OJK Dorong Perbankan Perkuat Ketahanan Keuangan dengan AI dan Digitalisasi di Era Disrupsi
Surakarta, 9 Oktober 2025 – Di tengah disrupsi teknologi yang semakin pesat dan perubahan global yang tak terduga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau perbankan Indonesia untuk memperhatikan implikasi bisnis terhadap stabilitas moneter. Fokus utama adalah pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan digitalisasi untuk memperkuat ketahanan keuangan nasional. Imbauan ini muncul sebagai respons terhadap tantangan seperti volatilitas pasar, shutdown pemerintahan AS, dan ketegangan geopolitik yang memengaruhi ekonomi global.
OJK menekankan bahwa perbankan harus beradaptasi dengan cepat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Menurut pernyataan resmi OJK pada 6 September 2025, "Teknologi AI dan digitalisasi bukan hanya alat pendukung, tapi pilar utama ketahanan keuangan di era ini." OJK telah meluncurkan Tata Kelola Kecerdasan Artifisial Perbankan Indonesia pada April 2025, yang menjadi panduan bagi bank untuk mengimplementasikan AI secara aman dan etis.
Latar Belakang Disrupsi Teknologi
Disrupsi teknologi seperti AI, blockchain, dan big data telah mengubah lanskap perbankan global. Menurut laporan McKinsey pada 2024, adopsi AI di perbankan bisa menghemat hingga US$1 triliun secara global pada 2030 melalui efisiensi operasional dan pengurangan biaya. Di Indonesia, OJK mencatat bahwa 70% bank telah mengadopsi AI untuk analisis kredit dan deteksi penipuan pada 2024, naik dari 50% tahun sebelumnya (OJK.go.id).
Namun, disrupsi ini juga membawa risiko seperti serangan siber dan ketidakpastian regulasi. World Economic Forum dalam laporan 2025 menyatakan bahwa cyber risk naik 15% di sektor keuangan global, dengan Indonesia sebagai salah satu negara paling rentan akibat peningkatan transaksi digital.
Fokus OJK pada AI dan Digitalisasi
OJK mendorong perbankan untuk fokus pada AI dalam manajemen risiko, layanan pelanggan, dan operasional. Tata Kelola AI OJK mewajibkan bank melakukan audit rutin dan memastikan AI tidak diskriminatif. "AI harus digunakan untuk memperkuat ketahanan, bukan menambah risiko," kata Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara dalam wawancara dengan Bisnis Indonesia pada 30 Agustus 2025.
Digitalisasi juga menjadi prioritas, dengan OJK mendorong perbankan mengadopsi open banking untuk kolaborasi dengan fintech. Menurut Deloitte dalam laporan 2025, open banking bisa meningkatkan inklusi keuangan Indonesia hingga 90% pada 2030, dari 85% saat ini.
Dampak Ekonomi dan Tantangan
Implementasi AI dan digitalisasi diharapkan meningkatkan efisiensi perbankan, mengurangi biaya operasional hingga 20%, menurut Boston Consulting Group (BCG). Namun, tantangan seperti kurangnya talenta AI dan risiko siber tetap ada. OJK telah meluncurkan program pelatihan untuk 10.000 pegawai bank pada 2025, bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti ITB.
Di tengah ketidakpastian global seperti shutdown AS, OJK menekankan pentingnya ketahanan digital untuk menjaga stabilitas moneter. "Digitalisasi adalah kunci untuk bertahan di era disrupsi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
Kesimpulan
Imbauan OJK untuk memperkuat ketahanan keuangan melalui AI dan digitalisasi adalah langkah strategis di tengah disrupsi global. Dengan regulasi yang ketat dan kolaborasi, perbankan Indonesia diharapkan lebih tangguh. Namun, tantangan talenta dan siber perlu diatasi untuk mewujudkan visi ini.