Indonesia Peringkat Kedua Dunia dengan Pengangguran 7,28 Juta: Generasi Z Hadapi Tantangan Berat

6/14/20252 min baca

four boy playing ball on green grass
four boy playing ball on green grass

International Monetary Fund (IMF) dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dengan jumlah pengangguran tertinggi setelah China, mencapai 7,28 juta orang pada 2024. Posisi ini juga menjadikan Indonesia negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di Asia Tenggara. Menurut proyeksi IMF, tingkat pengangguran Indonesia diperkirakan mencapai 5% pada 2025, naik dari 4,9% pada 2024, dan akan meningkat lagi menjadi 5,1% pada 2026. Sementara itu, tingkat pengangguran di China diprediksi stabil di 5,1% selama periode 2024-2026.

Data Nasional dari Sakernas dan Perbandingan dengan IMF

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dirilis pada Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia mengalami penurunan kecil sebesar 0,06% dibandingkan Februari 2024, menjadi 4,76%. Meskipun menunjukkan perbaikan, angka ini kontras dengan proyeksi IMF yang lebih pesimistis. Perbedaan ini, menurut laporan Kompas.id, disebabkan oleh metodologi yang berbeda: Sakernas hanya mengukur pengangguran terbuka, sedangkan IMF memasukkan faktor ekonomi makro seperti pengangguran terselubung dan ketidakstabilan pasar tenaga kerja.

Generasi Z: Kelompok Paling Terdampak

Generasi Z, yang lahir antara 1997 dan 2012, menjadi kelompok yang paling rentan terhadap pengangguran. Data Kementerian Ketenagakerjaan per Agustus 2024 menyebutkan bahwa 70% dari total pengangguran di Indonesia berasal dari kelompok usia 19-24 tahun, yang didominasi oleh Generasi Z. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyoroti bahwa ketidaksesuaian antara jurusan pendidikan dan kebutuhan pasar kerja menjadi penyebab utama. Banyak dari mereka memilih jurusan yang kurang diminati industri, sehingga sulit bersaing di pasar tenaga kerja yang semakin kompetitif.

Lulusan SMK: Angka Pengangguran Tertinggi

Di antara berbagai jenjang pendidikan, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencatatkan angka pengangguran tertinggi, diikuti oleh lulusan SMA, SD, Diploma, dan Sarjana. Menurut The Jakarta Post, masalah ini berakar pada kurangnya keterampilan praktis yang sesuai dengan kebutuhan industri modern. Banyak lulusan SMK tidak mendapatkan pelatihan memadai atau akses ke program magang yang berkualitas. Yassierli menegaskan bahwa reformasi kurikulum SMK sangat mendesak untuk menyelaraskan pendidikan vokasi dengan tuntutan pasar, seperti teknologi digital dan manufaktur cerdas.

Faktor Penyebab Pengangguran yang Kompleks

Tingginya pengangguran di Indonesia dipengaruhi oleh sejumlah faktor struktural dan eksternal:

  1. Perlambatan Ekonomi Global: Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia turun dari 5,1% pada 2024 menjadi 4,9% pada 2025, akibat ketegangan geopolitik dan pelemahan perdagangan global. Hal ini membatasi penciptaan lapangan kerja baru.

  2. Disrupsi Teknologi: Otomatisasi dan digitalisasi mengurangi kebutuhan tenaga kerja di sektor tradisional seperti manufaktur dan pertanian, sementara tenaga kerja muda belum siap mengisi posisi di sektor teknologi.

  3. Dampak Pandemi: Pandemi COVID-19 menyebabkan hilangnya jutaan pekerjaan, terutama di sektor informal yang menjadi tumpuan Generasi Z. Pemulihan ekonomi belum sepenuhnya mengembalikan lapangan kerja tersebut.

  4. Ketimpangan Keterampilan: Menurut International Labour Organization (ILO), sekitar 60% tenaga kerja muda di Indonesia kekurangan keterampilan yang relevan dengan industri saat ini, seperti kemampuan digital dan analisis data.

Respons Pemerintah dan Tantangan ke Depan

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah untuk mengurangi pengangguran, termasuk meluncurkan program pelatihan vokasi, subsidi upah, dan kerja sama dengan sektor swasta untuk menyediakan magang. Namun, ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai langkah ini belum cukup. Ia menyarankan pendekatan yang lebih terintegrasi, seperti investasi besar-besaran di bidang pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dan pengembangan industri berbasis inovasi.

Laporan World Economic Forum juga menekankan bahwa transformasi digital dapat menjadi solusi jangka panjang. Dengan mempercepat adopsi teknologi dan menciptakan ekosistem startup, Indonesia berpotensi membuka lapangan kerja baru yang sesuai dengan era ekonomi digital.

Pandangan ke Masa Depan

Proyeksi IMF yang memperkirakan kenaikan pengangguran hingga 5,1% pada 2026 menjadi peringatan bagi Indonesia. Tanpa intervensi yang signifikan, masalah ini dapat memicu ketidakstabilan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Fokus pada pengembangan keterampilan, reformasi pendidikan vokasi, dan diversifikasi ekonomi menjadi langkah krusial untuk mengatasi tantangan ini.