Salesforce PHK 4.000 Karyawan dan Gantikan dengan AI: Transformasi Layanan Pelanggan di Era Digital
Jakarta, 6 September 2025 – Perusahaan perangkat lunak raksasa asal Amerika Serikat, Salesforce, mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 4.000 karyawan di divisi layanan pelanggan, yang digantikan dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) bernama Agentforce. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh CEO Salesforce, Marc Benioff, dalam wawancara di The Logan Bartlett Show. Langkah ini menandai pergeseran besar dalam strategi perusahaan menuju otomatisasi berbasis AI, sekaligus memicu debat tentang masa depan tenaga kerja di era digital.
Menurut Benioff, seperti dikutip dari Fox Business, PHK ini mengurangi jumlah karyawan layanan dukungan dari 9.000 menjadi sekitar 5.000 orang. “Saya bisa menyeimbangkan kembali jumlah karyawan di layanan dukungan karena efisiensi AI. Sekarang, 50% interaksi pelanggan ditangani oleh agen AI, dan 50% oleh manusia,” ujarnya. Agentforce, platform AI terbaru Salesforce, mampu menangani permintaan pelanggan secara otomatis, mulai dari menjawab pertanyaan hingga menyelesaikan keluhan, dengan akurasi dan kecepatan yang setara atau bahkan melebihi manusia.
Transformasi Layanan Pelanggan dengan AI
Salesforce mulai mengintegrasikan AI dalam operasionalnya sejak peluncuran help.agentforce.com pada awal 2025. Platform ini memungkinkan perusahaan menangani volume kasus dukungan pelanggan yang lebih besar dengan sumber daya lebih sedikit. Dalam pernyataan resmi, Salesforce menyebutkan bahwa efisiensi Agentforce telah menekan jumlah kasus dukungan yang memerlukan intervensi manusia, sehingga kebutuhan untuk merekrut insinyur dukungan baru berkurang drastis. “Kami memindahkan ratusan karyawan ke bidang lain seperti layanan profesional, penjualan, dan customer success,” ungkap perusahaan tersebut, seperti dilansir Reuters.
Langkah ini bukan tanpa preseden. Lonjakan adopsi AI di sektor teknologi dipicu oleh popularitas ChatGPT dari OpenAI, yang dirilis pada akhir 2022. Menurut laporan Bloomberg, investasi global di sektor AI mencapai US$94 miliar pada 2024, dengan perusahaan seperti Salesforce, Microsoft, dan Google memimpin dalam pengembangan alat berbasis AI untuk otomatisasi. Salesforce sendiri telah menginvestasikan lebih dari US$2 miliar untuk mengembangkan Agentforce, yang kini menjadi tulang punggung strategi layanan pelanggannya.
Pro dan Kontra Otomatisasi AI
Keputusan Salesforce menuai pro dan kontra. Benioff menegaskan bahwa penggabungan AI dan manusia bukanlah sesuatu yang menakutkan. “Saya tidak menganggap ini distopia. Ini adalah kenyataan baru yang membawa efisiensi dan inovasi,” katanya. Namun, kritik muncul dari serikat pekerja dan analis tenaga kerja. Menurut The Wall Street Journal, PHK massal ini mencerminkan tren yang lebih luas di industri teknologi, di mana perusahaan seperti Amazon dan Meta juga memangkas ribuan pekerjaan untuk mengintegrasikan AI. “Ini mengkhawatirkan karena bisa memperlebar kesenjangan keterampilan dan mengurangi peluang kerja di sektor layanan,” ujar analis tenaga kerja dari Gartner, Emily Rose McRae.
Di sisi lain, pendukung otomatisasi berargumen bahwa AI seperti Agentforce memungkinkan perusahaan untuk fokus pada tugas-tugas strategis. “AI menangani pekerjaan rutin, sehingga manusia bisa fokus pada kreativitas dan hubungan pelanggan yang lebih kompleks,” kata analis teknologi dari Forbes, Bernard Marr. Salesforce juga menegaskan bahwa karyawan yang terkena PHK tidak ditinggalkan begitu saja, melainkan dialihkan ke divisi lain yang membutuhkan keahlian manusia.
Dampak pada Ekonomi dan Pasar
PHK ini memiliki dampak signifikan pada pasar tenaga kerja AS, di mana sektor teknologi telah memangkas lebih dari 150.000 pekerjaan sepanjang 2024-2025, menurut data Layoffs.fyi. Namun, saham Salesforce justru naik 3,2% setelah pengumuman ini, mencerminkan kepercayaan investor terhadap strategi AI perusahaan, seperti dilaporkan Bloomberg. Kapitalisasi pasar Salesforce kini mencapai US$260 miliar, menjadikannya salah satu pemimpin di sektor perangkat lunak.
Di Indonesia, tren serupa mulai terlihat. Menurut Bisnis Indonesia, perusahaan teknologi lokal seperti GoTo dan Tokopedia mulai mengadopsi AI untuk otomatisasi layanan pelanggan, meskipun skala PHK masih lebih kecil dibandingkan di AS. Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, memperingatkan bahwa Indonesia perlu mempercepat pelatihan keterampilan digital untuk mencegah dampak buruk otomatisasi pada tenaga kerja. “Tanpa reskilling, kita bisa kehilangan jutaan lapangan kerja di sektor layanan dalam dekade mendatang,” ujarnya.
Prospek Masa Depan
Adopsi AI seperti Agentforce diharapkan terus meluas, dengan McKinsey memprediksi bahwa 30% pekerjaan layanan pelanggan global akan diotomatisasi pada 2030. Salesforce sendiri berencana untuk memperluas Agentforce ke lebih banyak bahasa dan pasar, termasuk Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai target utama karena pertumbuhan pasar digitalnya yang pesat.
Meskipun menjanjikan efisiensi, langkah ini juga menimbulkan pertanyaan etis tentang masa depan tenaga kerja. Dengan perusahaan besar seperti Salesforce memimpin tren ini, dunia bisnis dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan inovasi teknologi dengan keberlanjutan lapangan kerja.