Rupiah Melemah Jadi Rp16.303 per Dolar Akibat Timur Tengah Memanas

6/13/20252 min baca

200 banknote on white textile
200 banknote on white textile

Jakarta, 13 Juni – Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Jumat (13/06) pagi mengalami pelemahan signifikan sebesar 61 poin atau 0,38%, mencapai Rp16.303 per dolar AS. Penurunan ini dipicu oleh eskalasi konflik di Timur Tengah setelah serangan Israel terhadap Iran, yang meningkatkan ketegangan geopolitik global. Menurut data Bloomberg, indeks dolar AS naik 0,27 poin atau 0,28% ke level 98,1, sementara mata uang safe-haven seperti yen Jepang dan franc Swiss juga menguat. Di pasar saham AS, S&P 500 naik 0,3%, Nasdaq 0,2%, dan NYSE 0,4%. Harga emas pun melonjak ke US$3.453 per ons, mencerminkan ketidakpastian ekonomi global.

Latar Belakang Konflik dan Dampak Global

Konflik antara Israel dan Iran telah memanas dalam beberapa pekan terakhir, dengan serangan terbaru Israel terhadap fasilitas militer Iran menjadi titik puncak ketegangan. Menurut laporan Reuters, serangan ini memicu kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak di kawasan Teluk, yang merupakan salah satu pemasok minyak terbesar dunia. Harga minyak mentah Brent dilaporkan naik 2% akibat ketidakpastian ini, yang turut memperkuat dolar AS sebagai aset safe-haven. Ketegangan geopolitik ini tidak hanya memengaruhi pasar energi, tetapi juga memicu volatilitas di pasar keuangan global, termasuk nilai tukar rupiah.

Sejarah mencatat bahwa rupiah kerap tertekan saat terjadi konflik geopolitik. Pada 2020, misalnya, rupiah melemah signifikan terhadap dolar AS akibat ketegangan antara AS dan Iran setelah pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani. Menurut The Jakarta Post, pelemahan rupiah saat itu mencapai level terendah dalam beberapa tahun, dan pola serupa tampaknya berulang pada situasi saat ini.

Dampak pada Ekonomi Indonesia

Pelemahan rupiah ini membawa konsekuensi serius bagi perekonomian Indonesia. Salah satu dampak utamanya adalah potensi kenaikan inflasi. Sebagai negara yang bergantung pada impor untuk bahan baku dan barang konsumsi, pelemahan rupiah membuat harga barang impor melonjak. Ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, dalam wawancara dengan Kompas.id, memperingatkan bahwa inflasi bisa mencapai 4% jika rupiah terus tertekan hingga Rp17.000 per dolar AS. Hal ini akan membebani daya beli masyarakat dan meningkatkan biaya produksi bagi pelaku usaha.

Selain itu, pelemahan rupiah juga dapat mengurangi kepercayaan investor asing terhadap pasar Indonesia. Menurut data Bloomberg, aliran modal asing keluar (capital outflow) dari pasar obligasi dan saham Indonesia meningkat sejak konflik Timur Tengah memanas. Jika tren ini berlanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan sebesar 5,1% pada 2024 bisa terancam melambat.

Langkah Stabilisasi dari Bank Indonesia

Menghadapi situasi ini, Bank Indonesia (BI) telah bertindak cepat untuk menstabilkan rupiah. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa bank sentral telah melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menahan volatilitas rupiah. “Kami juga memperketat kebijakan moneter dan memastikan likuiditas di pasar tetap terjaga,” ujarnya dalam konferensi pers, seperti dilansir CNBC Indonesia. Selain itu, BI juga berkoordinasi dengan pemerintah untuk memitigasi dampak ekonomi dari konflik yang berkepanjangan.

Pemerintah Indonesia, di bawah arahan Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga tengah mempersiapkan langkah-langkah antisipatif. Salah satunya adalah memperkuat cadangan devisa dan menjaga stabilitas fiskal untuk mengurangi tekanan eksternal. “Kami akan terus memantau situasi global dan mengambil tindakan yang diperlukan,” kata Sri Mulyani.

Outlook ke Depan

Analis pasar memprediksi bahwa tekanan terhadap rupiah akan berlanjut selama ketegangan di Timur Tengah belum mereda. Menurut Reuters, jika konflik meluas dan melibatkan lebih banyak negara, harga minyak bisa melonjak lebih tinggi, yang akan memperparah pelemahan mata uang emerging markets seperti rupiah. Namun, langkah proaktif BI dan pemerintah dapat menjadi penyangga penting untuk mencegah krisis yang lebih dalam.