Purbaya Abaikan IMF dan Klaim Tau Lebih Banyak


Surakarta, 3 November 2025 – Pernyataan kontroversial Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tentang International Monetary Fund (IMF) kembali menjadi sorotan publik. Pernyataan lama Purbaya yang menyebut IMF "bodoh" dan menyarankan untuk tidak percaya lembaga tersebut kini dianggap bumerang, terutama setelah situasi ekonomi Indonesia dikaitkan dengan rekomendasi IMF. Pernyataan ini, yang diucapkan pada acara CNBC Investment Forum 2025 pada Mei 2025, menunjukkan sikap Purbaya yang berani menantang lembaga internasional, mirip dengan Presiden El Salvador Nayib Bukele yang sering mengabaikan saran IMF terkait adopsi Bitcoin.
“Kalau saya gak percaya IMF. Menurut saya IMF bodoh, kalau enggak percaya kita lihat track recordnya,” ujar Purbaya saat itu, seperti dikutip dari CNBC Indonesia. Ia menambahkan bahwa pengalaman pribadinya membuatnya lebih memahami situasi domestik dibandingkan analisis IMF. Pernyataan ini kini menjadi sorotan setelah IMF merevisi proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% untuk 2025, yang dianggap terlalu pesimis oleh sebagian ekonom lokal.
Kritik terhadap IMF bukan hal baru di Indonesia. Pada 1998, selama krisis moneter, IMF merekomendasikan pemotongan subsidi dan kenaikan suku bunga, yang justru memperburuk kondisi dan memicu kerusuhan sosial. Menurut The Jakarta Post pada 2024, program IMF saat itu dianggap sebagai "resep bencana" oleh banyak ekonom, karena mengabaikan faktor sosial dan politik lokal. Purbaya, dengan pengalamannya sebagai mantan Wakil Menteri Keuangan, tampaknya ingin menghindari kesalahan serupa dengan menekankan pendekatan yang lebih kontekstual.
Dampak Pernyataan Purbaya dan Respons Publik
Pernyataan Purbaya telah memicu perdebatan sengit di media sosial dan kalangan ekonom. Di X (Twitter), hashtag #PurbayaVsIMF menjadi trending dengan lebih dari 50.000 interaksi dalam 24 jam, menurut SocialBlade. Banyak netizen mendukung sikapnya, menyebutnya "bergaya Bukele" karena mirip dengan Nayib Bukele yang mengabaikan IMF untuk adopsi Bitcoin di El Salvador, yang kini untung US$238 juta dari 6.247 BTC, menurut CoinDesk.
Namun, tidak sedikit yang mengkritik. Ekonom senior Faisal Basri dari Universitas Indonesia memperingatkan di Tempo.co bahwa sikap anti-IMF bisa merusak hubungan dengan lembaga global. "IMF bukan musuh; rekomendasinya berdasarkan data. Mengabaikannya bisa kurangi akses pembiayaan murah," ujarnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Mukhtarudin, mendukung Purbaya: "Kita harus prioritaskan kebijakan domestik, bukan ikut-ikutan lembaga asing."
Faktor Ekonomi Saat Ini
Pernyataan Purbaya muncul di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang menantang. PDB Q2 2025 tumbuh 4,87%, turun dari 5,04% Q1, menurut BPS, akibat pelemahan ekspor dan inflasi 2,37%. IMF merevisi proyeksi 2025 ke 4,7%, memperingatkan risiko perang dagang AS-China. Purbaya, dalam wawancara dengan Kompas, menegaskan keyakinannya: "IMF sering salah prediksi; kita lebih paham dinamika lokal."
Track record IMF di Indonesia memang campur aduk. Pada 2022, IMF salah prediksi inflasi Indonesia akan naik ke 5%, tapi aktual hanya 3,5%, menurut OJK Report. Namun, program IMF pada 1998 dianggap memperburuk krisis, dengan defisit anggaran membengkak 8,5% PDB.
Kesimpulan
Pernyataan Purbaya soal IMF mencerminkan sikap berani yang mirip Bukele, tapi juga risiko politik. Dengan ekonomi Indonesia yang menantang, pendekatan lokal vs global jadi perdebatan. Pemerintah harus seimbangkan kebijakan domestik dengan saran internasional untuk hindari kesalahan masa lalu.
Image Source: Bloomberg
