Emas Turun Tipis Meski Sempat Naik ke Level US$3.400 di Tengah Ketegangan Timur Tengah
Jakarta, 23 Juni 2025 – Harga emas dunia mengalami penurunan tipis ke level US$3.364 per ons setelah sempat menyentuh puncak US$3.400 pada perdagangan sebelumnya. Meskipun konflik di Timur Tengah semakin memanas, logam mulia ini belum menunjukkan penguatan signifikan seperti yang diharapkan para investor. Biasanya, emas dianggap sebagai aset safe-haven yang diminati saat ketidakpastian geopolitik meningkat, namun kali ini pergerakan harganya tampak tertahan oleh berbagai faktor ekonomi global.
Analisis Teknikal: Level Kunci yang Perlu Diperhatikan
Secara teknikal, harga emas saat ini berada di posisi kritis dengan dua zona support utama. Support pertama ada di US$3.350, yang didukung oleh rata-rata pergerakan 20 hari (20-day SMA), sementara support kedua berada di US$3.320, yang merupakan rata-rata pergerakan 50 hari (50-day SMA). Menurut analisis dari FXStreet, jika emas mampu bertahan di atas US$3.350, ada peluang untuk kembali menguji resistensi di kisaran US$3.430 hingga US$3.450. Level resistensi tertinggi sepanjang masa di US$3.500 tetap menjadi target utama bagi pelaku pasar yang optimistis (bullish).
Sebaliknya, jika harga gagal bertahan di support US$3.320, emas berisiko turun ke US$3.300 atau bahkan lebih rendah hingga US$3.280, level terendah dalam sebulan terakhir. Analis teknikal dari DailyFX juga menambahkan bahwa volume perdagangan yang menurun dalam beberapa hari terakhir menunjukkan kurangnya momentum untuk mendorong harga lebih tinggi, kecuali ada katalis baru dari perkembangan geopolitik.
Faktor Fundamental: Ketegangan Geopolitik dan Ekonomi Global
Ketegangan di Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel dengan keterlibatan Amerika Serikat, menjadi sorotan utama. Laporan dari Reuters menyebutkan bahwa eskalasi konflik ini telah meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak global, yang dapat memicu inflasi lebih lanjut. Dalam kondisi seperti ini, emas biasanya menjadi pilihan utama investor untuk melindungi aset dari volatilitas pasar. Namun, respons harga emas kali ini terlihat lemah, kemungkinan karena harapan akan de-eskalasi melalui mediasi internasional.
Menurut Kitco News, beberapa pelaku pasar memperkirakan bahwa intervensi diplomatik dari Uni Eropa atau China dapat meredakan situasi, sehingga mengurangi urgensi untuk membeli emas. Di sisi lain, jika konflik meningkat, analis dari Bloomberg memprediksi lonjakan harga emas hingga US$3.700 per ons pada akhir 2025, didorong oleh permintaan institusional dan pembelian bank sentral.
Selain itu, kebijakan moneter AS turut memengaruhi dinamika harga. Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, baru-baru ini menegaskan bahwa suku bunga tidak akan diturunkan dalam waktu dekat, yang memperkuat dolar AS. Mengutip Investing.com, indeks dolar naik 0,5% dalam sepekan terakhir, memberikan tekanan tambahan pada emas yang diperdagangkan dalam mata uang tersebut.
Sentimen Pasar dan Perilaku Investor
Ketidakpastian ekonomi global, termasuk potensi resesi di negara-negara maju, masih menjadi faktor pendukung emas dalam jangka panjang. World Gold Council melaporkan bahwa permintaan emas fisik dari konsumen di India dan China meningkat tajam menjelang musim festival, memberikan dasar yang kuat bagi harga. Namun, jika ketegangan geopolitik mereda, investor global mungkin akan beralih ke aset berisiko seperti saham atau cryptocurrency, yang menawarkan potensi keuntungan lebih besar dalam kondisi pasar yang stabil.
Analis dari CNBC juga mencatat bahwa kenaikan harga emas baru-baru ini lebih didorong oleh spekulasi jangka pendek ketimbang fundamental yang kokoh. Hal ini terlihat dari fluktuasi harga yang cepat tanpa tren yang jelas, mencerminkan ketidakpastian di kalangan pedagang.
Proyeksi Harga: Jangka Pendek dan Panjang
Dalam jangka pendek, para ahli memberikan pandangan beragam. FXStreet memperkirakan bahwa jika emas menembus resistensi US$3.450, target berikutnya adalah US$3.500. Namun, jika support US$3.320 jebol, harga bisa turun ke US$3.280. Sementara itu, Akshay Chinchalkar dari Axis Securities optimistis bahwa selama emas bertahan di atas US$3.314, ada peluang menuju US$3.770 dalam beberapa bulan ke depan, meskipun resistensi di US$3.450-US$3.520 menjadi hambatan sementara.
Untuk jangka panjang, Goldman Sachs memproyeksikan harga emas bisa mencapai US$4.000 per ons pada pertengahan 2026, didukung oleh permintaan berkelanjutan dari bank sentral dan investor yang mencari perlindungan dari inflasi serta ketidakpastian ekonomi global.
Dampak pada Indonesia
Di pasar domestik, harga emas Antam tetap stabil di Rp1.942.000 per gram, menunjukkan ketahanan terhadap gejolak global. Namun, pelemahan rupiah ke level Rp16.397 per dolar AS dapat mendorong kenaikan harga emas lokal. Menurut Bisnis.com, permintaan emas fisik di Indonesia tetap tinggi, terutama untuk investasi dan perhiasan, meskipun volatilitas global dapat memengaruhi daya beli konsumen.
Kesimpulan
Harga emas dunia berfluktuasi di tengah ketegangan Timur Tengah yang meningkat. Setelah menyentuh US$3.400, emas turun ke US$3.364 dengan support kunci di US$3.350 dan US$3.320. Jika konflik eskalasi, harga bisa menuju US$3.500-US$3.700, namun de-eskalasi berpotensi menekan harga ke US$3.300. Di Indonesia, emas Antam stabil di Rp1.942.000 per gram, meskipun pelemahan rupiah dapat memicu kenaikan harga lokal.