Pasar Masih Wait and See Kala Trump Belum Sepakat soal Tarif China

10/27/20253 min baca

Trump Sebut Diskusi AS-China Telah Selesai, Kenakan Tarif Sebesar 55%
Trump Sebut Diskusi AS-China Telah Selesai, Kenakan Tarif Sebesar 55%

Surakarta, 27 Oktober 2025 – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, sedang berada di KTT ASEAN di Kuala Lumpur, Minggu (26/10). Di acara ini, Trump berhasil menyelesaikan serangkaian kesepakatan dagang dengan negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Kamboja, yang mencakup peningkatan akses pasar dan investasi bersama. Namun, pertemuan dengan China dijadwalkan terpisah di KTT APEC akhir pekan depan, meninggalkan ketidakpastian yang membuat pasar saham tampak di zona stagnan. Investor global kini dalam mode "wait and see", menunggu hasil negosiasi yang bisa menentukan arah perdagangan internasional.

Menurut laporan Reuters pada 25 Oktober 2025, kesepakatan dengan Thailand mencakup pembebasan tarif untuk produk pertanian dan teknologi, sementara dengan Malaysia fokus pada investasi di sektor manufaktur. Kamboja juga mendapatkan janji bantuan ekonomi US$500 juta untuk infrastruktur. Langkah ini bagian dari strategi Trump untuk memperkuat aliansi di Asia Tenggara guna menyeimbangkan pengaruh China.

Sementara itu, pasar saham AS menunjukkan kenaikan tipis: S&P500 naik 0,79%, Dow Jones Industrial 1,01%, Nasdaq Composite 1,15%, dan NYSE Composite Index 0,34%, melansir Yahoo Finance. Di China, indeks Hang Seng China Enterprises naik 0,74% dan CSI 300 tipis ke 1,18%. Kenaikan ini didorong oleh harapan bahwa negosiasi akan meredakan ancaman tarif, meskipun volatilitas tetap tinggi.

Di Indonesia, IHSG naik tipis 0,23% ke 7.976, sementara rupiah menguat ke Rp16.454 per dolar AS, menurut Bisnis Indonesia. Namun, volume transaksi rendah karena investor menunggu hasil KTT APEC. "Pasar masih dalam mode hati-hati, dengan ketidakpastian tarif China yang bisa picu gejolak," kata analis dari Mandiri Sekuritas di CNBC Indonesia.

Ketegangan dengan China dan Dampaknya

Pertemuan dengan China di KTT APEC menjadi kunci, di mana Trump dan Xi Jinping diharapkan membahas ancaman tarif 155% jika kesepakatan tidak tercapai. Trump menuduh China melakukan "tindakan anti-AS" dengan kebijakan ekspor mineral langka, yang vital untuk teknologi tinggi. China menguasai 70% pasokan global, menurut U.S. Geological Survey, membuat ancaman ini berpotensi mengganggu rantai pasok.

Menurut The Wall Street Journal pada 24 Oktober 2025, jika kesepakatan tercapai, ini bisa meredakan perang dagang yang telah berlangsung sejak 2018, dengan dampak positif bagi PDB global hingga 0,2%, menurut IMF. Namun, jika gagal, analis dari Goldman Sachs memperkirakan inflasi AS naik 0,3% dan PDB turun 0,2% pada 2026.

Di Asia, pasar bervariasi. Nikkei Jepang naik 0,8%, Kospi Korea Selatan 0,5%, tapi Shanghai Composite turun 0,3% karena kekhawatiran balasan China, menurut Bloomberg. Harga minyak Brent naik 0,5% ke US$70 per barel karena ketakutan gangguan pasokan, menurut OilPrice.com.

Prediksi Analis dan Proyeksi Ekonomi

Jika ancaman tarif Trump kepada China bisa diredam, sejumlah analis percaya bahwa perang dagang akan segera usai, dan pasar akan terima likuiditas miliaran dolar AS. "Kesepakatan di APEC bisa jadi game changer, dorong PDB global 0,5%," kata Nouriel Roubini dari NYU di CNBC. Di sisi lain, jika tidak ada kemajuan, bisa menimbulkan sentimen negatif yang menyebabkan para investor kabur untuk menghindari risiko.

Di Indonesia, sebagai mitra dagang, ketegangan ini bisa memengaruhi ekspor komoditas seperti nikel, dengan potensi penurunan 10-15% jika perang dagang meluas, menurut The Jakarta Post. Namun, dengan kesepakatan di ASEAN, Indonesia bisa mendapat manfaat dari diversifikasi perdagangan.

Dampak pada Ekonomi Indonesia

KTT ASEAN menjadi platform penting bagi Indonesia untuk memperkuat hubungan dagang. Menurut Detik.com, kesepakatan dengan Thailand dan Malaysia mencakup investasi US$5 miliar di sektor infrastruktur, yang bisa dorong PDB Indonesia 0,2% pada 2026. Namun, ketidakpastian dengan China tetap jadi risiko, karena China adalah mitra ekspor terbesar Indonesia dengan nilai US$50 miliar pada 2024.

Ekonom Faisal Basri dari UI mengatakan, "Pasar wait and see karena APEC akan tentukan arah dagang Asia. Jika gagal, rupiah bisa tembus Rp16.500," ujarnya di Kompas.

Kesimpulan

Ketidakpastian kesepakatan dagang Trump-China membuat pasar saham stagnan, dengan investor dalam mode wait and see. Dengan kesepakatan di ASEAN yang positif, tapi pertemuan APEC menjadi kunci, pasar global diharapkan pulih jika diplomasi berhasil. Namun, risiko eskalasi tetap membayangi, dengan potensi volatilitas tinggi di minggu-minggu mendatang.