Emas Dunia Makin Jatuh Usai Kehilangan US$2,4 Triliun dalam Dua Hari

10/23/20252 min baca

text
text

Surakarta, 23 Oktober 2025 – Harga emas dunia mencatatkan penurunan drastis, kehilangan sekitar US$2,4 triliun hanya dalam kurun waktu 48 jam terakhir, menurut data dari TradingView. Penurunan ini terjadi setelah emas anjlok sekitar 6,3% dalam satu hari perdagangan, yang menjadi penurunan terbesar sejak April 2013. Kini, emas dunia diperdagangkan di level US$3.687 per troy ons, turun dari puncaknya di US$3.867 per ons pekan lalu. Penurunan ini sejalan dengan penguatan dolar AS serta spekulasi terhadap kebijakan moneter global yang semakin ketat, membuat investor beralih dari aset safe-haven seperti emas ke instrumen lain yang lebih menguntungkan.

Kehilangan nilai US$2,4 triliun ini setara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) beberapa negara besar, seperti PDB Indonesia yang mencapai sekitar US$1,3 triliun pada 2024 menurut World Bank, atau PDB Australia yang sekitar US$1,7 triliun. Angka ini menunjukkan betapa parahnya kerugian yang terjadi dalam waktu singkat, di mana pasar emas global mengalami koreksi setelah reli panjang sepanjang 2025 yang naik lebih dari 30%.

Faktor Pendorong Penurunan Harga Emas

Penurunan ini dipicu oleh beberapa faktor utama:

  • Penguatan Dolar AS: Indeks Dolar AS (DXY) naik 0,5% ke level 98,1 pada Oktober 2025, menurut Investing.com, membuat emas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli asing. Pelemahan dolar sebelumnya telah mendorong reli emas, tapi penguatan kembali akibat ekspektasi suku bunga The Fed yang lebih tinggi telah membalik tren ini.

  • Spekulasi Kebijakan Moneter: Pasca-pemangkasan suku bunga The Fed pada September 2025, pasar kini spekulasi bahwa pemangkasan lanjutan akan tertunda karena inflasi AS naik ke 2,9% pada Agustus, menurut Bureau of Labor Statistics (BLS). Analis dari Goldman Sachs dalam laporan Oktober 2025 memprediksi bahwa suku bunga The Fed akan tetap tinggi hingga akhir tahun, mengurangi daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi.

  • Profit-Taking Investor: Setelah kenaikan 30% sepanjang tahun, banyak investor melakukan profit-taking, seperti dilaporkan Kitco News pada 22 Oktober 2025. "Reli emas yang terlalu cepat telah menciptakan gelembung, dan koreksi ini adalah penyesuaian alami," kata Peter Schiff, ekonom dari Euro Pacific Capital.

  • Easing Ketegangan Geopolitik: Meredanya konflik di Timur Tengah setelah gencatan senjata pada September 2025 mengurangi permintaan emas sebagai aset safe-haven, menurut Reuters. Sebelumnya, ketegangan ini telah mendorong harga emas naik ke rekor US$3.867 per ons.

Di pasar domestik Indonesia, emas Antam juga terdampak, turun Rp25.000 menjadi Rp1.945.000 per gram, menurut situs resmi Logam Mulia. Rupiah yang melemah ke Rp16.454 per dolar AS juga menambah tekanan, karena emas dihargai dalam dolar.

Dampak pada Pasar Keuangan Global

Penurunan emas ini memengaruhi pasar keuangan global. Indeks S&P 500 naik 0,5%, Nasdaq 0,8%, dan Dow Jones 0,4%, menurut MarketWatch, karena investor beralih ke saham teknologi seperti Apple dan Nvidia yang naik masing-masing 1,2% dan 2,5%. Di pasar kripto, Bitcoin turun tipis 0,3% ke US$112.000, sementara Ethereum -0,5% ke US$4.200, menurut CoinMarketCap, karena korelasi negatif dengan emas sebagai aset lindung nilai.

Di Indonesia, IHSG turun 0,12% ke 7.892, sementara rupiah Rp16.454 per dolar AS, dipengaruhi oleh capital outflow akibat ketidakpastian global. "Penurunan emas mencerminkan optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi, tapi volatilitas tetap tinggi," kata analis Ted Pillow di X.

Prediksi dan Rekomendasi

Analis dari JPMorgan memprediksi harga emas bisa turun ke US$3.500 per ons pada akhir 2025 jika pemangkasan suku bunga The Fed tertunda. Namun, jika ketegangan geopolitik memanas lagi, harga bisa rebound ke US$4.000. Untuk investor, diversifikasi ke saham dan obligasi disarankan untuk mengurangi risiko.

Secara keseluruhan, penurunan emas ini menunjukkan bagaimana pasar keuangan bereaksi terhadap perubahan fundamental seperti penguatan dolar dan spekulasi moneter. Investor disarankan tetap waspada terhadap volatilitas yang bisa berlanjut di tengah ketidakpastian global.