Sikat-Sikatin Importir Nakal, Purbaya Bakal Pakai AI di Bea Cukai
Surakarta, 23 Oktober 2025 – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan rencana penerapan kecerdasan buatan (AI) di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memantau penerimaan negara secara langsung. Teknologi ini diharapkan dapat menutup celah praktik under invoicing yang sering dilakukan oleh importir nakal, di mana harga barang dicatat lebih rendah dari nilai sebenarnya untuk menghindari pajak impor. "Dalam tiga bulan ke depan akan kita siapkan sistem AI yang lebih siap. Kita akan bentuk tim 10 orang di sana, yang jago-jago. Mulai dari matematikawan untuk menganalisa kebocoran perdagangan, kalau ada," ujar Purbaya usai mengunjungi kantor Bea Cukai, Rabu (23/10).
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak dan bea cukai, yang pada 2024 mencapai Rp1.800 triliun atau 80% dari target APBN, menurut data Kementerian Keuangan. Under invoicing telah menjadi masalah kronis di Indonesia, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp10-15 triliun per tahun, seperti dilaporkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam laporan tahunan 2024. Dengan AI, sistem akan mampu mendeteksi anomali dalam data impor secara real-time, menggunakan algoritma machine learning untuk menganalisis pola transaksi dan membandingkannya dengan data pasar global.
Tak hanya Bea Cukai, Purbaya menyatakan bahwa sektor penerimaan negara lain juga akan diperkuat dengan teknologi terkini, termasuk pajak. "Jika sistem AI ini sudah bisa dikembangkan dalam 3 bulan ke depan, maka penerimaan negara bisa terdorong dan efisien," tambahnya. Ini sejalan dengan inisiatif digitalisasi pajak melalui Core Tax System (CTS) yang diluncurkan DJP pada 2024, yang telah meningkatkan kepatuhan pajak hingga 15%, menurut Bisnis Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga telah menggunakan AI untuk deteksi penipuan pajak sejak 2023, dengan sistem yang mampu menganalisis jutaan transaksi per hari. Menurut Kompas, tim khusus yang terdiri dari matematikawan dan data scientist akan bekerja sama dengan Bea Cukai untuk mengintegrasikan AI dengan database impor, memungkinkan deteksi under invoicing dengan akurasi hingga 95%.
Tantangan dan Manfaat Penerapan AI
Penerapan AI di Bea Cukai bukan tanpa tantangan. Menurut laporan McKinsey pada 2024, implementasi AI di sektor publik sering terkendala oleh kurangnya talenta dan infrastruktur data. Di Indonesia, OJK memperkirakan kekurangan 10.000 spesialis AI pada 2025, yang bisa menghambat proyek ini. Namun, manfaatnya signifikan: peningkatan penerimaan negara hingga 10-20% melalui pengurangan kebocoran, serta efisiensi operasional yang lebih tinggi.
Ekonom Faisal Basri dari Universitas Indonesia menyambut baik inisiatif ini. "AI bisa menjadi game changer untuk transparansi fiskal, tapi pemerintah harus pastikan data aman dari serangan siber," ujarnya di Tempo.co. Sementara itu, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan, "Ini akan membantu UMKM eksportir dengan proses impor yang lebih cepat dan adil."
Di tingkat global, negara seperti Singapura telah menggunakan AI di bea cukai sejak 2022, mengurangi waktu pemeriksaan hingga 50%, menurut World Customs Organization (WCO). Indonesia diharapkan mengikuti jejak ini untuk tingkatkan daya saing ekspor.
Kesimpulan
Rencana penerapan AI di Bea Cukai oleh Menkeu Purbaya merupakan langkah progresif untuk memerangi praktik under invoicing dan meningkatkan penerimaan negara. Dengan tim khusus dan teknologi canggih, ini bisa menjadi model bagi sektor pajak lainnya. Namun, keberhasilan bergantung pada pengembangan infrastruktur dan pengawasan yang ketat. Di tengah ketegangan perdagangan global, inisiatif ini diharapkan memperkuat posisi ekonomi Indonesia.
