Pemerintah Integrasikan AI ke Sistem Pajak Coretax Target Selesai 2026
Surakarta, 9 November 2025 - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa bersama timnya tengah mempersiapkan integrasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ke dalam sistem administrasi perpajakan inti, yang dikenal sebagai Coretax. Langkah ini bertujuan untuk mengatasi berbagai kendala teknis dan operasional yang selama ini menghambat proses pelaporan pajak, sekaligus memperkuat pengawasan terhadap wajib pajak (WP). Integrasi AI diharapkan menjadi alat utama dalam mendeteksi ketidakpatuhan, mempercepat layanan berbasis risiko, dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029, yang menekankan penggunaan big data, advanced analytics, dan AI untuk pengawasan kepatuhan WP, wajib bayar, serta pengguna jasa kepabeanan dan cukai. "Pengawasan kepatuhan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Pengguna Jasa Kepabeanan dan Cukai dan percepatan layanan berbasis risiko antara lain melalui Big Data/Advanced Analytics dan kecerdasan buatan secara menyeluruh (Intelligence-Led Compliance)," demikian bunyi PMK tersebut.
Integrasi AI ini datang setelah penerapan serupa di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), di mana teknologi tersebut telah digunakan untuk memantau penerimaan negara secara real-time dan menutup celah praktik under invoicing—yaitu pencatatan harga barang impor lebih rendah dari nilai sebenarnya oleh importir nakal. Purbaya menyatakan bahwa AI akan membantu mendeteksi anomali dalam deklarasi impor, sehingga mengurangi potensi kerugian negara yang selama ini mencapai miliaran rupiah akibat manipulasi tersebut. Sebelumnya, pada Oktober 2025, Purbaya sempat menguji keamanan dan infrastruktur Coretax dengan melibatkan hacker lokal Indonesia, karena ia menilai pengujian internal sebelumnya belum sempurna. "Kami datangkan ahli IT untuk perbaiki Coretax, bahkan saya bilang bakal ajari mereka," kelakar Purbaya dalam salah satu konferensi pers, sambil menekankan bahwa perbaikan ini tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Rekrutmen hacker ini bagian dari upaya memperkuat tim internal tanpa menambah biaya ekstra, dengan target penyelesaian perbaikan sistem pada Januari atau Februari 2026.
Sistem Coretax sendiri telah menjadi sorotan sejak diluncurkan pada awal 2025, dengan berbagai keluhan dari wajib pajak terkait kestabilan dan kemudahan penggunaan. Purbaya mengakui bahwa sistem ini "berantakan" dan memerlukan perbaikan cepat, termasuk peningkatan bandwidth untuk menangani volume akses tinggi. Menurutnya, Coretax menjadi biang kerok lambatnya penerimaan pajak pada periode awal penerapan, karena transisi dari sistem lama ke yang baru menyebabkan penundaan setoran. Untuk mengantisipasi risiko shortfall penerimaan pajak akhir tahun 2025, Purbaya menerapkan strategi jitu melalui optimalisasi Coretax, termasuk integrasi AI untuk analisis data secara mendalam. Ekonom dari berbagai lembaga menilai langkah ini positif, asal didukung dengan sosialisasi masif kepada WP agar tidak menimbulkan kebingungan.
Lebih lanjut, integrasi AI di Coretax diharapkan tidak hanya menyelesaikan kendala teknis, tapi juga meningkatkan transparansi dan keadilan dalam sistem perpajakan. Misalnya, AI dapat secara otomatis mendeteksi pola ketidakpatuhan, seperti keterlambatan pelaporan atau inkonsistensi data, sehingga mempercepat proses audit dan penegakan hukum. Di sisi Bea Cukai, penerapan AI telah terbukti efektif dalam memantau impor, dan kini akan diperluas ke sektor cukai dengan kajian baru terhadap barang kena cukai (BKC) seperti popok, tisu basah, dan alat makan sekali pakai. PMK 70/2025 juga membahas perluasan cukai ini sebagai bagian dari rencana strategis untuk optimalisasi penerimaan negara, meski masih dalam tahap kajian untuk menghindari dampak inflasi pada masyarakat.
Kritik terhadap Coretax tidak sedikit, termasuk dari kalangan praktisi IT yang menyebut bahwa sistem ini masih bergantung pada vendor asing seperti LG, dengan programmer yang dianggap kurang berkualitas—bahkan disebut setara lulusan SMA. Purbaya berencana memutus kontrak dengan pihak asing dan lebih mengandalkan talenta lokal, termasuk hacker, untuk membangun kemandirian teknologi. Di media sosial, wacana ini mendapat respons beragam; sebagian mendukung sebagai langkah modernisasi, sementara yang lain khawatir atas kesiapan infrastruktur. Meski demikian, Purbaya optimistis bahwa dengan integrasi AI, Coretax akan menjadi fondasi kuat bagi perekonomian Indonesia, mendukung target pertumbuhan dan stabilitas fiskal hingga 2029.
