Kolaborasi ITB-UIN Bandung dan FutureSense Korea: Kembangkan Sistem E-Halal Berbasis Blockchain-AI

11/12/20253 min baca

A large building with a fountain in front of it
A large building with a fountain in front of it

Surakarta, 12 November 2025 - Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan perusahaan teknologi pangan asal Korea Selatan, FutureSense, resmi menandatangani kerja sama strategis untuk mengembangkan Sistem E-Halal berbasis blockchain dan kecerdasan buatan (AI). Kolaborasi ini tidak hanya mencakup pembangunan sistem sertifikasi halal digital yang lebih efisien, tetapi juga partisipasi dalam pendirian Incheon Halal Center di Korea Selatan. Inisiatif ini diharapkan memperkuat ekosistem halal global, khususnya di negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) dan ASEAN, dengan mengintegrasikan teknologi mutakhir untuk menjamin keaslian dan traceability produk halal. Kerja sama ini selaras dengan upaya pemerintah Indonesia melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk memodernisasi sertifikasi halal nasional, di mana sistem E-Halal akan terintegrasi langsung dengan platform SiHalal BPJPH untuk meningkatkan kredibilitas dan efisiensi proses.

Penandatanganan kerja sama ini berlangsung pada akhir Oktober 2025, sebagaimana dilaporkan dalam artikel media Korea berjudul "AI 푸드테크 ‘퓨처센스’, 印 명문대 맞손… E-할랄 인증 시스템 구축" yang diterbitkan pada 28 Oktober 2025. Kolaborasi ini memadukan keahlian ilmiah, teknologi, dan nilai-nilai Islam untuk membangun "Halalsphere University" di UIN Bandung, yang akan menjadi pusat riset halal berbasis teknologi. Sistem E-Halal dirancang untuk mentransformasi proses sertifikasi halal menjadi lebih cepat, transparan, dan dapat ditelusuri secara real-time. Melalui blockchain, seluruh rantai nilai halal—mulai dari bahan baku, produksi, hingga distribusi—akan dicatat secara aman dan anti-manipulasi, sehingga mengurangi risiko pemalsuan sertifikat yang sering menjadi masalah di industri halal. Integrasi AI akan memungkinkan analisis otomatis, seperti deteksi kesalahan dalam proses sertifikasi dan prediksi permintaan pasar, yang dapat mengurangi waktu sertifikasi hingga 40% dan meningkatkan akurasi.

Peran masing-masing pihak dalam kolaborasi ini jelas terbagi. UIN Bandung bertanggung jawab atas riset, validasi, dan standardisasi sistem halal, memastikan kesesuaian dengan prinsip syariah. ITB menangani arsitektur sistem dan pengolahan data, memanfaatkan keahlian mereka di bidang teknologi informasi dan rekayasa. Sementara itu, FutureSense menyediakan teknologi blockchain dan AI, termasuk platform untuk traceability real-time yang telah mereka kembangkan di sektor pangan Korea. Inovasi ini diharapkan mewujudkan konsep "trust economy" yang menekankan kejujuran, akuntabilitas, dan keberlanjutan, sebagaimana ditekankan dalam seminar "The Future of Halal Supply Chain" yang diselenggarakan pada April 2025 oleh ESQ Halal Center. Seminar tersebut menyoroti bagaimana blockchain dan AI dapat mengatasi tantangan regulasi dan transparansi di rantai pasok halal, dengan pembicara seperti Haikal Hassan dari BPJPH dan Prof. Dr. Marco Tieman yang membahas digitalisasi untuk pasar global.

Secara lebih luas, pengembangan sistem seperti ini bukanlah yang pertama di dunia halal. Sebuah studi yang diterbitkan pada Januari 2025 dalam Journal of Halal Review mengeksplorasi integrasi AI dan blockchain untuk meningkatkan akurasi sertifikasi halal, dengan fokus pada platform SiHalal di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa AI dapat mengotomatisasi deteksi kesalahan, sementara blockchain menyediakan catatan immutable untuk mencegah penipuan, sehingga meningkatkan kepercayaan publik dan kepuasan pengguna. Di Indonesia, di mana sertifikasi halal sering menghadapi keterlambatan birokratis hingga 45 hari dan isu pemalsuan, solusi blockchain seperti yang diusulkan dalam artikel LinkedIn pada Mei 2025 dapat merevolusi proses dengan menggunakan smart contracts untuk otomatisasi persetujuan dan NFT untuk sertifikat digital. Produsen dapat mengajukan aplikasi melalui portal API, auditor mengunggah laporan ke IPFS untuk penyimpanan desentralisasi, dan konsumen memverifikasi melalui QR code di aplikasi mobile, memastikan transparansi penuh.

Contoh sukses serupa telah diterapkan di negara lain. Di Malaysia, sistem blockchain digunakan untuk melacak ayam dari peternakan hingga meja makan, mengurangi pemborosan makanan halal hingga 30% melalui prediksi AI berdasarkan data media sosial dan cuaca. Di Dubai, Halal Trade Platform memanfaatkan blockchain untuk catatan immutable, sementara AI seperti computer vision menganalisis footage rumah potong untuk memastikan kepatuhan, mengurangi biaya kepatuhan hingga 25% dan meningkatkan peluang ekspor hingga 15%. Prototipe blockchain untuk pencatatan sertifikat halal, seperti yang dibahas dalam publikasi ResearchGate pada Agustus 2025, menunjukkan bagaimana teknologi ini dapat memverifikasi sertifikat secara prototipe, meskipun tanpa integrasi AI eksplisit, tetapi dengan potensi untuk dikombinasikan guna meningkatkan keamanan.

Implementasi proyek kolaborasi ITB-UIN-FutureSense dijadwalkan dimulai pada awal 2026, dengan peluncuran resmi pada akhir tahun tersebut. Saat itu, akan dirilis Digital Halal Standard Guidelines yang dapat diadopsi oleh negara-negara OIC dan ASEAN, memposisikan Indonesia sebagai pemimpin di pasar halal global yang bernilai triliunan dolar. Pendirian Incheon Halal Center diharapkan menjadi pusat inovasi halal di Asia Timur, memfasilitasi perdagangan halal antara Indonesia dan Korea Selatan, serta memperkuat hubungan bilateral di bidang teknologi pangan. Dengan demikian, kolaborasi ini tidak hanya menyelesaikan isu domestik seperti penipuan sertifikat, tetapi juga membuka peluang ekspor baru bagi UMKM halal Indonesia.

Langkah ini sejalan dengan tren global di industri halal, di mana teknologi seperti AI dan blockchain diproyeksikan menjadi kunci untuk pertumbuhan berkelanjutan. Seperti yang dibahas dalam seminar ESQ, bisnis harus mengadopsi digitalisasi untuk tetap kompetitif, menghindari kesalahan regulasi, dan memanfaatkan peluang pasar halal yang terus berkembang. Di masa depan, inovasi semacam ini bisa meluas ke sektor lain, seperti farmasi dan kosmetik, sebagaimana telah dilakukan oleh ITB Halal Center yang fokus pada pengujian produk makanan, obat, dan kosmetik. Kolaborasi ini menjadi tonggak penting bagi Indonesia dalam membangun ekosistem halal yang modern dan terpercaya.