Pajak dari Industri Kripto Indonesia Tembus Rp1,76 Triliun hingga Oktober 2025

12/5/20252 min baca

a tall building surrounded by trees and a blue sky
a tall building surrounded by trees and a blue sky

Surakarta, 5 Desember 2025 - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat kontribusi signifikan dari sektor aset kripto terhadap penerimaan negara, dengan total mencapai Rp1,76 triliun hingga Oktober 2025. Angka ini mencerminkan pertumbuhan eksponensial industri kripto di Indonesia, yang semakin matang berkat kejelasan regulasi dan adopsi luas oleh masyarakat. Menurut laporan resmi DJP, penerimaan pajak kripto ini terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar Rp889,52 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri sebesar Rp870,76 miliar, menunjukkan diversifikasi sumber pajak dari transaksi jual-beli aset digital. Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan volume transaksi kripto nasional, yang mencapai Rp300 triliun pada 2025, naik 50% dari tahun sebelumnya, didorong oleh lebih dari 17 juta investor aktif di Tanah Air.

Secara rinci, kontribusi pajak dari kripto menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Pada 2022, sektor ini menyumbang Rp246,45 miliar, kemudian turun sedikit menjadi Rp220,83 miliar pada 2023 akibat volatilitas pasar global pasca-krisis FTX. Namun, pemulihan terjadi pada 2024 dengan penerimaan Rp620,4 miliar, dan melonjak menjadi Rp675,6 miliar hingga Oktober 2025, didukung oleh regulasi yang lebih jelas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Peningkatan ini juga dipengaruhi oleh penunjukan lebih banyak pemungut pajak, seperti lima perusahaan baru pada Oktober 2025, termasuk Roblox Corporation sebagai pemungut PPN atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang memperluas basis pajak digital. Secara keseluruhan, pajak dari sektor digital—termasuk kripto dan fintech—telah mencapai Rp43,75 triliun hingga Oktober 2025, dengan kripto menyumbang bagian penting dari Rp11,44 triliun pajak PMSE.

Pertumbuhan industri kripto di Indonesia tidak lepas dari ekosistem yang semakin matang, dengan hanya 11 platform perdagangan aset kripto yang resmi beroperasi di bawah pengawasan Bappebti, seperti Tokocrypto, Indodax, dan Pintu, yang telah terdaftar sebagai Pedagang Fisik Aset Kripto. Regulasi ini, termasuk Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto, telah memberikan kejelasan bagi pelaku usaha dan investor, sehingga mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik. DJP sendiri telah menerapkan mekanisme pemotongan PPh 22 sebesar 0,1% untuk transaksi jual aset kripto dan PPN 1,1% (0,11% dipungut oleh penyelenggara), yang efektif sejak Mei 2022, menghasilkan penerimaan stabil meski pasar kripto fluktuatif. Hingga September 2025 saja, penerimaan pajak kripto sudah mencapai Rp1,71 triliun, dan naik menjadi Rp1,76 triliun pada Oktober, menandakan momentum positif di akhir tahun.

Kontribusi ini tidak hanya menambah pundi-pundi negara tapi juga menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu pasar kripto terbesar di Asia Tenggara, dengan lebih dari 500 aset kripto yang terdaftar secara resmi. Pemerintah optimistis bahwa sektor ini akan terus berkembang, terutama dengan integrasi teknologi blockchain ke sektor riil seperti pembayaran digital dan DeFi, yang potensial menambah penerimaan pajak hingga Rp2 triliun pada 2026. Namun, tantangan seperti volatilitas harga dan risiko penipuan tetap menjadi perhatian, dengan DJP terus memperkuat pengawasan melalui kolaborasi dengan Bappebti dan OJK untuk memastikan kepatuhan. Dengan 11 platform resmi yang menguasai 90% transaksi kripto nasional, industri ini diharapkan menjadi penyumbang pajak utama di era digital Indonesia.