Elon Musk Prediksi 10-20 Lagi: Kerja Jadi Opsional, Uang Tidak Relevan Karena AI dan Robot Humanoid

11/24/20253 min baca

Usai Mundur, Elon Musk Sebut Kebijakan Baru Trump sebagai Aib Memalukan
Usai Mundur, Elon Musk Sebut Kebijakan Baru Trump sebagai Aib Memalukan

Surakarta, 24 November 2025 - Miliarder teknologi Elon Musk kembali menggemparkan dunia dengan visinya tentang masa depan yang didominasi kecerdasan buatan (AI) dan robotika, di mana manusia tidak lagi wajib bekerja dan mata uang konvensional kehilangan nilai esensialnya. Pernyataan kontroversial ini disampaikan Musk selama U.S.-Saudi Investment Forum di Washington, D.C., pada 19 November 2025, di mana ia menekankan bahwa kemajuan teknologi akan membuat pekerjaan menjadi pilihan pribadi semata, mirip dengan hobi seperti bermain olahraga atau video game. "Prediksi saya adalah pekerjaan akan menjadi opsional. Ini seperti jika Anda ingin membeli sayur di toko atau menanamnya sendiri di halaman belakang—menanam lebih sulit, tapi sebagian orang melakukannya karena suka," ujar CEO Tesla dan SpaceX itu, menganalogikan kerja sebagai aktivitas sukarela yang tidak lagi esensial untuk kelangsungan hidup.

Musk memperkirakan bahwa dalam satu hingga dua dekade mendatang, jutaan robot humanoid akan membanjiri sektor industri, meningkatkan produktivitas secara eksponensial hingga membuat hampir semua tugas manusiawi tidak lagi diperlukan. Ia bahkan memproyeksikan bahwa 80% nilai pasar Tesla di masa depan akan berasal dari robot humanoid Optimus, meskipun pengembangannya saat ini masih menghadapi keterlambatan teknis dan biaya produksi yang tinggi. Visi ini bukan hanya tentang hilangnya pekerjaan tradisional, tapi juga transformasi fundamental masyarakat: Musk meramalkan bahwa uang akan "berhenti relevan" dalam jangka panjang, terinspirasi dari seri novel fiksi ilmiah "Culture Series" karya Iain M. Banks. Dalam buku tersebut, digambarkan dunia utopia tanpa kelangkaan sumber daya, di mana AI super cerdas mengelola segala hal, dan konsep uang serta kerja konvensional hilang sepenuhnya—masyarakat hidup dalam kelimpahan tanpa hierarki ekonomi tradisional. "Dalam buku-buku itu, uang tidak ada. Itu menarik. Dan tebakan saya, jika kita bicara jangka panjang—dengan asumsi AI dan robotika terus maju—uang akan berhenti relevan," tambah Musk, menekankan bahwa kemajuan teknologi akan menciptakan masyarakat pasca-kelangkaan.

Prediksi Musk ini bukan yang pertama; sebelumnya, pada ajang Viva Technology 2024 di Paris, ia mengusulkan konsep "universal high income" sebagai solusi untuk mendukung masyarakat di era tanpa pekerjaan wajib, di mana pemerintah memberikan pendapatan dasar tinggi bagi semua warga tanpa syarat. Ide ini mirip dengan universal basic income (UBI) yang didorong oleh CEO OpenAI Sam Altman, yang telah menguji coba program UBI melalui proyek Worldcoin untuk mengantisipasi disrupsi AI terhadap pasar kerja. Musk percaya bahwa dengan AI mengambil alih tugas rutin, manusia bisa fokus pada aktivitas kreatif dan rekreasi, meskipun ia mengakui transisi ini akan menimbulkan tantangan sosial besar bagi miliaran orang yang kehilangan pekerjaan tradisional.

Namun, visi utopian Musk ini mendapat skeptisisme dari kalangan ekonom dan analis. Ekonom tenaga kerja dari Temple University, Samuel Solomon, menilai bahwa meskipun UBI mungkin diperlukan, realisasi politiknya akan menjadi hambatan utama, karena membutuhkan restrukturisasi sistem pajak dan redistribusi kekayaan yang masif. Laporan dari Yale Budget Lab menunjukkan bahwa sejak peluncuran ChatGPT pada 2022, pasar kerja global belum mengalami disrupsi signifikan, dengan hanya 10-20% pekerjaan yang terpengaruh oleh AI hingga kini. Para pakar seperti yang dikutip di Salon menyebut prediksi Musk sebagai "utopian creepy" yang mengabaikan realitas biaya robotika yang masih mahal—misalnya, robot Optimus Tesla diperkirakan berharga US$20.000 per unit, dengan produksi massal baru dimulai 2026—dan ketidaksiapan infrastruktur global untuk transisi secepat itu. Selain itu, isu etis seperti ketidaksetaraan akses teknologi dan potensi pengangguran massal menjadi perdebatan, dengan ekonom memperingatkan bahwa struktur politik akan sama krusialnya dengan kemajuan teknologi itu sendiri.

Di sisi lain, prediksi Musk selaras dengan tren global, di mana perusahaan seperti Tesla dan Boston Dynamics terus mengembangkan robot humanoid untuk tugas rumah tangga dan industri. Laporan dari McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa AI bisa mengotomatisasi hingga 45% aktivitas kerja pada 2030, meskipun menciptakan pekerjaan baru di bidang pemeliharaan teknologi. Bagi Indonesia, visi ini relevan mengingat pemerintah tengah mendorong adopsi AI melalui program pelatihan digital, dengan target 5 juta tenaga kerja terampil AI pada 2030 untuk menghindari disrupsi pasar kerja. Meski kontroversial, prediksi Musk memicu diskusi global tentang masa depan kerja, dengan harapan teknologi membawa kemakmuran universal daripada ketidaksetaraan.