaat dari insentif pemerintah untuk kendaraan listrik, yang bisa terdampak jika hubungan dengan pemerintah memburuk. Menurut laporan dari The Hill, perseteruan ini berpotensi membahayakan seluruh imperium bisnis Musk, terutama jika kontrak federal SpaceX benar-benar dicabut.

Sebagai respons, saham Tesla anjlok 14% dalam seminggu, menghapus lebih dari US$150 miliar dari nilai pasar perusahaan. Penurunan ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah Tesla, menggarisbawahi dampak signifikan dari konflik ini terhadap kepercayaan investor. Ross Gerber, seorang investor lama Tesla, mengungkapkan kekhawatirannya kepada CNBC, menyatakan bahwa perseteruan ini dapat merusak stabilitas perusahaan dan kemampuan Musk untuk mengamankan kontrak pemerintah di masa depan. Gerber juga mencatat bahwa pernyataan publik Musk sering kali memengaruhi volatilitas saham Tesla, sebuah pola yang kembali terlihat dalam insiden ini.

Kritik terhadap Kebijakan Tarif

Inti dari kritik Musk adalah kebijakan tarif Trump, yang menurutnya akan memicu resesi pada paruh kedua tahun ini. Kebijakan ini, yang bertujuan melindungi industri domestik AS dengan mengenakan pajak pada barang impor, telah menuai pro dan kontra. Pendukungnya, termasuk beberapa anggota Partai Republik, berargumen bahwa tarif diperlukan untuk melawan praktik perdagangan tidak adil dari negara seperti China. Namun, Musk dan kritikus lainnya memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan biaya bagi bisnis dan konsumen, sehingga merugikan ekonomi secara keseluruhan. Studi dari Peterson Institute for International Economics mendukung pandangan ini, memperkirakan bahwa tarif Trump dapat mengurangi PDB AS sebesar 0,5% dan menghilangkan 400.000 lapangan kerja.

Bagi Tesla, yang bergantung pada rantai pasok global, tarif ini dapat menaikkan biaya produksi dan melemahkan daya saing di pasar internasional. Musk, yang dikenal vokal terhadap kebijakan yang dianggapnya merugikan, tidak ragu menyuarakan ketidaksetujuannya, meski kali ini dengan konsekuensi finansial yang nyata.

Drama dan Reaksi Publik

Perseteruan ini mencapai puncaknya ketika Musk sempat mengancam untuk menonaktifkan pesawat ruang angkasa Dragon milik SpaceX, yang digunakan NASA untuk misi transportasi ke Stasiun Luar Angkasa Internasional. Ancaman ini, meskipun kemudian dicabut, menunjukkan intensitas konflik dan taruhan tinggi yang dipertaruhkan. Di sisi lain, pendukung Trump menyerukan boikot terhadap Tesla dan perusahaan Musk lainnya, menambah tekanan pada bisnisnya. Menurut Fox Business, reaksi publik ini dapat memengaruhi persepsi merek Tesla, yang selama ini mengandalkan loyalitas pelanggan yang kuat.

Meski demikian, Tesla tetap menjadi pemimpin di pasar kendaraan listrik global, dengan merek yang kokoh dan basis pelanggan yang setia. Penurunan saham baru-baru ini, meskipun signifikan, bukanlah yang pertama kali terjadi. Saham Tesla dikenal volatil, sering kali berfluktuasi berdasarkan kondisi pasar dan pernyataan publik Musk.

Posisi Musk Tetap Kuat

Terlepas dari kerugian US$34 miliar, Musk masih memimpin daftar orang terkaya di dunia dengan kekayaan bersih US$335 miliar. Penurunan ini, meskipun tajam, bukan yang terbesar dalam sejarahnya—pada 2021, ia pernah kehilangan US$183 miliar akibat volatilitas pasar. Kekayaannya yang sebagian besar terikat pada saham Tesla dan SpaceX membuatnya rentan terhadap fluktuasi pasar, namun juga menegaskan ketahanan finansialnya.

Perseteruan ini juga menyoroti dinamika unik antara pemimpin bisnis dan tokoh politik di era modern. Musk, yang sebelumnya pernah berselisih dengan pemerintahan Trump terkait isu seperti perubahan iklim dan imigrasi, kali ini menghadapi respons yang lebih pribadi dan agresif. Menurut The New York Times, konflik ini memicu perdebatan tentang pengaruh miliarder dalam politik dan sejauh mana mereka dapat menantang kebijakan pemerintah tanpa risiko besar.

Dampak Jangka Panjang

Seiring situasi berkembang, dampak jangka panjang dari perseteruan ini terhadap Tesla, SpaceX, dan lanskap ekonomi AS masih belum jelas. Jika Trump menindaklanjuti ancamannya, SpaceX bisa kehilangan kontrak vital yang menyokong ambisinya di bidang eksplorasi luar angkasa. Tesla juga berpotensi menghadapi tantangan tambahan jika insentif kendaraan listrik dicabut atau jika boikot konsumen meluas.

Namun, Musk tetap teguh pada pendiriannya, menyatakan akan terus mengkritik kebijakan yang dianggapnya merugikan ekonomi. Bagi banyak pengamat, penurunan kekayaan ini adalah pengingat akan risiko yang menyertai kritik publik terhadap tokoh politik berpengaruh. Untuk saat ini, Musk dan imperium bisnisnya terus menjadi sorotan, dengan dunia menantikan langkah selanjutnya dalam drama ini.