PM Jepang Sebut Gagal Capai Kesepakatan Dagang dengan AS


Perdana Menteri (PM) Jepang, Shigeru Ishiba, mengumumkan kegagalan mencapai kesepakatan dagang dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dalam pertemuan bilateral di KTT G-7 pada Senin, 16 Juni 2025, di Kananaskis, Alberta, Kanada. “Ada beberapa hal yang masih belum disepakati kedua pihak, sehingga kami belum bisa mencapai kesepakatan paket dagang,” ujar Ishiba, seperti dilansir Bloomberg pada Selasa (17/06). Kegagalan ini memicu kekhawatiran di kalangan pemerintah Jepang akan ancaman resesi ekonomi akibat tarif impor AS, khususnya pada sektor otomotif yang menjadi pilar utama ekspor Jepang.
Latar Belakang Negosiasi
Negosiasi dagang antara Jepang dan AS telah berlangsung sepanjang tahun 2025, dengan fokus utama pada tarif impor mobil sebesar 25% yang diberlakukan AS. Tarif ini menjadi pukulan berat bagi industri otomotif Jepang, yang menyumbang sekitar 10% PDB negara dan mempekerjakan jutaan orang. Menurut The Japan Times, Jepang berupaya menghindari eskalasi tarif lebih lanjut yang pernah diancam Trump. Meski gagal di KTT G-7, kedua pemimpin sepakat melanjutkan pembicaraan di tingkat menteri, sebagaimana dilaporkan Reuters.
Dampak Ekonomi dan Industri Otomotif
Tarif AS berpotensi memicu resesi di Jepang, dengan para ahli ekonomi memperingatkan penurunan PDB hingga 0,8%, seperti dikutip dari The Wall Street Journal. Industri otomotif, tulang punggung ekspor Jepang, terancam kehilangan lapangan kerja dan daya saing. Automotive News melaporkan bahwa tarif 25% ini dapat meningkatkan harga mobil di AS, merugikan konsumen Amerika sekaligus memaksa perusahaan seperti Toyota untuk memindahkan produksi ke AS guna mengurangi dampak (Reuters).
Reaksi Pasar dan Investor
Pasar keuangan bereaksi negatif terhadap kegagalan ini. Indeks Nikkei 225 turun 2,5% pasca-pengumuman, mencerminkan ketidakpastian investor, menurut Bloomberg. Kekhawatiran akan resesi Jepang dan dampaknya pada ekonomi global semakin meningkat, dengan The Guardian memperingatkan potensi perang dagang yang lebih luas.
Strategi Jepang ke Depan
Meski menghadapi tantangan, Ishiba menegaskan komitmen Jepang untuk terus bernegosiasi. “Kami akan terus melakukan koordinasi aktif dengan AS untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, tanpa mengorbankan kepentingan nasional Jepang,” katanya. Jepang juga mencari pasar alternatif, dengan The Japan Times melaporkan ekspansi ekspor ke Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Vietnam, untuk mengurangi ketergantungan pada AS.
Hubungan Bilateral dan Reaksi Global
Kegagalan ini dapat memperburuk hubungan Jepang-AS, yang telah tegang akibat sikap Trump yang menganggap Jepang sebagai mitra dagang tidak adil (The New York Times). The Asahi Shimbun menyebut hubungan bilateral berisiko rusak, sementara dunia internasional, termasuk anggota G-7 lainnya, menyerukan penyelesaian cepat untuk mencegah eskalasi global (The Diplomat).
Langkah Berikutnya
Jepang berencana mengirim delegasi menteri ke AS untuk melanjutkan negosiasi, seperti dilaporkan Nikkei Asia. Di sisi lain, dunia menanti apakah kedua negara dapat menemukan solusi yang mencegah dampak ekonomi lebih luas. Ishiba optimistis, namun tantangan tetap besar di tengah dinamika dagang global yang kompleks.