Rupiah Melemah, Emas Antam Melonjak Usai Trump Berlakukan Tarif 32%

7/8/20253 min baca

banknote and Passport on white panel
banknote and Passport on white panel

Jakarta, 8 Juli 2025 – Pasar keuangan Indonesia diguncang oleh keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang resmi memberlakukan tarif sebesar 32% terhadap barang impor dari Indonesia. Kebijakan ini diumumkan melalui surat terbuka kepada 14 pemimpin negara yang dibagikan di media sosial pada Senin (07/07) waktu setempat. Selain Indonesia, AS juga mengenakan tarif 25% kepada Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia, menambah ketegangan dalam perdagangan global.

Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi bisnis AS dari persaingan asing dan mendorong pertumbuhan manufaktur serta lapangan kerja domestik. Namun, langkah proteksionis ini memicu kekhawatiran akan perang dagang yang dapat mengganggu ekonomi dunia, termasuk Indonesia.

Reaksi Pasar Keuangan Indonesia

Rupiah Tertekan

Mata uang Indonesia, rupiah, langsung merespons dengan pelemahan signifikan terhadap dolar AS. Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah berada di level Rp16.239 per dolar AS. Namun, pagi ini, nilai tukarnya anjlok ke Rp16.278 per dolar AS, menurut data Bloomberg Exchange Rate. Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek ekspor Indonesia ke AS, yang menyumbang sekitar 10% dari total ekspor nas产品的 Indonesia pada tahun 2023 senilai US$23,28 miliar, termasuk minyak sawit, tekstil, dan mesin listrik.

IHSG Turun

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terkena dampak, turun 0,12% pada perdagangan pagi ini, mencapai level Rp6.892. Penurunan ini menunjukkan sentimen negatif di kalangan investor yang khawatir akan berkurangnya daya saing produk Indonesia di pasar AS akibat tarif tersebut.

Emas Antam Naik

Di sisi lain, harga emas Antam melonjak Rp5.000 menjadi Rp1.906.000 per gram. Kenaikan ini sejalan dengan tren global di mana investor beralih ke aset safe-haven seperti emas saat ketidakpastian ekonomi meningkat. Menurut Kitco News, permintaan emas meningkat tajam di Asia Tenggara sebagai respons terhadap volatilitas pasar yang dipicu oleh kebijakan tarif Trump.

Alasan di Balik Tarif Trump

Trump menyatakan dalam suratnya bahwa tarif ini dirancang untuk melindungi industri AS dari persaingan yang dianggap tidak adil oleh produk impor murah. "Kami harus membawa kembali pekerjaan dan kekayaan ke Amerika," tulis Trump di media sosial. Ia juga menyebutkan bahwa tarif ini dapat dinegosiasi, tergantung pada hubungan bilateral AS dengan negara-negara yang terkena dampak.

Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memicu efek domino. Menurut Reuters, tarif ini berisiko memicu retaliasi dari negara lain, yang dapat merugikan ekspor AS dan mengganggu rantai pasok global. "Ini adalah langkah berisiko yang bisa memicu perang dagang," kata Anthony Cheung, analis pasar dari Global Economics.

Dampak Jangka Panjang bagi Indonesia

Tarif 32% ini dapat mengganggu industri ekspor utama Indonesia, seperti tekstil, pertanian, dan elektronik, yang bergantung pada akses pasar AS. Jika perusahaan Indonesia terpaksa menurunkan harga untuk tetap bersaing, margin keuntungan akan menyusut, berpotensi menyebabkan PHK dan perlambatan ekonomi.

Pelemahan rupiah juga dapat memperburuk inflasi. Impor bahan baku dan barang konsumsi akan menjadi lebih mahal, menekan daya beli masyarakat. "Kami memperkirakan inflasi bisa naik 0,5%-1% dalam beberapa bulan ke depan jika rupiah terus tertekan," kata Faisal Rachman, ekonom dari Bank Mandiri, kepada CNBC Indonesia.

Selain itu, hubungan diplomatik AS-Indonesia bisa memburuk, memengaruhi kerja sama di bidang investasi dan keamanan. Menurut The Diplomat, Indonesia mungkin akan mencari mitra dagang alternatif seperti China atau Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan pada AS.

Respons Pemerintah dan Pelaku Pasar

Pemerintah Indonesia bergerak cepat untuk meredam dampaknya. Menteri Keuangan mengatakan kepada CNBC Indonesia bahwa pihaknya akan bernegosiasi dengan AS, termasuk menawarkan pembelian lebih banyak produk AS seperti gas alam cair dan kedelai. Pemerintah juga mempertimbangkan insentif pajak untuk produk baja dan alat kesehatan AS sebagai bagian dari strategi diplomasi ekonomi.

Pelaku pasar, sementara itu, tampaknya bersiap menghadapi volatilitas lebih lanjut. Selain emas, beberapa investor mulai melirik obligasi pemerintah sebagai opsi aman. "Kami menyarankan diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko," kata Mirae Asset Sekuritas dalam laporannya.

Dampak Regional dan Global

Negara-negara Asia lainnya juga merasakan tekanan serupa. Korea Selatan dan Jepang, yang dikenakan tarif 25%, melihat indeks Kospi turun 1,5% dan yen melemah terhadap dolar AS, menurut The Wall Street Journal. Malaysia, dengan tarif 25%, juga melaporkan penurunan nilai tukar ringgit. Ketegangan ini menunjukkan bahwa kebijakan Trump memiliki efek domino yang luas di kawasan Asia-Pasifik.

China, meskipun belum termasuk dalam daftar tarif terbaru, tetap waspada. Menurut South China Morning Post, Beijing mungkin akan memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat posisinya sebagai mitra dagang utama bagi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Kesimpulan

Kebijakan tarif 32% Trump terhadap Indonesia telah menciptakan gejolak ekonomi yang signifikan, dengan pelemahan rupiah, penurunan IHSG, dan kenaikan harga emas sebagai respons langsung. Meskipun pemerintah berupaya menegosiasikan solusi, ancaman perang dagang dan ketidakpastian global tetap membayangi. Investor disarankan untuk tetap waspada dan mempertimbangkan strategi lindung nilai untuk menghadapi volatilitas yang diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan.