Sebelum Danantara, Dana Abadi Abu Dhabi Borong Rp6,7 Triliun Bitcoin


Jakarta, 16 Mei 2025 – Mubadala Investment Company, dana abadi milik Abu Dhabi, mengungkapkan kepemilikan Bitcoin senilai US$408,5 juta atau setara dengan Rp6,7 triliun (asumsi kurs Rp16.400 per dolar AS) melalui iShares Bitcoin Trust (IBIT) milik BlackRock, menurut laporan 13F terbaru yang dirilis pada awal Mei 2025. Investasi ini menegaskan tren meningkatnya adopsi aset digital oleh institusi besar, khususnya melalui Exchange-Traded Fund (ETF) Bitcoin spot di Amerika Serikat (AS), yang mencatat arus masuk signifikan sepanjang Mei 2025. IBIT BlackRock, sebagai salah satu ETF Bitcoin terkemuka, terus menarik perhatian investor institusi berkat likuiditas tinggi dan kepercayaan terhadap pengelola dana raksasa tersebut.
Tren Institusionalisasi Bitcoin dan Peran ETF
Langkah Mubadala ini memperkuat posisi ETF Bitcoin spot sebagai instrumen investasi favorit di kalangan institusi global. Menurut laporan dari CryptoSlate, arus masuk ke ETF Bitcoin spot di AS mencapai puncaknya pada Mei 2025, dengan IBIT BlackRock mencatat arus masuk harian yang signifikan meskipun pasar kripto mengalami volatilitas tinggi. Data dari Bloomberg juga menunjukkan bahwa BlackRock telah meningkatkan eksposur Bitcoin-nya menjadi lebih dari US$5 miliar pada akhir Q1 2025, termasuk kepemilikan besar di IBIT dan saham perusahaan penambangan Bitcoin seperti Marathon Digital Holdings dan Riot Platforms. Diversifikasi ini mencerminkan strategi BlackRock untuk memperluas kehadirannya dalam ekosistem Bitcoin, sekaligus menunjukkan optimisme terhadap prospek jangka panjang aset digital ini.
Mubadala, yang mengelola aset lebih dari US$300 miliar dan menempati peringkat ke-13 dalam daftar dana abadi dunia versi SWF Institute, tampaknya mengikuti jejak institusi lain yang melihat Bitcoin sebagai aset strategis. Investasi senilai US$408,5 juta ini, yang diungkapkan pada 31 Maret 2025, bukan hanya langkah finansial, tetapi juga sinyal kuat bahwa dana abadi Timur Tengah mulai memandang kripto sebagai bagian integral dari portofolio mereka.
Dialog AS-UEA: Bitcoin sebagai Aset Global
Investasi Mubadala ini terjadi di tengah intensifnya dialog antara pemimpin kebijakan kripto AS dan Uni Emirat Arab (UEA). Pada pertemuan baru-baru ini, Ketua Bidang AI dan Crypto Gedung Putih, David Sacks, bertemu dengan pejabat tinggi UEA untuk membahas masa depan aset digital dan kecerdasan buatan. Dalam forum tersebut, Eric Trump, yang turut hadir sebagai perwakilan sektor swasta, menegaskan bahwa Bitcoin bukan sekadar spekulasi, melainkan aset global yang dapat melindungi nilai dari inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Ia bahkan memprediksi harga Bitcoin bisa melonjak hingga US$1 juta dalam dekade mendatang, sebuah pandangan yang mencerminkan sentimen bullish di kalangan elit keuangan.
Pernyataan ini didukung oleh data pasar terkini. Menurut CoinDesk, harga Bitcoin pada Mei 2025 telah menembus US$80.000, didorong oleh meningkatnya adopsi institusi dan pelonggaran regulasi di beberapa negara. Forum AS-UEA ini juga menyoroti potensi kerja sama lintas batas dalam mengembangkan infrastruktur aset digital, termasuk integrasi teknologi AI untuk analisis pasar kripto.
Perspektif Ahli: Bitcoin dan Ekonomi Digital
Para ahli juga memberikan pandangan optimistis terhadap tren ini. Cathie Wood, CEO Ark Invest, menyebutkan bahwa masuknya institusi seperti Mubadala ke Bitcoin adalah tanda positif bagi ekonomi digital. Dalam wawancara dengan CNBC, Wood menyatakan bahwa inovasi di sektor kripto dan AI dapat mengakhiri periode 'rolling recession' yang telah melanda AS sejak 2023. Ia menambahkan bahwa Bitcoin, sebagai aset yang tidak bergantung pada kebijakan moneter tradisional, memiliki potensi untuk menjadi "emas digital" di era modern.
Sementara itu, analis dari JPMorgan Chase, dalam laporan terbaru mereka, memperkirakan bahwa ETF Bitcoin spot akan terus tumbuh sebagai pintu masuk utama bagi investor institusi. "ETF memberikan cara yang aman dan teregulasi untuk mendapatkan eksposur ke Bitcoin tanpa risiko penyimpanan langsung," tulis laporan tersebut, menyoroti alasan di balik popularitas IBIT BlackRock.
Danantara Indonesia: Ambisi di Pasar Kripto Global
Di sisi lain, Indonesia tengah bersiap untuk mengambil peran lebih besar dalam pasar aset digital melalui Danantara, dana abadi yang diusulkan untuk membeli Bitcoin. Jika terealisasi, Danantara berpotensi menjadi dana abadi terbesar ke-8 di dunia, melampaui Mubadala yang saat ini berada di posisi ke-13. Menurut sumber dari Kementerian Keuangan Indonesia, Danantara dirancang untuk mendiversifikasi portofolio investasi nasional dengan memanfaatkan peluang di sektor teknologi dan kripto, sekaligus mendukung visi Indonesia sebagai pusat ekonomi digital di Asia Tenggara.
Ambisi ini sejalan dengan tren global. Data dari Statista menunjukkan bahwa pasar kripto global diperkirakan akan mencapai nilai US$10 triliun pada 2030, dengan Asia sebagai salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat. Dengan Danantara, Indonesia bisa memposisikan diri sebagai pemimpin di kawasan ini, bersaing dengan negara-negara seperti Singapura dan UEA yang telah lebih dulu mengadopsi aset digital dalam strategi investasi mereka.
Dampak terhadap Pasar dan Sentimen Publik
Investasi Mubadala juga memicu reaksi positif di media sosial. Postingan di X menunjukkan sentimen bullish, dengan salah satu pengguna menulis, "Mubadala borong US$408,5 juta Bitcoin via ETF BlackRock. Ini baru permulaan gelombang institusi! 🚀" Analis independen di platform tersebut juga memperkirakan bahwa langkah ini dapat memicu efek domino, mendorong dana abadi lain untuk menyusul.
Secara keseluruhan, investasi besar Mubadala di IBIT tidak hanya menegaskan kepercayaan institusi terhadap prospek Bitcoin, tetapi juga memperkuat peran ETF Bitcoin sebagai jembatan antara dunia keuangan tradisional dan aset digital. Dengan potensi Danantara Indonesia untuk mengikuti jejak serupa, pasar kripto global tampaknya akan semakin terintegrasi ke dalam strategi investasi institusi besar, membuka babak baru dalam evolusi ekonomi digital.