Menguat Terhadap Dolar, Namun Rupiah Keok Jadi Rp3.900 per Ringgit

5/6/20253 min baca

200 banknote on white textile
200 banknote on white textile

Jakarta, 6 Mei 2025 – Nilai tukar rupiah Indonesia menunjukkan dinamika yang kontras pada hari ini, Selasa (6/5). Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp16.471 per dolar, meskipun sempat menyentuh level Rp17.000 setelah pengumuman kebijakan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump pada April 2025. Namun, di sisi lain, rupiah melemah signifikan terhadap ringgit Malaysia, mencapai Rp3.900 per ringgit, menunjukkan tekanan berbeda yang dihadapi mata uang Tanah Air ini di pasar regional.

Faktor Penguatan Rupiah terhadap Dolar AS

Penguatan rupiah terhadap dolar AS didorong oleh pergeseran sentimen investor global. Kebijakan tarif yang diumumkan Trump memicu kekhawatiran akan dampak negatif pada ekonomi AS, mendorong investor untuk mengalihkan dana dari dolar ke mata uang Asia. Menurut survei Reuters, pada awal Mei 2025, investor meningkatkan posisi long pada mata uang Asia, termasuk rupiah, seiring melemahnya dolar AS. Hal ini mencerminkan tren bullish terhadap mata uang emerging markets di kawasan Asia.

Namun, penguatan ini tidak sepenuhnya mencerminkan kepercayaan terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Sentimen negatif masih membayangi rupiah akibat kekhawatiran domestik, khususnya terkait kesehatan fiskal dan ketidakpastian kebijakan pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto.

Rupiah Melemah terhadap Ringgit Malaysia

Sementara rupiah menunjukkan tanda-tanda pemulihan terhadap dolar AS, performanya justru terpuruk terhadap ringgit Malaysia. Data nilai tukar historis dari Xe.com menunjukkan bahwa pada April 2025, 1 ringgit Malaysia setara dengan Rp3.815, tetapi pada Mei 2025, angka ini meningkat menjadi Rp3.900 per ringgit. Depresiasi ini menandakan pelemahan daya saing rupiah di pasar regional.

Penguatan ringgit Malaysia terhadap dolar AS dan mata uang lainnya di kawasan Asia Tenggara didukung oleh流入 (inflow) investasi asing yang kuat ke Malaysia. Faktor ini kontras dengan tantangan fiskal yang dihadapi Indonesia, yang membuat investor lebih memilih ringgit sebagai aset yang relatif lebih stabil di kawasan ini.

Tren Mata Uang Asia: Dolar Taiwan dan Yen Jepang Bersinar

Pergerakan mata uang Asia lainnya juga menjadi sorotan. Dilansir dari Bloomberg, dolar Taiwan mencatatkan kenaikan signifikan, bahkan sempat mencapai rekor tertinggi dalam lebih dari tiga dekade pada perdagangan intraday. Gubernur bank sentral Taiwan, Yang Chin-long, mengatakan bahwa komentar pasar yang berlebihan telah memicu pembelian dolar Taiwan secara “berlebihan” oleh eksportir dan investor asing. Ia menekankan perlunya kewaspadaan terhadap volatilitas yang berlebihan.

Sementara itu, yen Jepang menguat sebesar 0,9%, menjadi mata uang terkuat di antara 10 mata uang utama dunia. Penguatan ini mencerminkan peran yen sebagai safe haven di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan perdagangan AS.

Kekhawatiran Fiskal Indonesia

Di dalam negeri, sentimen negatif terhadap rupiah dipicu oleh kekhawatiran atas keberlanjutan fiskal Indonesia. Program ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan makanan gratis bagi lebih dari seperempat penduduk Indonesia, yang membutuhkan dana sebesar Rp71 triliun (US$4,29 miliar), menjadi sorotan utama. Investor khawatir bahwa program ini akan meningkatkan beban utang negara, terutama jika tidak diimbangi dengan strategi pendanaan yang jelas.

Selain itu, peluncuran dana sovereign baru bernama Danantara Indonesia juga menuai skeptisisme. Meskipun Prabowo menegaskan bahwa dana ini dapat diaudit secara transparan, kekhawatiran akan potensi intervensi politik dalam pengelolaannya tetap menjadi perhatian investor. Ketidakpastian ini memperburuk persepsi terhadap stabilitas ekonomi Indonesia di mata pasar global.

Pandangan Analis Pasar

Meskipun ada tanda-tanda pemulihan terhadap dolar AS, para analis memperingatkan agar investor tetap berhati-hati. Leah Traub, Kepala Tim Mata Uang di Lord Abbett & Co., mengatakan, “Saya akan berhati-hati untuk terlalu banyak bersandar pada apresiasi ini karena bank-bank sentral di Taiwan, Malaysia, dan terutama Hong Kong memiliki cadangan devisa yang besar untuk membeli dolar jika diperlukan guna menstabilkan mata uang mereka.”

Analis juga menyoroti bahwa penguatan mata uang Asia terhadap dolar AS tidak menjamin stabilitas jangka panjang. Ketidakpastian global, termasuk potensi eskalasi tarif perdagangan AS, dapat memicu volatilitas yang lebih besar di pasar keuangan.

Dampak Ekonomi dan Prospek ke Depan

Pelemahan rupiah terhadap ringgit Malaysia berpotensi memengaruhi daya saing ekspor Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Malaysia, sebagai mitra dagang utama, dapat memanfaatkan penguatan ringgit untuk memperkuat posisi produknya di pasar regional. Di sisi lain, penguatan rupiah terhadap dolar AS dapat sedikit meringankan beban impor, khususnya untuk komoditas seperti minyak mentah dan bahan baku industri.

Namun, tantangan domestik tetap menjadi prioritas. Pemerintah Indonesia perlu segera mengklarifikasi strategi pembiayaan program sosial dan menjaga transparansi dalam pengelolaan dana sovereign untuk memulihkan kepercayaan investor. Tanpa langkah konkret, rupiah berisiko menghadapi tekanan lebih lanjut, baik terhadap dolar AS maupun mata uang regional seperti ringgit.