Nepal Blokir Media Sosial, Aplikasi Chat Terdesentralisasi Bitchat Ramai Digunakan
Kathmandu, 10 September 2025 – Lebih dari 48.800 masyarakat Nepal mengunduh Bitchat, aplikasi chat terdesentralisasi milik Jack Dorsey, yang memungkinkan pengguna mengirim pesan tanpa koneksi internet, pada Senin (08/09). Angka ini melonjak drastis dari sebelumnya hanya 3.344 unduhan pada Rabu (03/09), menurut data dari App Store dan Google Play. Lonjakan ini terjadi setelah pemerintah Nepal memblokir 26 platform media sosial, termasuk WhatsApp, YouTube, dan Facebook, sebagai upaya mencegah penyebaran konten anti-pemerintah di tengah protes antikorupsi yang semakin memanas.
Protes yang dipimpin oleh Generasi Z ini dimulai sejak akhir Agustus 2025, menuntut reformasi pemerintahan atas dugaan korupsi besar-besaran. Demonstrasi berujung ricuh, dengan massa membakar gedung parlemen dan Mahkamah Agung, seperti dilaporkan oleh Reuters. Pemerintah Nepal, di bawah tekanan, memutuskan untuk memblokir akses media sosial untuk membatasi penyebaran informasi dan koordinasi demonstran. Namun, langkah ini justru mendorong masyarakat beralih ke aplikasi alternatif seperti Bitchat, yang tidak bergantung pada server pusat dan bisa beroperasi melalui jaringan mesh Bluetooth Low Energy (BLE).
"Minggu lalu, kami mengamati lonjakan mendadak unduhan Bitchat dari Indonesia selama protes nasional. Hari ini kami melihat lonjakan yang lebih besar lagi dari Nepal selama protes pemuda atas korupsi pemerintah dan larangan media sosial," tulis callebtc melalui media sosial X, Rabu (10/09).
Latar Belakang Blokir Media Sosial di Nepal
Pemblokiran media sosial oleh pemerintah Nepal bukanlah hal baru. Menurut laporan BBC News pada 2023, Nepal pernah memblokir TikTok karena dianggap menyebarkan konten tidak pantas dan memicu kebencian. Namun, blokir kali ini lebih luas, mencakup platform utama seperti Facebook, WhatsApp, dan YouTube, yang digunakan oleh lebih dari 15 juta warga Nepal untuk berkomunikasi dan berbagi informasi. Keputusan ini diambil setelah demonstrasi antikorupsi menyebar melalui video dan postingan viral, yang menurut pemerintah "mengganggu ketertiban umum."
Protes ini berawal dari tuduhan korupsi terhadap pejabat tinggi pemerintahan, termasuk kasus penggelapan dana bantuan COVID-19 dan nepotisme dalam pengangkatan jabatan. Generasi Z, yang menjadi motor penggerak, menggunakan media sosial untuk mengorganisir aksi massa yang berujung pada pembakaran gedung pemerintahan. Menurut The Guardian, protes ini adalah yang terbesar sejak gerakan demokrasi 2006, dengan partisipasi lebih dari 50.000 orang di Kathmandu saja.
Bitchat: Aplikasi Terdesentralisasi yang Jadi Solusi
Bitchat, yang merupakan versi beta dari layanan pesan peer-to-peer terdesentralisasi, dirancang untuk beroperasi tanpa internet melalui jaringan mesh BLE. Aplikasi ini memungkinkan pengguna berkomunikasi dalam jarak dekat (sekitar 100 meter) tanpa server pusat, sehingga sulit untuk diblokir oleh pemerintah. "Bitchat adalah alat untuk kebebasan berekspresi di era sensor," ujar Jack Dorsey, mantan CEO Twitter, dalam wawancara dengan Wired pada 2024.
Meskipun tidak secara eksplisit merujuk pada Bitcoin, Dorsey menggambarkan Bitchat sebagai aplikasi yang mirip dengan konsep Bitcoin: menghilangkan perantara terpusat dalam komunikasi dan memutus ketergantungan pada internet. Aplikasi ini menawarkan end-to-end encryption untuk menjaga privasi, membuatnya ideal untuk situasi seperti di Nepal di mana akses internet dibatasi. Dorsey, yang dikenal sebagai pendukung Bitcoin dan teknologi decentralized, menciptakan Bitchat untuk mendukung kebebasan informasi di negara-negara dengan pembatasan media.
Menurut CoinDesk, unduhan Bitchat di Nepal melonjak lebih dari 1.400% dalam seminggu, menunjukkan betapa efektifnya aplikasi ini dalam menghindari sensor. Serupa dengan situasi di Indonesia pada Juli 2025, di mana Bitchat juga mengalami lonjakan selama protes nasional terhadap revisi undang-undang.
Dampak pada Masyarakat dan Ekonomi
Pemblokiran media sosial telah berdampak luas pada masyarakat Nepal. Menurut Amnesty International, langkah ini melanggar hak asasi manusia untuk kebebasan berekspresi dan informasi. Ribuan bisnis kecil yang bergantung pada platform seperti Facebook untuk pemasaran mengalami kerugian, dengan estimasi kerugian ekonomi mencapai US$50 juta per hari, seperti dilaporkan The Himalayan Times. Di sisi lain, lonjakan pengguna Bitchat menunjukkan adaptasi cepat masyarakat terhadap teknologi alternatif.
Protes ini juga memengaruhi ekonomi Nepal, dengan penurunan aktivitas bisnis di Kathmandu dan penurunan nilai mata uang rupee Nepal terhadap dolar AS. Pemerintah Nepal, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Pushpa Kamal Dahal, menghadapi tekanan internasional untuk mencabut blokir dan membuka dialog dengan demonstran.
Tren Global: Aplikasi Terdesentralisasi sebagai Alat Perlawanan
Fenomena ini bukanlah yang pertama. Di Hong Kong pada 2019, demonstran menggunakan aplikasi seperti FireChat untuk berkomunikasi tanpa internet, menurut Wired. Di Myanmar pada 2021, warga beralih ke Signal dan Bridgefy setelah blokir media sosial oleh junta militer, seperti dilaporkan BBC. Bitchat, dengan teknologi mesh-nya, menjadi bagian dari tren ini, memberikan harapan bagi masyarakat di negara dengan pembatasan internet.
Jack Dorsey, melalui unggahan di X, menyatakan dukungannya: "Bitchat dirancang untuk saat-saat seperti ini, di mana kebebasan berekspresi terancam." Namun, aplikasi ini juga menghadapi kritik terkait keamanan data dan potensi penyalahgunaan.
Kesimpulan
Pemblokiran media sosial di Nepal telah mendorong adopsi aplikasi terdesentralisasi seperti Bitchat, yang memungkinkan komunikasi tanpa internet. Di tengah protes antikorupsi yang memuncak, tren ini menunjukkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi sensor pemerintah. Namun, pemblokiran ini juga memicu kekhawatiran tentang hak asasi manusia dan dampak ekonomi. Seiring berkembangnya teknologi seperti Bitchat, dunia mungkin melihat lebih banyak inovasi untuk melindungi kebebasan informasi di era digital.