Kawasan Asia Dorong Tokenisasi Aset Dunia Nyata, Libatkan Institusi Besar Dunia

7/14/20253 min baca

people gathered outside buildings and vehicles
people gathered outside buildings and vehicles

Jakarta, 14 Juli 2025 – Asia telah muncul sebagai pemimpin global dalam teknologi tokenisasi, sebuah proses revolusioner yang mengubah hak kepemilikan aset nyata—seperti properti, obligasi, atau komoditas—menjadi token digital yang dapat diperdagangkan di blockchain. Teknologi ini menawarkan likuiditas yang lebih besar, akses pasar yang lebih luas, dan efisiensi transaksi yang signifikan. Menurut laporan World Economic Forum tahun 2024, pasar tokenisasi global diperkirakan akan mencapai US$24 triliun pada 2027, dengan Asia menyumbang porsi terbesar berkat regulasi yang jelas dan inovasi yang pesat. Hong Kong dan Jepang, khususnya, menjadi sorotan dunia karena pendekatan mereka yang progresif dalam mendorong adopsi teknologi ini.

Pengantar: Mengapa Asia Menjadi Pusat Tokenisasi?

Tokenisasi memungkinkan aset yang sebelumnya sulit diperdagangkan menjadi lebih likuid dan mudah diakses melalui representasi digital di blockchain. Proses ini telah menarik perhatian investor global, terutama karena Asia menawarkan lingkungan regulasi yang mendukung dan infrastruktur teknologi yang canggih. Menurut Bloomberg, pada 2024, lebih dari 60% investasi global dalam proyek blockchain berbasis tokenisasi mengalir ke Asia, didorong oleh kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah di kawasan ini. Hong Kong dan Jepang, dengan pendekatan yang berbeda namun saling melengkapi, menjadi pelopor utama dalam tren ini.

Peran Hong Kong dan Project Ensemble

Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) meluncurkan Project Ensemble pada awal 2025, sebuah sandbox regulasi yang dirancang untuk menguji tokenisasi aset dunia nyata (Real World Assets atau RWA). Sandbox ini bertujuan untuk menciptakan standar global dalam tokenisasi, memungkinkan institusi keuangan untuk bereksperimen dengan teknologi ini dalam lingkungan yang aman dan terkontrol. HKMA menyatakan bahwa tujuan utama proyek ini adalah untuk mempercepat inovasi sambil memastikan stabilitas sistem keuangan.

Salah satu daya tarik utama Project Ensemble adalah keterlibatan institusi besar seperti HSBC, bank terbesar di Hong Kong. HSBC telah menyelesaikan beberapa uji coba penting, termasuk transfer token deposit antarbank dan penyelesaian surat berharga elektronik berbasis blockchain. Menurut pernyataan resmi HSBC, partisipasi mereka menunjukkan "komitmen untuk memanfaatkan teknologi blockchain guna meningkatkan efisiensi pasar modal." Selain HSBC, perusahaan teknologi seperti Ant Group juga dilaporkan bergabung, memperkuat posisi Hong Kong sebagai pusat inovasi keuangan digital.

Posisi Jepang dalam Ekosistem Tokenisasi

Jepang, dengan pendekatan yang lebih terencana, telah membangun ekosistem tokenisasi yang kokoh melalui regulasi yang matang. Undang-Undang Layanan Pembayaran Jepang (Payment Services Act), yang diperbarui pada 2023, memberikan kerangka hukum untuk stablecoin yang diatur. Undang-undang ini mengizinkan stablecoin menyimpan hingga 50% cadangannya dalam obligasi pemerintah berisiko rendah dan deposito berjangka, sebuah langkah yang dipuji karena menyeimbangkan inovasi dengan stabilitas finansial.

Di sisi infrastruktur, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), salah satu bank terbesar di Jepang, telah menjadi pelopor dalam pengembangan platform penerbitan token keamanan. Platform ini memungkinkan perusahaan untuk menerbitkan dan mengelola token dengan efisien, mengurangi biaya dan waktu yang biasanya terkait dengan proses tradisional. Sebagai contoh, pada 2024, MUFG berhasil menokenisasi obligasi senilai ¥50 miliar (sekitar US$340 juta) untuk sebuah perusahaan properti, menunjukkan potensi teknologi ini dalam membuka likuiditas baru. Nikkei Asia melaporkan bahwa keberhasilan ini telah mendorong lebih banyak perusahaan Jepang untuk menjajaki tokenisasi.

Perbandingan Pendekatan Hong Kong dan Jepang

Hong Kong dan Jepang memiliki pendekatan yang berbeda dalam mendorong tokenisasi, mencerminkan prioritas dan kekuatan masing-masing. Jepang mengadopsi strategi jangka panjang dengan fokus pada pembangunan fondasi yang kuat melalui regulasi yang ketat dan kolaborasi dengan institusi keuangan tradisional. Pendekatan ini memastikan stabilitas dan kepercayaan, tetapi terkadang dianggap lambat dalam merespons tren teknologi yang cepat.

Sebaliknya, Hong Kong menonjolkan kelincahan dan inovasi cepat melalui Project Ensemble. Sandbox ini memungkinkan pengujian teknologi baru dalam waktu singkat, menarik perusahaan rintisan (startup) dan institusi besar untuk bereksperimen tanpa hambatan regulasi yang berlebihan. Maarten Henskens, kepala divisi blockchain di ABN AMRO, mengamati bahwa "Asia, khususnya Hong Kong dan Jepang, sedang mengalami perpindahan modal dari Barat ke Timur karena kejelasan regulasi dan ekosistem yang mendukung."

Dampak Global dan Prospek Masa Depan

Perkembangan tokenisasi di Asia memiliki dampak yang jauh melampaui batas kawasan. Dengan regulasi yang jelas dan keterlibatan institusi besar, Asia berpotensi menjadi pusat tokenisasi global. Laporan Deloitte tahun 2024 memproyeksikan bahwa pasar tokenisasi di Asia akan tumbuh sebesar 25% per tahun hingga 2030, didorong oleh adopsi blockchain yang luas dan dukungan pemerintah. Selain itu, McKinsey & Company memperkirakan bahwa tokenisasi dapat membuka akses pasar senilai US$5 triliun untuk usaha kecil dan menengah di Asia dalam dekade mendatang.

Kolaborasi antara sektor publik dan swasta, seperti yang terlihat di Project Ensemble dan inisiatif MUFG, juga menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. Ini tidak hanya menguntungkan investor besar tetapi juga memungkinkan perusahaan kecil untuk mengakses modal dengan lebih mudah melalui tokenisasi aset mereka.

Kesimpulan

Asia, dengan Hong Kong dan Jepang sebagai ujung tombak, telah memposisikan diri sebagai pemimpin dalam tokenisasi aset dunia nyata. Hong Kong menawarkan inovasi cepat melalui Project Ensemble, sementara Jepang membangun fondasi yang kokoh dengan regulasi matang dan infrastruktur canggih. Dengan dukungan institusi besar seperti HSBC dan MUFG, serta proyeksi pertumbuhan yang kuat, Asia siap memainkan peran sentral dalam masa depan keuangan digital global.