Pemerintah Dorong Redenominasi Rupiah: Rp1.000 Jadi Rp1 pada 2027, Apa Manfaat dan Tantangannya?

11/9/20252 min baca

person holding 5000 indonesian rupiah
person holding 5000 indonesian rupiah

Surakarta, 9 November 2025 - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah atau redenominasi, yang akan menyederhanakan nilai mata uang nasional dari Rp1.000 menjadi Rp1 tanpa mengubah daya beli masyarakat. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029, yang ditandatangani oleh Purbaya pada 10 Oktober 2025. RUU ini merupakan salah satu dari empat prioritas legislasi, termasuk RUU Perlelangan, Pengelolaan Kekayaan Negara, dan Penilai, dengan target penyelesaian pada 2027. Menurut Purbaya, langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, menjaga stabilitas nilai rupiah, dan memperkuat kredibilitas mata uang Indonesia di mata dunia.

Redenominasi rupiah bukanlah konsep baru di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa pemerintah pernah melakukan penyederhanaan serupa pada 25 Agustus 1959, ketika pecahan Rp500 dan Rp1.000 disederhanakan menjadi Rp50 dan Rp100, sebagai respons terhadap hiperinflasi pasca-kemerdekaan. Ide ini kembali digaungkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2011, ketika Bank Indonesia (BI) mendapat lampu hijau untuk merencanakan redenominasi. Namun, wacana tersebut sempat mandek karena masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024 tanpa terealisasi, bahkan ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2025 karena memerlukan undang-undang khusus, bukan sekadar peraturan pemerintah. Kini, di bawah kepemimpinan Purbaya, rencana ini dihidupkan kembali dengan pendekatan lebih konkret melalui RUU dedicated, yang dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb).

Secara teknis, redenominasi adalah proses penghapusan tiga angka nol di belakang nominal rupiah tanpa mempengaruhi nilai tukar atau daya beli. Misalnya, harga barang sebesar Rp10.000 akan menjadi Rp10, sementara gaji Rp10 juta berubah menjadi Rp10.000 baru – nilai riil tetap sama. Bank Indonesia mendefinisikan ini sebagai penyederhanaan penulisan nilai barang, jasa, dan uang untuk efisiensi sistem pembayaran. Jika RUU disetujui DPR pada 2026, implementasi akan dimulai secara bertahap pada 2027, dengan masa transisi di mana uang lama dan baru beredar bersamaan untuk memudahkan adaptasi masyarakat.

Kebijakan ini diharapkan membawa berbagai manfaat bagi perekonomian Indonesia. Pertama, transaksi sehari-hari dan pembukuan akuntansi menjadi lebih praktis karena jumlah digit yang lebih sedikit, sehingga mengurangi risiko kesalahan dalam penulisan angka besar. Kedua, efisiensi kebijakan moneter meningkat karena rentang harga barang menjadi lebih kecil dan mudah dikendalikan oleh otoritas seperti BI. Pemerintah juga akan menghemat biaya cetak uang kertas dan memperpanjang umur uang logam, karena pecahan yang lebih sederhana mengurangi kebutuhan produksi massal. Secara psikologis, redenominasi dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, membuatnya terlihat lebih sebanding dengan mata uang asing seperti dolar AS atau euro, yang sering kali memiliki nominal lebih rendah. Selain itu, ekonom seperti Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menekankan bahwa ini bisa memperbaiki citra rupiah di kawasan regional, di mana mata uang negara tetangga seperti ringgit Malaysia atau baht Thailand memiliki pecahan lebih ringkas.

Meski demikian, tantangan tidak bisa diabaikan. Ekonom menyarankan sosialisasi masif untuk menghindari kebingungan masyarakat, mengingat pengalaman negara lain seperti Turki (2005) yang sukses setelah persiapan matang, atau Zimbabwe yang gagal karena ketidakstabilan ekonomi. Bhima juga memperingatkan bahwa proses ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa; dibutuhkan waktu untuk konsultasi dengan DPR, BI, dan stakeholders lainnya. Selain itu, media asing seperti yang dilaporkan dalam berbagai outlet telah menyoroti rencana ini sebagai tonggak modernisasi keuangan Indonesia, tetapi menekankan pentingnya stabilitas makroekonomi agar tidak memicu spekulasi mata uang.

Purbaya sendiri belum banyak berkomentar detail, namun dalam keterangan resminya, ia menegaskan bahwa redenominasi adalah langkah strategis menuju perekonomian yang lebih efisien dan kompetitif secara global. Dengan dukungan dari BI dan pemerintah, kebijakan ini diharapkan menjadi legacy penting bagi administrasi saat ini, sejalan dengan upaya pemulihan pasca-pandemi dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.