Ray Dalio Batal Jadi Penasihat Danantara, Ada Apa di Balik Keputusan Ini?


Investor ternama asal Amerika Serikat, Raymond Thomas Dalio, atau yang lebih dikenal sebagai Ray Dalio, baru-baru ini dikabarkan batal bergabung sebagai penasihat di Badan Pengelola Investasi Dana Anagata Nusantara (Danantara), Sovereign Wealth Fund (SWF) terbaru Indonesia. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat pengumuman penunjukannya baru dilakukan dua bulan lalu pada Maret 2025 oleh pihak Danantara. Pendiri Bridgewater Associates, salah satu hedge fund terbesar di dunia, memilih mundur dari jajaran dewan penasihat, padahal namanya sempat disebut bersama tokoh-tokoh berpengaruh lainnya seperti ekonom Jeffrey Sachs, Chapman Taylor, mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra, dan mantan Pemimpin Credit Suisse Group AG untuk Asia, Helman Sitohang.
Keputusan Dalio untuk tidak bergabung ini menjadi sorotan karena dianggap sebagai kemunduran bagi inisiatif ekonomi Presiden Prabowo Subianto. Danantara, yang dibentuk untuk mengelola aset perusahaan milik negara dan dividen bernilai miliaran dolar, memiliki ambisi besar untuk menjadi katalis investasi strategis dan mempercepat pembangunan nasional. Namun, absennya figur sekaliber Dalio—yang dikenal luas karena keahliannya di dunia investasi global—dikhawatirkan dapat melemahkan persepsi internasional terhadap kredibilitas Danantara, terutama di saat lembaga ini masih dalam tahap awal pembentukan.
Konteks dan Alasan di Balik Keputusan
Menurut laporan dari Bloomberg, Danantara belum mengirimkan surat konfirmasi resmi kepada Dalio maupun pihak lain untuk mengukuhkan posisi mereka sebagai penasihat. Hingga saat ini, tawaran yang diberikan kepada Dalio hanya bersifat lisan, yang menimbulkan spekulasi bahwa proses pengelolaan internal Danantara belum sepenuhnya matang. Juru Bicara Danantara, Kania Sutisnawinata, menyatakan bahwa lembaga tersebut masih dalam tahap menyempurnakan rencana bisnisnya. Namun, ia tidak memberikan penjelasan rinci mengenai alasan spesifik di balik mundurnya Dalio, sehingga meninggalkan ruang untuk berbagai interpretasi.
Sementara itu, Jeffrey Sachs telah mengonfirmasi keterlibatannya sebagai penasihat secara pro bono—tanpa menerima kompensasi finansial—dan Chapman Taylor juga menyebutkan perannya dalam profil LinkedIn-nya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun beberapa tokoh tetap berkomitmen, keputusan Dalio untuk mundur tetap menjadi perhatian utama.
Dampak bagi Danantara dan Pemerintah Indonesia
Danantara, yang dipimpin oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani sebagai CEO, bersama Chief Operating Officer Dony Oskaria dan Chief Investment Officer Pandu Sjahrir, merupakan proyek ambisius pemerintah Indonesia untuk mengonsolidasikan perusahaan milik negara. Dengan visi menyerupai Temasek di Singapura, Danantara diharapkan mengelola aset senilai lebih dari US$900 miliar dari sektor perbankan, energi, telekomunikasi, hingga investasi strategis di bidang mineral, kecerdasan buatan (AI), energi terbarukan, dan ketahanan pangan. Kehadiran Dalio awalnya digadang-gadang akan meningkatkan daya tarik Danantara di mata investor global, namun keputusannya untuk tidak bergabung kini menimbulkan tantangan baru.
Dari laporan The Jakarta Post, keputusan ini disebut sebagai kemunduran yang signifikan, terutama karena Danantara masih berjuang membangun reputasi dan kepercayaan di tengah sorotan terhadap transparansi dan potensi campur tangan politik. Kekhawatiran ini diperkuat oleh kontrol langsung Presiden Prabowo atas inisiatif ini, yang dikhawatirkan dapat mengurangi independensi dan objektivitas dalam pengelolaan dana.
Reaksi Publik dan Investor
Reaksi terhadap keputusan Dalio juga terlihat di media sosial. Beberapa pengguna di platform X menyuarakan kekecewaan dan keraguan terhadap masa depan Danantara. Salah satu pengguna menulis, “Gembar-gembor Ray Dalio bakal jadi penasihat Danantara. Ternyata ZONK! Mikir juga mau terlibat organisasi gajelas,” sementara yang lain berkomentar, “Confirmed: Ray Dalio, manajer investor kelas wahid dunia yang digaungkan Danantara kemarin g jd bergabung sebagai salah satu dewan penasihatnya. Sudah goyang kah?” Sentimen ini mencerminkan ketidakpastian publik terhadap stabilitas dan kredibilitas Danantara.
Di sisi lain, Bloomberg Technoz menyoroti bahwa mundurnya Dalio menjadi perhatian besar karena namanya sebelumnya digunakan untuk memperkuat citra Danantara di panggung internasional. Hilangnya figur ini dapat memengaruhi kepercayaan investor asing yang tengah mempertimbangkan untuk menanamkan modal di Indonesia melalui SWF ini.
Langkah ke Depan untuk Danantara
Meskipun menghadapi tantangan ini, Danantara tetap melanjutkan misinya untuk menjadi pemain kunci dalam ekonomi Indonesia. Pemerintah berharap lembaga ini dapat menarik investasi besar-besaran dan mendukung proyek-proyek strategis nasional. Namun, keberhasilannya akan sangat bergantung pada kemampuan untuk membangun kepercayaan, baik melalui kinerja nyata maupun komunikasi yang lebih transparan dengan publik dan investor.
Keputusan Dalio untuk tidak bergabung menjadi pengingat bahwa reputasi dan kredibilitas tidak dapat dibangun hanya dengan nama besar, tetapi juga melalui tata kelola yang solid dan strategi yang jelas. Bagi Danantara, langkah selanjutnya adalah membuktikan bahwa mereka mampu berdiri sendiri, dengan atau tanpa dukungan tokoh internasional seperti Ray Dalio.