Pasar Saham China-IHSG Terperosok Awal Pekan Ulah Ancaman Perang Dagang

10/13/20253 min baca

a close up of a line with a blue background
a close up of a line with a blue background

Surakarta, 13 Oktober 2025 – Pasar saham Asia mengalami penurunan signifikan pada awal pekan ini, Senin (13/10), di tengah kekhawatiran yang semakin meningkat terhadap kembalinya perang dagang antara Beijing dan Washington. Indeks Hang Seng China Enterprises anjlok 1,97%, sementara CSI 300 turun hingga 2,7% sebelum memangkas sebagian penurunan tersebut. Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terperosok, turun 1,3% ke level 7.665, mencerminkan sentimen negatif yang meluas di kawasan. Kenaikan ketegangan ini dipicu oleh ancaman Presiden AS Donald Trump yang berencana memberlakukan tarif tambahan sebesar 100% terhadap barang-barang impor dari China, sebagai respons atas kebijakan ekspor Beijing yang membatasi pengiriman mineral penting.

Bank Sentral China (PBOC) menetapkan nilai tukar harian yuan di level 7,007 per dolar AS, yang merupakan posisi terkuat sejak November, menunjukkan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas mata uang di tengah tekanan global yang meningkat. Langkah ini diharapkan dapat meredam dampak negatif terhadap ekspor China, yang mencapai US$3,4 triliun pada 2024, menurut data World Trade Organization (WTO).

Dampak pada Pasar Saham Global

Kekhawatiran perang dagang ini tidak terbatas pada Asia. Di Eropa, indeks Stoxx Europe 600 turun 0,5% pada pembukaan, sementara FTSE 100 Inggris melemah 0,3%, menurut Bloomberg. Penurunan ini mencerminkan ketakutan akan gangguan rantai pasok global, terutama di sektor teknologi dan manufaktur yang bergantung pada komponen dari China. Analis Citigroup memperkirakan gejolak pasar masih akan berlanjut, terutama bagi sektor yang bergantung pada ekspor ke AS seperti perangkat keras teknologi, panel surya, dan semikonduktor.

Di AS, indeks Dow Jones naik tipis 0,2%, tapi Nasdaq turun 0,1% karena kekhawatiran dampak pada perusahaan teknologi seperti Apple dan Nvidia yang bergantung pada pasokan China, menurut Reuters. "Perang dagang ini bisa memperlambat pertumbuhan global hingga 0,5% jika eskalasi berlanjut," kata Nouriel Roubini, ekonom NYU, dalam wawancara dengan CNBC pada 12 Oktober 2025.

Latar Belakang Ancaman Tarif Trump

Ancaman Trump ini adalah respons terhadap kebijakan ekspor China yang baru, yang membatasi pengiriman mineral langka seperti neodymium dan dysprosium, vital untuk teknologi tinggi. China menguasai 70% pasokan global mineral ini, menurut U.S. Geological Survey. Trump menyebutnya sebagai "serangan ekonomi" dan mengancam tarif 100% untuk "menyeimbangkan perdagangan."

Kebijakan ini sejalan dengan pendekatan "America First" Trump, yang sejak 2018 telah memberlakukan tarif terhadap China senilai miliaran dolar. Menurut The Wall Street Journal, defisit perdagangan AS dengan China mencapai US$375 miliar pada 2024, mendorong Trump untuk memperketat kebijakan.

Respons dari China dan Dampak Ekonomi

China melalui Kementerian Luar Negeri mengecam ancaman ini sebagai "tindakan sewenang-wenang" yang melanggar aturan WTO. "Kami siap berdialog, tapi tidak akan tunduk pada tekanan," ujar juru bicara Mao Ning. Menurut South China Morning Post, China sedang mempertimbangkan balasan seperti pembatasan ekspor lithium, yang bisa memengaruhi industri EV AS.

Dampak ekonomi dari ancaman ini sudah terasa. Kerugian pasar saham AS mencapai US$1,65 triliun dalam 24 jam, menurut Yahoo Finance. Di Indonesia, sebagai mitra dagang, ancaman ini bisa memengaruhi ekspor komoditas seperti nikel, dengan potensi penurunan 10-15% jika perang dagang meluas, menurut The Jakarta Post.

Analisis dan Prediksi Ahli

Ekonom dari Goldman Sachs memperkirakan bahwa eskalasi perang dagang bisa menambah inflasi AS 0,3% dan memperlambat PDB 0,2% pada 2026. "Kebijakan ini bisa memicu gelembung aset jika tidak dikelola dengan baik," ujar Nouriel Roubini dari NYU di CNBC. Di sisi lain, analis dari JPMorgan memprediksi bahwa jika diplomasi berhasil, pasar bisa pulih cepat, meskipun ketidakpastian tetap membayangi.

Di pasar kripto, Bitcoin naik tipis ke US$111.000, menurut CoinMarketCap, karena investor mencari lindung nilai terhadap ketidakstabilan fiat. "Ketegangan ini bisa dorong investor ke crypto sebagai alternatif," kata analis Ted Pillow di X.

Kesimpulan

Ancaman tarif Trump ke China telah memicu gejolak pasar saham AS, dengan kerugian US$1,65 triliun dalam 24 jam. Dengan dolar dolar AS yang kuat dan aset lindung nilai seperti emas dan Bitcoin menguat, pasar global tetap waspada terhadap risiko perang dagang yang lebih luas. Bagi Indonesia, ini peluang tapi juga risiko, dengan pasar domestik turun. Investor waspada, tapi analis prediksi dampak jangka pendek jika diplomasi berlanjut.