Pasar Tak Pasti, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan pada Level 5,50%

6/18/20253 min baca

bank indonesia
bank indonesia

Jakarta, 18 Juni 2025 – Bank Indonesia (BI) resmi mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 17-18 Juni 2025. Keputusan ini mencerminkan sikap hati-hati BI di tengah ketidakpastian pasar global, dengan fokus pada stabilitas nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi yang diperkirakan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 1,5%–3,5% untuk tahun 2025 dan 2026.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk menyeimbangkan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan. “Keputusan ini konsisten dengan proyeksi inflasi 2025 dan 2026 yang terjaga pada sasaran 2,5% plus minus 1%, stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental ekonomi, serta upaya mendorong pertumbuhan di tengah ketidakpastian global yang tinggi,” ujar Perry dalam konferensi pers usai RDG.

Dinamika Ekonomi Global

Keputusan BI ini tidak lepas dari kondisi ekonomi global yang penuh tantangan. Berdasarkan laporan International Monetary Fund (IMF) terbaru, pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan melambat menjadi 2,8% pada 2025, turun dari 3,1% pada 2024, akibat kenaikan suku bunga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, serta gangguan rantai pasok global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik, khususnya di Timur Tengah. Ketidakpastian ini memicu volatilitas di pasar keuangan, termasuk tekanan pada mata uang negara berkembang seperti rupiah.

Sementara itu, Bloomberg melaporkan bahwa Federal Reserve AS kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tinggi hingga akhir 2025 untuk menekan inflasi domestik, yang dapat memengaruhi aliran modal dari emerging markets seperti Indonesia. Dalam konteks ini, BI memilih untuk tidak menurunkan suku bunga guna mencegah capital outflow dan menjaga daya tarik investasi di Indonesia.

Kondisi Ekonomi Domestik

Di dalam negeri, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Mei 2025 sebesar 2,6%, masih berada dalam koridor sasaran BI. Stabilitas ini didukung oleh pasokan pangan yang memadai dan harga komoditas yang relatif terkendali. Nilai tukar rupiah juga terjaga di kisaran Rp15.800–Rp16.000 per dolar AS sepanjang kuartal kedua 2025, berkat surplus neraca perdagangan yang mencapai USD 2,5 miliar pada April 2025, menurut Kementerian Perdagangan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 tercatat sebesar 5,2%, didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Namun, Bank Dunia memperingatkan bahwa tanpa stimulus tambahan, pertumbuhan bisa melambat menjadi 4,9% pada 2026, menambah tekanan pada BI untuk mencari keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan.

Riwayat Kebijakan Suku Bunga BI

Sejak awal 2025, BI telah menyesuaikan suku bunga beberapa kali. Pada Januari 2025, BI Rate diturunkan dari 6,00% menjadi 5,75% untuk merangsang pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Penurunan kedua dilakukan pada Mei 2025 ke level 5,50%, seiring dengan inflasi yang terkendali dan pertumbuhan yang stabil. Namun, pada RDG Juni 2025, BI memilih untuk mempertahankan suku bunga, mengutamakan stabilitas di tengah gejolak global.

Pandangan ke Depan

Meski suku bunga dipertahankan, Perry Warjiyo mengisyaratkan adanya ruang untuk penurunan di masa mendatang. “Kami akan terus memantau data inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi. Jika kondisi memungkinkan, penyesuaian suku bunga bisa dilakukan,” katanya. Analis dari Mandiri Sekuritas memprediksi BI berpotensi memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada kuartal ketiga 2025, asalkan tekanan eksternal mereda dan inflasi tetap rendah.

Di sisi lain, Moody’s Analytics menilai bahwa BI perlu waspada terhadap risiko kenaikan harga energi global, yang dapat memicu inflasi impor dan mengganggu stabilitas rupiah. Hal ini menambah kompleksitas dalam pengambilan kebijakan BI ke depan.

Respons Pasar dan Pakar

Keputusan BI disambut positif oleh pelaku pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,5% pasca-pengumuman, menunjukkan kepercayaan investor. Ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyebut langkah ini bijaksana. “Dengan ketidakpastian global, prioritas BI harus pada stabilitas rupiah dan inflasi, bukan pertumbuhan cepat,” katanya.

Namun, ada pandangan berbeda. Ekonom CIMB Niaga, Darma Putra, berargumen bahwa BI bisa lebih agresif menurunkan suku bunga untuk mendukung sektor riil, terutama UMKM, yang masih kesulitan pasca-pandemi. “Stabilitas penting, tapi pertumbuhan tidak boleh dikorbankan,” ujarnya.

Kesimpulan

Dengan mempertahankan suku bunga acuan di 5,50%, BI menegaskan komitmennya menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global. Inflasi yang terkendali dan rupiah yang stabil menjadi pijakan utama, meskipun peluang penurunan suku bunga di masa depan tetap terbuka tergantung pada perkembangan ekonomi. Keputusan ini mencerminkan strategi BI untuk menyeimbangkan stabilitas dan pertumbuhan di tengah tantangan domestik maupun global.