Kesepakatan Perdagangan Indonesia-AS Terancam Gagal: Jakarta Mundur dari Komitmen

12/11/20252 min baca

cargo ships docked at the pier during day
cargo ships docked at the pier during day

Surakarta, 11 Desember 2025 - Negosiasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang dicapai pada Juli 2025 kini berada di ujung tanduk, setelah Jakarta dilaporkan menarik kembali beberapa komitmen kunci yang telah disepakati. Seorang pejabat senior AS menyatakan kekecewaan mendalam, menyebut langkah Indonesia sebagai pengingkaran atas kesepakatan awal. "Mereka mengingkari apa yang telah kita sepakati," ujar pejabat tersebut, seperti dilaporkan Reuters pada 10 Desember 2025. Meski demikian, pemerintah AS tengah melanjutkan pembicaraan untuk menyelamatkan deal ini, sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, selaku kepala negosiator Indonesia, menekankan perlunya kesepakatan yang saling menguntungkan dengan harmonisasi bahasa yang jelas untuk menghindari salah paham. Sementara itu, seorang pejabat Indonesia menyampaikan kepada Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer bahwa Jakarta tidak bisa menerima komitmen yang terlalu mengikat dan ingin merundingkannya ulang, menurut sumber diplomatik.

Kesepakatan Juli tersebut, yang dikenal sebagai paket tariff preferensial, awalnya dirancang untuk memperkuat hubungan dagang bilateral di tengah ketegangan global, termasuk pemberian cap tarif maksimal 19% untuk impor produk Indonesia ke AS sebagai ganti komitmen Jakarta dalam bidang investasi teknologi dan regulasi lingkungan. Namun, pushback dari Indonesia muncul karena kekhawatiran atas klausul yang dianggap merugikan sektor domestik, seperti ketentuan ketat mengenai investasi asing di industri strategis dan standar lingkungan yang bisa menghambat ekspor sawit dan nikel. Pejabat AS menilai langkah ini sebagai pembalikan yang bisa membuat deal "gagal total", terutama di era transisi pemerintahan Donald Trump yang dikenal proteksionis. Di sisi lain, pemerintah Indonesia membantah rumor bahwa negosiasi macet total, dengan Airlangga Hartarto menegaskan bahwa diskusi masih berlangsung untuk mencapai kesepakatan yang adil. Pernyataan ini datang setelah shutdown pemerintah AS pada Oktober 2025 sempat menghambat kemajuan, di mana Airlangga menyebut hal itu sebagai faktor eksternal yang memperlambat proses.

Kontroversi ini menambah ketegangan dalam hubungan dagang bilateral, di mana AS telah memberikan konsesi tarif untuk mendukung ekspor Indonesia, tapi Jakarta merasa perlu penyesuaian untuk melindungi kepentingan nasional. Ekonom menilai bahwa kegagalan deal ini bisa merugikan Indonesia, mengingat AS adalah mitra dagang utama dengan volume perdagangan mencapai US$30 miliar pada 2025, terutama di sektor tekstil dan elektronik. Sementara itu, di era Trump yang baru, risiko tarif lebih tinggi mengancam, karena presiden terpilih dikenal dengan kebijakan "America First" yang bisa memperburuk akses pasar bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia optimistis bisa menyelesaikan isu ini melalui dialog, dengan Airlangga menekankan pentingnya kesepakatan yang berkelanjutan dan saling menguntungkan. Namun, jika negosiasi gagal, ini bisa menjadi pukulan bagi upaya diversifikasi ekspor Indonesia di tengah ketegangan dagang global.