Pasar Obligasi Indonesia Alami Outflow Pertama Tahun Ini hingga US$221 Juta

4/30/20253 min baca

200 banknote on white textile
200 banknote on white textile

Pasar obligasi pemerintah Indonesia menghadapi tantangan signifikan pada April 2025, dengan investor asing mencatatkan penjualan bersih senilai US$221 juta, menurut data Kementerian Keuangan yang dikompilasi oleh Bloomberg per 22 April 2025. Ini menandai arus keluar (outflow) pertama dalam lima bulan, sejak November 2024, mengakhiri tren positif yang sebelumnya didukung oleh masuknya dana asing. Pada tahun ini, pasar saham Indonesia juga telah kehilangan sekitar US$3 miliar dana asing, mencerminkan sentimen investor yang semakin berhati-hati terhadap aset-aset negara tersebut.

Konteks Pasar Obligasi Indonesia

Pasar obligasi Indonesia telah menunjukkan volatilitas sepanjang tahun ini, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa total kepemilikan asing atas obligasi pemerintah mencapai 14,8% dari total outstanding per Maret 2025, turun dari puncaknya di awal tahun. Outflow sebesar US$221 juta pada bulan ini memperburuk situasi, terutama karena terjadi bersamaan dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang signifikan.

Imbal hasil (yield) obligasi acuan bertenor 10 tahun turun lebih dari sembilan basis poin dalam periode yang sama. Penurunan yield ini, yang biasanya mencerminkan kenaikan harga obligasi, tampak kontraintuitif di tengah outflow asing. Analis menduga ini disebabkan oleh masuknya investor domestik yang mengisi kekosongan, atau dinamika pasar lain seperti intervensi pemerintah untuk menjaga stabilitas.

Faktor Penyebab Outflow

Beberapa faktor utama berkontribusi pada arus keluar ini:

  1. Pelemahan Rupiah
    Rupiah telah terdepresiasi lebih dari 4% sepanjang 2025, mencapai level di atas Rp17.000 per dolar AS, menjadikannya salah satu mata uang dengan performa terburuk di Asia. Penurunan ini mengurangi daya tarik obligasi dalam rupiah, karena investor asing menghadapi kerugian valas yang menggerus potensi imbal hasil.

  2. Ketidakpastian Ekonomi Global
    Bank Indonesia (BI) memperingatkan bahwa penghindaran risiko investor dapat berlanjut akibat ketidakpastian kebijakan tarif Amerika Serikat yang terus berubah. Ketegangan perdagangan global, terutama antara AS dan China, telah meningkatkan volatilitas di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

  3. Sentimen Eksternal dan Risiko Domestik
    Adra Wijasena, Analis Pendapatan Tetap di PT Shinhan Sekuritas Indonesia, menyebut situasi ini sebagai "pukulan ganda" bagi investor. Dalam wawancara dengan Bloomberg, ia menyoroti kombinasi sentimen eksternal yang negatif dan risiko domestik, khususnya faktor rupiah, sebagai pemicu utama outflow.

Menurut laporan Reuters, sentimen investor juga dipengaruhi oleh kenaikan inflasi domestik yang mencapai 2,8% pada Maret 2025, di atas target BI sebesar 2-4%, serta kekhawatiran atas defisit fiskal yang melebar akibat belanja pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Perbandingan dengan Negara Tetangga

Kondisi pasar obligasi Indonesia berbanding terbalik dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, yang justru menarik minat investor asing:

  • Thailand
    Pasar obligasi Thailand mencatat inflow bulanan sebesar US$2 miliar selama lebih dari tiga tahun, didorong oleh prospek pemangkasan suku bunga oleh Bank of Thailand, penguatan baht sebesar 3,5% terhadap dolar AS tahun ini, dan kenaikan harga emas global yang meningkatkan daya tarik aset safe-haven. Data dari Thai Bond Market Association menunjukkan kepemilikan asing atas obligasi pemerintah Thailand naik menjadi 18% pada Q1 2025.

  • Malaysia
    Malaysia mencatat investasi asing sebesar US$690 juta pada obligasi pemerintah konvensional di kuartal pertama 2025, menurut Bank Negara Malaysia. Stabilitas politik pasca-pemilu 2024 dan pertumbuhan ekonomi yang konsisten sebesar 4,2% pada Q1 menjadi daya tarik utama. Ringgit yang relatif stabil, hanya melemah 1,2% terhadap dolar AS, juga mendukung inflow ini.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa stabilitas mata uang dan kejelasan kebijakan moneter menjadi faktor krusial dalam menarik investor asing, sesuatu yang saat ini kurang dimiliki Indonesia.

Dampak bagi Ekonomi Indonesia

Outflow dari pasar obligasi dapat memiliki konsekuensi luas bagi ekonomi Indonesia:

  • Tekanan pada Rupiah
    Penarikan dana asing yang berkelanjutan dapat memperburuk depresiasi rupiah, memicu inflasi impor dan meningkatkan biaya utang luar negeri.

  • Kenaikan Biaya Pinjaman
    Jika investor domestik tidak mampu menyerap penjualan obligasi secara penuh, pemerintah mungkin menghadapi kenaikan biaya pinjaman, yang dapat membebani anggaran negara.

  • Pertumbuhan Ekonomi
    Laporan dari Oxford Economics memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia melambat menjadi 4,8% pada 2025 dari 5,1% pada 2024, sebagian karena volatilitas pasar keuangan dan outflow modal.

Upaya Stabilisasi

Bank Indonesia dilaporkan telah melakukan intervensi di pasar valas untuk mendukung rupiah, dengan cadangan devisa turun menjadi US$139 miliar pada Maret 2025 dari US$145 miliar di awal tahun, menurut data BI. Selain itu, pemerintah tengah mempertimbangkan insentif pajak bagi investor obligasi untuk menarik kembali dana asing, meskipun rincian kebijakan ini belum diumumkan.

Kesimpulan

Arus keluar pertama sebesar US$221 juta dari pasar obligasi Indonesia pada tahun ini mencerminkan tantangan ganda dari pelemahan rupiah dan ketidakpastian global. Berbeda dengan Thailand dan Malaysia yang menikmati inflow, Indonesia perlu mengatasi volatilitas domestik dan meningkatkan kepercayaan investor untuk menstabilkan pasar keuangannya. Langkah BI dan pemerintah dalam waktu dekat akan krusial untuk mencegah dampak yang lebih luas pada ekonomi.