Ketegangan Berlanjut, Menkeu China akan Sambangi AS Besok Bahas Tarif

10/12/20252 min baca

Ketegangan Berlanjut, Menkeu China akan Sambangi AS Besok Bahas Tarif
Ketegangan Berlanjut, Menkeu China akan Sambangi AS Besok Bahas Tarif

Surakarta, 12 Oktober 2025 – Menteri Keuangan (Menkeu) China, Paul Chan Mo-Po, mengumumkan rencananya untuk menghadiri pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank di Amerika Serikat (AS). Kunjungan ini akan dimanfaatkan untuk membahas ketegangan tarif perdagangan yang semakin memanas antara kedua negara. Chan menyatakan keyakinannya bahwa komunikasi terbuka dapat menghilangkan kesalahpahaman dan membangun kepercayaan mutual. "Saya juga akan membahas topik-topik yang menjadi perhatian mereka," ujar Chan, seperti dilansir dari South China Morning Post.

Pertemuan tersebut dijadwalkan berlangsung dari Senin (13/10) hingga Sabtu (18/10) di Washington, D.C. Kunjungan Chan ini bertepatan dengan pemberlakuan tarif baru oleh AS terhadap ekspor China, yang memperumit keadaan ekonomi global. Langkah China ini dianggap sebagai respons terhadap kebijakan proteksionis Trump, yang bertujuan melindungi industri domestik AS dari kompetisi asing.

Latar Belakang Ketegangan Tarif AS-China

Ketegangan perdagangan AS-China telah berlangsung sejak 2018, ketika Trump pertama kali memberlakukan tarif terhadap barang impor China untuk mengurangi defisit perdagangan AS yang mencapai US$375 miliar pada 2024, menurut data U.S. Census Bureau. Pada Oktober 2025, Trump mengumumkan tarif sebesar 100% terhadap barang-barang China sebagai balasan atas pembatasan ekspor bahan dan teknologi tanah jarang oleh Beijing, yang berlaku mulai 1 Desember. Mineral tanah jarang ini vital bagi industri teknologi tinggi, seperti semikonduktor dan baterai, di mana China menguasai sekitar 70% pasokan global, seperti dilaporkan Reuters.

China, melalui Kementerian Perdagangan, menekankan bahwa mereka tidak akan mundur. "Kami tidak ingin perang tarif, tapi kami tidak takut menghadapinya," ujar juru bicara He Yadong dalam konferensi pers di Beijing. Menurut Bloomberg, China sedang mempertimbangkan langkah balasan seperti pembatasan ekspor lithium atau grafit, yang bisa memengaruhi industri EV AS.

Dampak pada Pasar Keuangan

Ancaman tarif ini memicu gejolak di pasar keuangan. Pasar saham AS anjlok, dengan S&P 500 turun 1,5%, Nasdaq 2,4%, dan Dow Jones 1,9%, menurut MarketWatch. Di Asia, IHSG Indonesia turun 0,5% ke 7.892, sementara rupiah melemah ke Rp16.454 per dolar AS, dipengaruhi oleh capital outflow, seperti dilaporkan Bisnis Indonesia.

Di pasar kripto, Bitcoin naik tipis ke US$111.000, menurut CoinMarketCap, karena investor mencari lindung nilai terhadap ketidakstabilan fiat. "Ketegangan ini bisa dorong investor ke crypto sebagai alternatif," kata analis Ted Pillow di X.

Pendapat Ahli dan Implikasi Jangka Panjang

Para ekonom memperingatkan bahwa eskalasi perang tarif bisa memperlambat pertumbuhan global. Nouriel Roubini dari NYU mengatakan di CNBC, "Perang dagang ini bisa menambah inflasi AS 0,3% dan memperlambat PDB 0,2% pada 2026." Di sisi lain, analis dari Goldman Sachs memperkirakan bahwa jika diplomasi berhasil, pasar bisa pulih cepat, meskipun ketidakpastian tetap membayangi.

Di Indonesia, sebagai mitra dagang, ancaman ini bisa memengaruhi ekspor komoditas seperti nikel. "Indonesia harus diversifikasi pasar untuk mengurangi risiko," kata ekonom Faisal Basri dari UI di Kompas.

Kesimpulan

Kunjungan Menkeu China ke AS untuk pertemuan IMF-World Bank menjadi kesempatan krusial untuk meredakan ketegangan tarif. Dengan China yang tegas tidak takut perang tarif, dialog ini diharapkan membangun kepercayaan dan mencegah eskalasi yang bisa merugikan ekonomi global. Pasar akan terus memantau hasil pertemuan ini untuk arah kebijakan perdagangan ke depan.

Image Source: South China Morning Post