Emas Cetak Rekor Tertinggi: Tarif Trump Jadi Pemicu Ketakutan Investor

3/14/20252 min baca

gold and silver round coins
gold and silver round coins

Surakarta – Harga emas global kembali mencatatkan all-time high (ATH) pada Jumat, 14 Maret 2025, dengan angka mencapai US$2.990,21 per ons. Lonjakan ini dipicu oleh agenda tarif agresif Presiden AS Donald Trump yang mengguncang pasar, ditambah dengan laporan inflasi AS yang melemah. Ketidakpastian ekonomi ini mendorong investor berbondong-bondong mencari perlindungan di aset safe haven seperti emas. Sementara itu, di Indonesia, emas Antam juga tak ketinggalan mencatat kenaikan signifikan. Apa yang sebenarnya terjadi di balik fenomena ini?

Tarif Trump dan Inflasi Lemah: Kombinasi Mematikan

Kebijakan proteksionisme Trump, yang mencakup rencana tarif tinggi pada impor, telah memicu gelombang kekhawatiran di kalangan pelaku pasar. Ancaman ini diperparah oleh data inflasi AS yang lebih rendah dari ekspektasi, menandakan potensi perlambatan ekonomi. Emas, yang selama ini dianggap sebagai benteng pertahanan di masa krisis, menjadi pilihan utama investor untuk melindungi nilai aset mereka. Ketidakstabilan ini bukan hanya isapan jempol—pasar saham global mulai goyah, dan emas tampaknya menjadi jawaban atas ketakutan akan masa depan ekonomi AS.

Prediksi Bank: Emas Masih Akan Meroket

Analis dari bank-bank ternama melihat peluang emas untuk terus bersinar:

  • Macquarie Group: Memperkirakan emas akan melonjak hingga US$3.500 per ons pada kuartal kedua 2025, didorong oleh volatilitas pasar yang berkelanjutan.

  • BNP Paribas SA: Memproyeksikan harga rata-rata emas akan stabil di atas US$3.000, dengan asumsi kebijakan Trump terus mengganggu stabilitas ekonomi.

Prediksi ini menunjukkan bahwa emas tidak hanya menjadi pelarian sementara, tetapi juga aset strategis dalam menghadapi gejolak ekonomi yang mungkin berlangsung lama.

Emas Antam Ikut Bersinar

Di dalam negeri, harga emas Antam juga mencerminkan euforia global. Pada Jumat (14/03), harga melonjak Rp28.000 menjadi Rp1.742.000 per gram, menyusul kenaikan sebelumnya pada Kamis (13/03) sebesar Rp14.000 ke Rp1.714.000 per gram. Kenaikan ini menegaskan bahwa dampak kebijakan Trump tidak hanya terasa di AS, tetapi juga di pasar lokal seperti Indonesia, di mana investor ritel mulai menumpuk emas sebagai antisipasi terhadap ketidakpastian global.

Analisis: Mengapa Emas Jadi Primadona?

Lonjakan harga emas ini bukan sekadar reaksi pasar biasa. Ada beberapa alasan mengapa emas kini menjadi magnet bagi investor:

  1. Ketidakpastian Geopolitik: Tarif Trump bisa memicu perang dagang baru, menekan mata uang dan meningkatkan daya tarik emas.

  2. Inflasi yang Tidak Terduga: Inflasi lemah di AS justru memperkuat persepsi bahwa ekonomi global sedang rapuh, mendorong permintaan emas.

  3. Psikologi Pasar: Dalam situasi chaos, investor cenderung kembali ke aset fisik yang terpercaya seperti emas, bukan saham atau obligasi yang rentan terhadap volatilitas.

Namun, ada sisi lain yang perlu diperhatikan. Jika Trump berhasil menstabilkan ekonomi AS melalui kebijakannya, atau jika inflasi tiba-tiba melonjak akibat tarif, permintaan emas bisa terkoreksi. Untuk saat ini, tren bullish emas tampaknya masih akan berlanjut.

Kesimpulan

Rekor baru emas di US$2.990,21 per ons dan kenaikan emas Antam ke Rp1.742.000 per gram adalah cerminan dari kekacauan yang dipicu oleh kebijakan tarif Trump dan inflasi yang lemah. Dengan prediksi kenaikan hingga US$3.500 dari Macquarie dan stabil di atas US$3.000 menurut BNP Paribas, emas tampaknya akan tetap menjadi raja di tengah ketidakpastian ekonomi. Bagi investor, ini adalah saat untuk mempertimbangkan posisi—apakah ikut menumpuk emas atau menunggu gejolak mereda?