Pemerintahan AS Shutdown, Nasdaq-S&P 500 Kompak Merosot: Dampak Ekonomi dan Prediksi Pemulihan

10/1/20252 min baca

Pemerintahan AS Resmi Shutdown, Nasdaq-S&P 500 Kompak Merosot: Dampak Ekonomi dan Prediksi Pemulihan
Pemerintahan AS Resmi Shutdown, Nasdaq-S&P 500 Kompak Merosot: Dampak Ekonomi dan Prediksi Pemulihan

Surakarta, 1 Oktober 2025 – Pemerintahan Amerika Serikat (AS) resmi mengalami shutdown setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan anggaran darurat pada Selasa (30/09) malam. Kebuntuan politik antara Partai Demokrat dan Presiden Donald Trump dari Partai Republik ini dipicu oleh perselisihan alokasi dana kesehatan dan pengeluaran federal, yang menyebabkan penutupan layanan non-esensial pemerintahan. Kontrak berjangka S&P 500 dan Nasdaq 100 kompak turun 0,5%, sementara saham Asia ikut melemah 0,4%, mencerminkan kekhawatiran investor global terhadap ketidakpastian ekonomi AS.

Shutdown ini, yang merupakan yang ke-22 sejak 1976 menurut data U.S. Government Accountability Office (GAO), diperkirakan memengaruhi sekitar 750 ribu pegawai federal yang berpotensi dirumahkan sementara tanpa gaji. Dampaknya juga meluas ke layanan publik seperti taman nasional, pemrosesan visa, dan rilis data ekonomi penting, yang bisa tertunda dan memengaruhi keputusan The Federal Reserve (The Fed) soal suku bunga.

Presiden Trump, dalam unggahan di Truth Social, mengancam akan memberhentikan permanen banyak pegawai federal jika kebuntuan terus berlanjut. "Ini bukan akhir dunia, tapi kita harus memangkas pengeluaran yang tidak perlu," tulisnya. Respons ini memicu kritik dari Partai Demokrat, yang menuduh Trump menggunakan shutdown sebagai alat politik.

Dampak pada Pasar Keuangan

Pasar saham AS langsung bereaksi negatif. S&P 500 turun 0,79%, Nasdaq Composite anjlok 0,92%, dan Dow Jones melemah 0,94%, menurut Bloomberg. Di Asia, Nikkei Jepang turun 0,5%, Kospi Korea Selatan -0,3%, dan Hang Seng Hong Kong -0,4%, seperti dilaporkan Reuters. Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran akan pelemahan belanja domestik AS akibat shutdown, yang bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

Harga minyak Brent naik tipis 0,2% ke US$70 per barel karena ketakutan gangguan pasokan, menurut OilPrice.com. Sementara itu, emas naik 0,3% ke US$3.350 per ons sebagai aset safe-haven, menurut Kitco.

Di pasar kripto, Bitcoin turun 1,5% ke US$110.000, sementara Ethereum -2% ke US$4.200, menurut CoinMarketCap. Analis Ted Pillow di X memprediksi BTC bisa tembus US$125.000 jika shutdown berlarut, karena investor lari ke aset alternatif.

Sejarah dan Prediksi Durasi Shutdown

Shutdown ini disebabkan oleh kegagalan kesepakatan anggaran, di mana Demokrat menuntut dana lebih untuk kesehatan, sementara Republik fokus pada penghematan. Menurut CNN, shutdown terpanjang dalam sejarah AS adalah 35 hari pada 2018-2019, yang merugikan ekonomi US$11 miliar. Analis dari Moody's Analytics memperkirakan shutdown kali ini bisa berlangsung 1-2 pekan, dengan kerugian US$1 miliar per minggu jika tidak segera diselesaikan.

Sejumlah analis seperti dari Goldman Sachs memperkirakan shutdown singkat dengan dampak terbatas pada PDB AS 0,2%. Namun, jika berlarut, bisa menunda rilis data seperti non-farm payrolls, memengaruhi keputusan The Fed suku bunga.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Dampak shutdown meluas ke 750 ribu pegawai federal yang dirumahkan, termasuk staf taman nasional dan IRS. Menurut The New York Times, ini bisa memperlambat pemrosesan pajak dan bantuan sosial. Ekonomi AS bisa kehilangan US$1 miliar/hari, dengan sektor pariwisata dan ritel terpukul.

Di Indonesia, IHSG turun 0,12% ke 7.892, rupiah Rp16.278/USD. Ekonom Faisal Basri dari UI mengatakan, "Shutdown AS bisa picu capital outflow dari emerging markets seperti Indonesia, tapi dampaknya terbatas jika singkat."

Kesimpulan

Shutdown pemerintahan AS ini mencerminkan kebuntuan politik yang berulang, dengan dampak langsung pada pasar saham dan aset berisiko. Meski analis prediksi durasi singkat, ketidakpastian ini bisa memperburuk volatilitas global. Investor disarankan diversifikasi dan pantau perkembangan kesepakatan Kongres.

Image Source: AP News