Indonesia Industry Outlook 2025: Kelas Menengah Menyusut, Bisnis Hadapi Tantangan Besar

10/3/20252 min baca

vehicles on roadway between high rise buildings
vehicles on roadway between high rise buildings

Surakarta, 3 Oktober 2025 – Riset terbaru Indonesia Industry Outlook (IIO) 2025 yang dirilis oleh Bisnis Indonesia mengungkapkan penurunan drastis jumlah kelas menengah di Indonesia, yang menjadi tantangan besar bagi dunia usaha pada 2025. Laporan ini akan menjadi fokus utama pada Konferensi Indonesia Industry Outlook yang digelar pada 23-24 Oktober 2025 di Jakarta, dengan tema "Megashift: Navigating New Economic Paradigms". Penurunan kelas menengah ini, yang merupakan tulang punggung konsumsi domestik, mengancam pertumbuhan bisnis di berbagai sektor, meskipun pemerintah tetap optimistis dengan target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada 2025.

Menurut laporan IIO, kelas menengah Indonesia, yang didefinisikan sebagai individu dengan pengeluaran harian US$2-20 (sekitar Rp30.000-Rp300.000), menyusut dari 52 juta jiwa pada 2019 menjadi hanya 45 juta jiwa pada 2024, berdasarkan data Bank Dunia. Penurunan ini dipicu oleh inflasi tinggi, kenaikan biaya hidup, dan perlambatan ekonomi global. Inflasi Indonesia mencapai 2,37% pada Juli 2025, tertinggi tahun ini, menurut BPS, dengan harga pangan dan energi sebagai pendorong utama.

Dampak Penyusutan Kelas Menengah

Kelas menengah adalah penggerak utama konsumsi domestik, menyumbang 54,5% dari PDB Indonesia, menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Penyusutan ini berdampak langsung pada sektor ritel, otomotif, dan properti. Penjualan mobil turun 15% pada 2024, sementara transaksi properti residensial di Jakarta melambat 20%, menurut Colliers Indonesia. "Bisnis yang bergantung pada daya beli kelas menengah akan kesulitan jika tren ini berlanjut," ujar ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri, dalam wawancara dengan Kompas pada 1 Oktober 2025.

Di sisi lain, sektor padat karya seperti tekstil dan makanan-minuman tetap menunjukkan ketahanan. Menurut Kamar Dagang dan Industri (Kadin), ekspor makanan olahan naik 12% pada 2024, didorong oleh permintaan global dan kebijakan hilirisasi pemerintah. Namun, tantangan utama adalah bagaimana bisnis beradaptasi dengan perubahan pola konsumsi, di mana kelas menengah beralih ke produk yang lebih terjangkau.

Konferensi IIO 2025: Menavigasi Perubahan

Konferensi IIO pada 23-24 Oktober akan membahas strategi bisnis menghadapi "megashift" ini. Pembicara seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan CEO GoTo Group Patrick Walujo akan mengupas dampak penyusutan kelas menengah dan kebijakan pemerintah seperti stimulus 8+4+5 senilai Rp16,23 triliun. Menurut Bisnis.com, konferensi ini akan fokus pada tiga pilar: digitalisasi, hilirisasi, dan inklusi ekonomi.

Airlangga menegaskan bahwa stimulus pemerintah, termasuk perpanjangan PPh Final 0,5% untuk UMKM hingga 2029, akan membantu menjaga daya beli. "Kami targetkan PDB 5,2% pada 2025, dengan UMKM dan konsumsi domestik sebagai penggerak utama," ujarnya dalam wawancara dengan CNN Indonesia pada 2 Oktober 2025. Namun, ia juga mengakui bahwa perlambatan global, seperti shutdown pemerintah AS, bisa memengaruhi ekspor Indonesia.

Tantangan dan Peluang Bisnis

Ekonom dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, memperingatkan bahwa penyusutan kelas menengah bisa memperburuk ketimpangan sosial. "Bisnis harus inovasi, seperti fokus pada produk affordable dan e-commerce," katanya di Tempo.co. Sementara itu, peluang muncul di sektor digital, dengan transaksi e-commerce Indonesia diprediksi tumbuh 20% pada 2025, menurut eMarketer.

Namun, ancaman eksternal seperti shutdown AS, yang merugikan ekonomi global hingga US$1 miliar per hari menurut Moody’s Analytics, bisa memperburuk tekanan pada rupiah, yang kini di Rp16.278 per dolar AS. Hal ini meningkatkan biaya impor bahan baku, memengaruhi bisnis lokal.

Kesimpulan

Penyusutan kelas menengah menjadi tantangan besar bagi bisnis Indonesia pada 2025, terutama di sektor ritel dan properti. Namun, peluang di sektor digital dan ekspor tetap terbuka dengan dukungan kebijakan pemerintah. Konferensi IIO 2025 diharapkan memberikan solusi konkret untuk menavigasi perubahan ini, dengan fokus pada inovasi dan inklusi ekonomi.