OJK Soal Usul Bitcoin di Danantara: Alternatif Investasi dengan Kehati-hatian


Jakarta - Usulan untuk memasukkan Bitcoin (BTC) sebagai bagian dari cadangan investasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia, telah memicu diskusi di kalangan regulator dan pelaku pasar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai pengawas sektor jasa keuangan di Indonesia, memberikan tanggapan bahwa aset kripto seperti Bitcoin dapat dipertimbangkan sebagai instrumen investasi dalam rangka diversifikasi portofolio. Namun, OJK menegaskan bahwa langkah ini harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian mengingat volatilitas tinggi dan risiko yang menyertainya.
Tanggapan OJK: Inovasi Keuangan dan Risiko
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, menyampaikan pandangannya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) yang disiarkan melalui kanal YouTube OJK pada Senin (02/06). “Dalam konteks diversifikasi portofolio, maka aset kripto tentu dalam hal ini dapat menjadi pertimbangan sebagai salah satu alternatif investasi, sama juga seperti aset keuangan lainnya,” ujar Hasan. Ia menambahkan bahwa aset digital merupakan wujud inovasi keuangan yang berkembang pesat, tidak hanya bagi Danantara, tetapi juga bagi seluruh pelaku usaha di Indonesia.
Namun, Hasan menekankan bahwa karakteristik aset kripto yang sangat fluktuatif dan berisiko tinggi menuntut pendekatan yang matang. “Pemanfaatannya harus didasari dengan pemahaman yang baik dan mendalam, serta disertai dengan manajemen risiko yang memadai,” jelasnya. OJK tidak mewajibkan institusi untuk mengadopsi Bitcoin atau aset kripto lainnya, melainkan menyerahkan keputusan tersebut kepada masing-masing entitas sesuai dengan strategi bisnis dan kapasitas risiko mereka.
Danantara: Sovereign Wealth Fund Indonesia
Danantara, yang didirikan pada 2021 sebagai SWF Indonesia, bertujuan untuk mengelola aset negara dan mendukung investasi strategis guna mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Menurut laporan ANTARA News, Danantara baru-baru ini menjalin kerja sama dengan China Investment Corporation (CIC) melalui nota kesepahaman untuk menjajaki peluang investasi di Indonesia, ASEAN, dan China. Langkah ini menunjukkan ambisi Danantara untuk memperluas jangkauan portofolionya, termasuk melalui instrumen inovatif seperti Bitcoin.
Meski demikian, pengelolaan Danantara tidak luput dari sorotan. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam konferensi pers pada Juni 2025, menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam aliran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang disalurkan ke Danantara. Usulan untuk memasukkan Bitcoin ke dalam portofolio Danantara pun dilihat sebagai langkah progresif sekaligus kontroversial, mengingat sifat aset kripto yang belum sepenuhnya stabil.
Tren Global: Institusi dan Bitcoin
Di kancah internasional, beberapa negara dan perusahaan telah mulai mengintegrasikan Bitcoin ke dalam strategi keuangan mereka. El Salvador menjadi pelopor dengan mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran sah pada September 2021, sebuah keputusan yang didukung oleh Presiden Nayib Bukele untuk meningkatkan inklusi keuangan. Sementara itu, perusahaan teknologi seperti MicroStrategy telah menginvestasikan lebih dari $2 miliar dalam Bitcoin sejak 2020, menjadikannya bagian dari cadangan perusahaan. Tesla juga sempat membeli Bitcoin senilai $1,5 miliar pada 2021, meskipun kemudian menjual sebagian besar kepemilikannya.
Tren ini menunjukkan bahwa Bitcoin semakin diterima sebagai aset yang sah oleh institusi global, meskipun volatilitasnya tetap menjadi tantangan. OJK mencatat bahwa keputusan serupa di Indonesia harus mempertimbangkan regulasi lokal dan prinsip kehati-hatian. “Setiap perusahaan, baik BUMN, swasta, maupun lembaga keuangan, harus menyusun strategi investasi berdasarkan tujuan bisnis, kemampuan menanggung risiko, dan aturan yang berlaku,” tegas Hasan.
Perkembangan Aset Kripto di Indonesia
Pasar aset kripto di Indonesia sendiri menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Berdasarkan data OJK yang dilansir ANTARA News, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp35,61 triliun hingga April 2025, dengan 20 pedagang aset kripto resmi yang telah mendapatkan izin operasi. Pertumbuhan ini mencerminkan minat masyarakat yang meningkat, sekaligus menegaskan peran OJK dalam memastikan perlindungan investor dan stabilitas pasar.
Meski begitu, OJK tetap konsisten dengan pendekatan hati-hati. Regulasi seperti Peraturan OJK Nomor 8/2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto menjadi landasan bagi operasional aset digital di Indonesia, dengan fokus pada kepatuhan dan mitigasi risiko.
Kesimpulan
Usulan memasukkan Bitcoin ke dalam portofolio Danantara mencerminkan semangat inovasi dalam pengelolaan investasi negara. OJK mendukung gagasan diversifikasi portofolio melalui aset kripto, namun mengingatkan bahwa langkah ini bukan keharusan, melainkan pilihan yang harus dipertimbangkan secara bijak. Dengan mempertimbangkan tren global dan dinamika lokal, keputusan akhir tetap berada di tangan Danantara, dengan syarat mematuhi regulasi dan mengelola risiko secara efektif.