Pelaku Pasar Yakin Pemerintah AS akan Shutdown, Dampak pada Crypto?


Surakarta, 29 September 2025 – Platform prediksi berbasis blockchain, Polymarket, menunjukkan lonjakan keyakinan pelaku pasar bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) akan mengalami shutdown pada Rabu (01/10). Probabilitasnya kini mencapai 66%, naik 12% hanya dalam satu hari terakhir, menurut data Polymarket. Keyakinan ini muncul dari kebuntuan politik di Kongres AS, di mana perdebatan anggaran federal tak kunjung menemukan titik temu. Jika tidak ada kesepakatan sebelum batas waktu, layanan federal non-esensial akan berhenti, termasuk pembayaran gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan operasi pemerintahan tertentu.
Shutdown pemerintahan AS bukanlah hal baru; sejak 1976, AS telah mengalami 21 kali shutdown, dengan yang terpanjang berlangsung 35 hari pada 2018-2019 selama masa pemerintahan Trump, menurut U.S. Government Accountability Office (GAO). Dampaknya meluas, dari penutupan taman nasional hingga penundaan pembayaran pensiun veteran. Ekonomi AS bisa kehilangan hingga US$11 miliar per minggu, seperti dilaporkan S&P Global selama shutdown 2019.
Dampak Historis pada Pasar Keuangan dan Crypto
Sejarah menunjukkan bahwa shutdown seperti ini mampu memicu gejolak di pasar keuangan, termasuk aset digital. Sentimen investor mudah terguncang, dan crypto kerap jadi korban volatilitas akibat lonjakan ketidakpastian. Pada shutdown 2013, harga Bitcoin melonjak lebih dari 80% dari US$133 ke US$1.000 dalam beberapa bulan, menurut data CoinMarketCap, karena investor mencari aset alternatif di luar sistem keuangan tradisional.
Sementara itu, pada periode 2018–2019, di era pertama Presiden Donald Trump, shutdown berlangsung 35 hari yang membuat BTC tumbuh lebih terbatas dari US$3.207 ke US$4.244, meskipun dengan fluktuasi tinggi. Analis dari CoinDesk mencatat bahwa selama periode ketidakpastian pemerintahan, Bitcoin sering kali bertindak sebagai "emas digital," menarik investor yang mencari lindung nilai terhadap ketidakstabilan fiat.
Kini, dengan harga Bitcoin di sekitar US$113.000, pasar kripto tetap optimis meskipun ada risiko. Analis Ted Pillow dalam unggahan X-nya memprediksi BTC bisa mencapai US$125.000 hingga US$130.000 pada kuartal ini jika shutdown terealisasi, karena meningkatnya ketidakpastian mendorong aliran dana ke aset desentralisasi.
Respons Pasar Global dan Indonesia
Pasar saham global bereaksi negatif terhadap prospek shutdown. Indeks S&P 500 turun 0,79%, Dow Jones -0,94%, dan Nasdaq Composite -0,92%, menurut Bloomberg. Di Indonesia, IHSG anjlok 1,30% ke 7.665, sementara rupiah melemah ke Rp16.454 per dolar AS, dipengaruhi oleh capital outflow akibat ketidakpastian global. "Shutdown AS bisa memicu resesi ringan, yang akan menekan ekspor Indonesia," kata ekonom Faisal Basri dari UI di Kompas.
Di sisi kripto, Bitcoin stagnan di US$113.000, sementara Ethereum naik ke US$4.300. Menurut CoinDesk, lebih dari US$1 miliar posisi crypto terlikuidasi dalam 24 jam, menunjukkan volatilitas tinggi. Namun, jika kepercayaan terhadap pengelolaan fiskal AS makin terkikis, sebagian investor bisa lari ke aset alternatif seperti Bitcoin sebagai bentuk perlindungan.
Sejarah dan Dampak Shutdown
Shutdown pemerintahan AS terjadi ketika Kongres gagal menyetujui anggaran federal sebelum batas waktu. Pada 2013, shutdown 16 hari menyebabkan kerugian ekonomi US$24 miliar, menurut Moody's Analytics. Pada 2018-2019, shutdown terpanjang dalam sejarah AS memengaruhi 800.000 pegawai federal dan menurunkan pertumbuhan PDB 0,4%, seperti dilaporkan Congressional Budget Office (CBO).
Dalam konteks saat ini, kebuntuan anggaran dipicu oleh perselisihan antara Partai Republik dan Demokrat mengenai pengeluaran militer dan imigrasi. Jika shutdown terjadi, layanan seperti pengelolaan taman nasional, pemrosesan visa, dan pembayaran pensiun bisa terganggu, meskipun layanan esensial seperti pertahanan tetap beroperasi.
Analisis Dampak pada Crypto
Menurut Reuters, selama shutdown sebelumnya, Bitcoin sering naik karena dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap ketidakstabilan pemerintahan. Namun, pada 2018, kenaikan terbatas karena pasar kripto sedang dalam crypto winter. Kini, dengan Bitcoin di atas US$100.000, analis seperti Michael Saylor dari MicroStrategy memprediksi lonjakan jika shutdown berlangsung lama, karena "Bitcoin adalah uang yang tidak bisa dicetak oleh pemerintah."
Di sisi lain, altcoin seperti Ethereum bisa lebih volatil karena ketergantungan pada likuiditas pasar. Analis dari Chainalysis memperingatkan bahwa shutdown bisa mengurangi regulasi kripto sementara, memberikan ruang bagi inovasi tapi juga meningkatkan risiko penipuan.
Kesimpulan
Kebuntuan politik di AS semakin mendekati shutdown, dengan probabilitas 66% menurut Polymarket. Dampaknya pada kripto bisa positif jika investor lari ke aset alternatif, tapi volatilitas tetap tinggi. Sejarah menunjukkan respons campur aduk, sehingga investor disarankan diversifikasi dan pantau perkembangan. Tidak ada yang pasti di sektor keuangan—bersiapalah untuk segala kemungkinan.