Risalah The Fed: Suku Bunga Mungkin Dipangkas Dua Kali hingga Akhir Tahun


Surakarta, 10 Oktober 2025 – The Federal Reserve (The Fed) telah merilis risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan lalu pada 17 September 2025. Risalah ini mengungkapkan kesepakatan di kalangan pejabat The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut tahun ini, dengan mayoritas mendukung pemangkasan suku bunga acuan sebanyak dua kali hingga akhir tahun. Keputusan ini diambil di tengah melemahnya pasar tenaga kerja AS, yang menjadi fokus utama diskusi.
Dalam risalah tersebut, para pejabat The Fed sepakat bahwa pemangkasan suku bunga diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekonomi, dengan suara 11-1 untuk menurunkan suku bunga sebesar seperempat poin persentase. Namun, pandangan pejabat lain bervariasi mengenai seberapa agresif langkah ini harus dilakukan hingga akhir 2025 dan tahun-tahun mendatang. Pada akhirnya, mayoritas pejabat dengan suara 10-9 mendukung pemangkasan seperempat poin pada masing-masing dari dua pertemuan tersisa tahun ini.
Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konferensi pers pasca-rapat, menekankan bahwa keputusan ini didasarkan pada data ekonomi terkini, termasuk tingkat pengangguran yang naik ke 4,3% pada Agustus 2025 dan inflasi yang tetap di bawah 3%. "Kami siap untuk menyesuaikan kebijakan jika diperlukan untuk mendukung pertumbuhan sambil menjaga inflasi terkendali," ujar Powell, seperti dikutip dari Reuters.
Dampak pada Pasar Keuangan Global
Risalah ini langsung memengaruhi pasar aset digital, dengan cryptocurrency teratas seperti Bitcoin (BTC) turun tipis di US$121.786 atau 0,56%, sementara Ethereum (ETH) diperdagangkan di US$1.343 dan BNB di US$1.283, menurut CoinMarketCap. Penurunan ini mencerminkan ketidakpastian investor terhadap kebijakan The Fed yang masih hati-hati, meskipun pemangkasan diharapkan memberikan dorongan likuiditas.
Di pasar saham AS, S&P 500 naik 0,2% pasca-risalah, menurut Bloomberg, karena ekspektasi pemangkasan suku bunga lebih lanjut bisa mendorong pertumbuhan. Namun, volatilitas tetap tinggi akibat ketegangan perdagangan dengan China dan shutdown pemerintahan AS yang berlangsung sejak Oktober.
Di Indonesia, risalah The Fed memberikan angin segar bagi pasar domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,23% ke level 7.976, sementara rupiah menguat tipis ke Rp16.454 per dolar AS, menurut Bisnis Indonesia. "Pemangkasan suku bunga The Fed bisa mengurangi tekanan pada rupiah dan mendorong aliran modal masuk," kata analis dari Mandiri Sekuritas dalam laporan harian mereka.
Prediksi dan Analisis Ahli
Para ekonom memperkirakan pemangkasan suku bunga The Fed akan berlanjut hingga akhir tahun, dengan total penurunan 50 bps pada 2025. Menurut Goldman Sachs dalam laporan September 2025, pemangkasan ini diperlukan untuk menjaga pertumbuhan PDB AS di atas 2%, meskipun inflasi naik tipis ke 2,9% pada Agustus. "Kebijakan ini akan memberikan ruang bagi pertumbuhan tanpa memicu inflasi baru," ujar ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius.
Nouriel Roubini, ekonom NYU, memperingatkan bahwa pemangkasan terlalu cepat bisa memicu gelembung aset. "The Fed harus hati-hati, karena suku bunga rendah bisa memperburuk ketimpangan," katanya dalam wawancara dengan CNBC. Di sisi lain, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mendukung pemangkasan lebih agresif 50 bps untuk mendorong pertumbuhan.
Dampak pada Aset Kripto dan Saham
Risalah ini membuat aset kripto memerah, dengan BTC turun 0,56%, ETH di US$1.343, dan BNB di US$1.283. Namun, analis Ted Pillow di X memprediksi BTC bisa capai US$125.000 jika pemangkasan berlanjut. Di pasar saham, S&P 500 naik tipis, menurut MarketWatch, didorong harapan likuiditas lebih tinggi.
Di Indonesia, BI kemungkinan akan ikuti dengan pemangkasan suku bunga domestik pada Oktober, menurut Reuters, untuk dukung pertumbuhan 5,2% 2025.
Kesimpulan
Risalah FOMC The Fed menunjukkan kesepakatan untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut, dengan mayoritas mendukung dua kali potong hingga akhir tahun. Meskipun pasar crypto bereaksi negatif sementara, dampak jangka panjang diharapkan positif bagi aset berisiko. Dengan melemahnya pasar tenaga kerja, The Fed siap longgarkan kebijakan, tapi ketidakpastian global seperti perang dagang tetap jadi risiko. Investor disarankan pantau data ekonomi mendatang untuk strategi investasi yang tepat.
Image Source: KNDU