Ikuti Jejak Dubai, Bali Direncanakan Jadi Pusat Keuangan Global

10/15/20253 min baca

brown and green temple near body of water under blue and white cloudy sky during daytime
brown and green temple near body of water under blue and white cloudy sky during daytime

Surakarta, 3 Oktober 2025 – Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan rencana ambisius untuk mengembangkan Bali sebagai pusat keuangan internasional, mengikuti model sukses seperti GIFT City di India dan Dubai International Financial Centre (DIFC) di Uni Emirat Arab. Rencana ini mendapat dukungan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang melihatnya sebagai langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global. Proyek ini juga melibatkan Kementerian Keuangan, Dewan Ekonomi Nasional, dan investor terkemuka seperti Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates, yang memberikan masukan tentang pengelolaan aset dan regulasi keuangan.

Menurut laporan Reuters pada Juli 2025, kesepakatan ini masih dalam tahap konsep, dengan rancangan Undang-Undang (RUU) baru yang akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir 2025. Juru Bicara Dewan Ekonomi Nasional, Jodi Mahardi, menyatakan bahwa inisiatif ini bertujuan untuk menciptakan pusat keuangan modern dan transparan yang mendukung pembangunan ekonomi nasional. "Kami ingin menarik investor global seperti bank internasional, manajer aset, dan perusahaan ekuitas swasta untuk berinvestasi di Bali," ujar Jodi dalam konferensi pers di Jakarta.

Rencana ini mencakup pemberian insentif pajak, kemudahan regulasi, dan sistem hukum yang lebih ramah bisnis, mirip dengan DIFC yang menawarkan tarif pajak 0% untuk perusahaan keuangan selama 50 tahun, menurut Bloomberg. Bali dipilih karena infrastruktur pariwisatanya yang kuat dan posisinya sebagai gerbang ekonomi Asia Tenggara, dengan kontribusi pariwisata mencapai 60% PDB provinsi pada 2024, seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Tujuan dan Manfaat Ekonomi

Tujuan utama proyek ini adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat. Data BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi Q1 2025 hanya 4,8%, turun dari 5,04% pada Q4 2024, sementara IMF merevisi proyeksi 2025 menjadi 4,7% dari 5,1% sebelumnya. Dengan pusat keuangan di Bali, pemerintah berharap menarik investasi asing hingga US$50 miliar dalam 5 tahun, menurut estimasi Kementerian Investasi. Ini akan menciptakan lapangan kerja baru di sektor keuangan, teknologi, dan pariwisata, serta meningkatkan PDB nasional hingga 0,5% per tahun.

Menurut The Jakarta Post pada 2 Oktober 2025, proyek ini juga bertujuan untuk mengatasi ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas dan mendorong diversifikasi ekonomi ke sektor jasa keuangan. "Bali bisa menjadi hub fintech dan blockchain di Asia, mirip Dubai," kata ekonom Faisal Basri dari Universitas Indonesia dalam wawancara dengan Kompas.

Tantangan dan Risiko

Meski menjanjikan, proyek ini menghadapi tantangan besar. Bali sedang mengalami kemacetan lalu lintas dan krisis air akibat overtourism, dengan kunjungan wisatawan mencapai 5 juta pada 2024, menurut BPS. The Guardian pada Agustus 2025 melaporkan bahwa krisis air di Bali telah menyebabkan penurunan debit air tanah hingga 50%, yang bisa menghambat pembangunan pusat keuangan yang membutuhkan infrastruktur modern.

Selain itu, persaingan dari negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina, yang juga membangun pusat keuangan serupa, menjadi risiko. Malaysia dengan Labuan IBFC dan Vietnam dengan Ho Chi Minh City Financial Center menawarkan insentif pajak yang kompetitif, menurut Bloomberg. Di Indonesia, proyek ini juga harus mengatasi isu regulasi, di mana OJK perlu menyusun aturan khusus untuk zona keuangan ini.

Pendapat Para Ahli

Para ahli memberikan pandangan beragam tentang proyek ini. Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates, yang terlibat dalam konsultasi, menyatakan dalam wawancara dengan CNBC pada Juli 2025 bahwa "Bali memiliki potensi menjadi pusat keuangan Asia dengan regulasi yang transparan dan sistem yang efisien." Ia menekankan pentingnya fokus pada keberlanjutan lingkungan untuk menarik investor global.

Ekonom senior Faisal Basri dari Universitas Indonesia memperingatkan dalam Tempo.co pada 1 Oktober 2025 bahwa "proyek ini bagus, tapi harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan di Bali. Jangan sampai overtourism memperburuk krisis air." Sementara itu, Chatib Basri, mantan Menteri Keuangan, mengatakan kepada Bisnis Indonesia bahwa "dengan insentif pajak dan sistem hukum yang ramah, Bali bisa menarik US$10 miliar investasi asing per tahun, tapi perlu infrastruktur yang kuat."

Di sisi lain, William Reinsch dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) memperingatkan dalam analisisnya pada Agustus 2025 bahwa persaingan regional bisa menjadi hambatan. "Indonesia harus menawarkan sesuatu yang unik, seperti integrasi dengan ekonomi hijau, untuk bersaing dengan Dubai," katanya.

Kesimpulan

Rencana mengembangkan Bali sebagai pusat keuangan global adalah langkah ambisius yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan dukungan Prabowo dan investor seperti Ray Dalio, proyek ini memiliki potensi besar, tapi tantangan seperti krisis air dan persaingan regional perlu diatasi. Jika berhasil, Bali bisa menjadi model sukses untuk negara berkembang lainnya.