Rencana Golden Dome Trump Hadapi Tantangan Ekonomi dan Teknologi

5/29/20252 min baca

Rencana Golden Dome Trump Hadapi Tantangan Ekonomi dan Teknologi
Rencana Golden Dome Trump Hadapi Tantangan Ekonomi dan Teknologi

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, telah mengumumkan rencana ambisius untuk membangun sistem anti-rudal canggih yang dinamakan "Golden Dome." Sistem pertahanan ini dirancang untuk melindungi AS dari ancaman rudal balistik yang berasal dari negara-negara seperti Rusia, China, dan Korea Utara. Golden Dome diharapkan menjadi perisai rudal yang mampu mendeteksi dan mencegat rudal yang diluncurkan dari mana saja di dunia, termasuk dari ruang angkasa, dengan memanfaatkan teknologi satelit dan senjata berbasis ruang angkasa. Trump memperkirakan biaya proyek ini sebesar US$175 miliar dan menargetkan penyelesaiannya sebelum masa jabatannya berakhir pada 2029. Sebagai langkah awal, anggota parlemen dari Partai Republik telah menyetujui anggaran sebesar US$25 miliar untuk memulai pengembangan proyek ini.

Namun, rencana ini langsung menuai kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk anggota parlemen, ahli ekonomi, dan pakar teknologi, yang mempertanyakan kelayakan ekonomi dan efektivitas sistem ini. Senator Ed Markey dari Massachusetts, seorang anggota Partai Demokrat, menjadi salah satu pengkritik utama. Ia menyebut Golden Dome sebagai "pemborosan uang yang luar biasa" yang berpotensi merusak ekonomi AS. "Proyek ini hanya akan menguntungkan kontraktor pertahanan besar, bukan memperkuat militer AS," tegas Markey. Ia juga memperingatkan bahwa proyek ini dapat memicu perlombaan senjata di ruang angkasa dan memperburuk ketegangan geopolitik global.

Biaya Membengkak dan Tantangan Teknologi

Kantor Anggaran Kongres AS (CBO) turut memperkuat kritik tersebut dengan merilis laporan yang memperkirakan biaya total proyek Golden Dome bisa mencapai US$831 miliar—hampir lima kali lipat dari estimasi awal Trump. Laporan ini menyebutkan bahwa komponen berbasis ruang angkasa, seperti satelit pelacak dan senjata pencegat, akan menjadi penyumbang terbesar biaya, dengan proyeksi antara US$161 miliar hingga US$542 miliar dalam dua dekade ke depan. CBO juga menyoroti bahwa proyek ini akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan dan mungkin tidak efektif menghadapi rudal modern yang semakin canggih, seperti rudal hipersonik yang dikembangkan oleh Rusia dan China.

Para ahli teknologi juga menyuarakan keraguan mereka. Teknologi untuk mencegat rudal balistik dari ruang angkasa masih dalam tahap pengembangan awal dan belum terbukti andal. Seorang analis pertahanan dari The Conversation mencatat bahwa upaya serupa di masa lalu, seperti program "Star Wars" pada era Presiden Ronald Reagan, gagal menghasilkan sistem yang fungsional meskipun telah menghabiskan miliaran dolar. "Menghancurkan rudal dalam penerbangan adalah tantangan teknis yang sangat kompleks, dan Golden Dome tampaknya lebih sebagai visi politik daripada solusi praktis," tulis analis tersebut.

Kontroversi Keterlibatan SpaceX

Di tengah kritik ini, muncul kabar bahwa SpaceX, perusahaan antariksa milik Elon Musk, berpotensi terlibat dalam pengembangan Golden Dome. SpaceX dikenal memiliki kemampuan untuk meluncurkan satelit dan mengembangkan teknologi ruang angkasa, menjadikannya kandidat kuat untuk membangun komponen kunci seperti satelit pelacak rudal. Namun, keterlibatan SpaceX memicu kekhawatiran tentang konflik kepentingan. Musk, yang merupakan pendukung setia Trump dan telah menyumbangkan dana untuk kampanye presiden tersebut, dilaporkan telah melobi Menteri Pertahanan Pete Hegseth agar perusahaannya mendapatkan peran dalam proyek ini. Akibatnya, 42 anggota Partai Demokrat mengirim surat kepada Inspektur Jenderal Pentagon, menuntut investigasi atas dugaan pelanggaran etika.

Reaksi Global dan Optimisme Trump

Reaksi internasional terhadap Golden Dome juga tidak kalah tajam. Rusia dan Korea Utara mengecam rencana ini sebagai langkah provokatif yang dapat memicu "perang nuklir di ruang angkasa." Sementara itu, China telah mengembangkan teknologi siluman baru yang diklaim mampu menembus sistem pertahanan rudal AS, menambah keraguan tentang efektivitas Golden Dome. Di sisi lain, Trump tetap optimis. "Golden Dome akan menjadi perisai yang tak tertembus, melindungi Amerika dari ancaman apa pun," katanya dalam sebuah wawancara. Ia bahkan telah menunjuk Jenderal Michael Guetlein dari Angkatan Luar Angkasa AS untuk memimpin proyek ini, dengan target ambisius menyelesaikannya dalam waktu singkat.

Meski begitu, dengan biaya yang terus membengkak, tantangan teknologi yang signifikan, dan kritik dari dalam maupun luar negeri, masa depan Golden Dome masih penuh ketidakpastian. Bagi banyak pihak, proyek ini dipandang sebagai simbol ambisi Trump yang besar, namun juga sebagai contoh rencana yang sulit direalisasikan dalam praktik.