Siklus Properti 18 Tahun: Peluang dan Risiko di Tengah Resesi Global yang Diprediksi

3/23/20253 min baca

siklus real estate
siklus real estate

Surakarta – Pasar properti global, termasuk di Indonesia, sedang memasuki fase krusial dalam siklus properti 18 tahun. Berdasarkan grafik berjudul "The 18-Year Real Estate Cycle", yang menggambarkan tren harga tanah dari tahun 1950-an hingga proyeksi 2030, kita saat ini berada di ambang puncak siklus (cycle peak) yang diprediksi terjadi pada 2025-2026. Setelah itu, pasar diperkirakan akan memasuki resesi mendalam (deep recession) pada 2027-2030, mirip dengan yang terjadi pada tahun 1974. Bagi investor properti, memahami siklus ini adalah kunci untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi gejolak ekonomi yang akan datang.

Apa Itu Siklus Properti 18 Tahun?

Grafik "The 18-Year Real Estate Cycle" menunjukkan pola berulang setiap 18 tahun dalam pasar properti, yang terdiri dari beberapa fase utama:

  • Ekspansi (Expansion): Harga tanah naik tajam, didorong oleh permintaan yang kuat dan optimisme pasar.

  • Puncak (Peak): Harga mencapai titik tertinggi, seperti yang terjadi pada 1954, 1972, 1990, 2008, dan diproyeksikan pada 2026.

  • Koreksi Tengah (Mid-Term Correction): Harga mengalami penyesuaian setelah puncak, tetapi belum jatuh drastis.

  • Winners' Curse: Fase di mana investor yang terlambat masuk pasar mulai merugi karena harga mulai turun.

  • Resesi Mendalam (Deep Recession): Harga tanah anjlok signifikan, seperti yang terlihat pada 1973-1976 dan 2009-2012.

Saat ini, pada tahun 2025, kita berada tepat sebelum puncak siklus yang diprediksi pada 2026. Setelah itu, pasar akan memasuki fase Winners' Curse pada 2027, diikuti oleh resesi mendalam hingga 2030.

Konteks Historis: Resesi 1974 dan Relevansinya

Resesi pada tahun 1974 menjadi referensi penting dalam siklus ini. Saat itu, tingkat bunga KPR di Amerika Serikat melonjak hingga di atas 40%, sejalan dengan tingkat inflasi yang juga sangat tinggi. Kondisi ini menyebabkan penurunan tajam harga properti dan memicu resesi ekonomi yang berkepanjangan. Grafik menunjukkan pola serupa pada siklus sebelumnya, seperti pada 1955-1958, 1991-1994, dan 2009-2012 (krisis keuangan global). Pola ini mengindikasikan bahwa resesi mendalam yang diproyeksikan pada 2027-2030 berpotensi sama parahnya, atau bahkan lebih buruk, tergantung pada kondisi ekonomi global saat itu.

Posisi Saat Ini dan Proyeksi ke Depan

Menurut grafik, kita sedang mendekati puncak siklus pada 2026. Ini berarti harga properti kemungkinan akan mencapai titik tertinggi dalam satu hingga dua tahun ke depan, sebelum mengalami penurunan yang signifikan. Bagi investor, ini adalah momen krusial untuk mengevaluasi portofolio properti mereka. Jika tidak bertindak cepat, mereka bisa terjebak dalam fase Winners' Curse, di mana harga properti masih tinggi tetapi segera anjlok, menyebabkan kerugian besar.

Tindakan yang Disarankan untuk Investor Properti

Berdasarkan analisis siklus ini, berikut adalah langkah-langkah strategis yang dapat diambil oleh investor properti:

  1. Refinancing KPR
    Segera lakukan refinancing KPR untuk mengunci suku bunga tetap (fixed rate) hingga 2032. Langkah ini akan melindungi Anda dari potensi lonjakan suku bunga selama resesi, seperti yang terjadi pada 1974.

  2. Jual Properti Sekarang
    Jika Anda berencana menjual properti, lakukan secepatnya sebelum harga mencapai puncak dan mulai turun. Menjual di dekat puncak siklus (2025-2026) akan memaksimalkan keuntungan Anda.

  3. Hedging dengan Emas atau Bitcoin
    Diversifikasi portofolio dengan aset safe haven seperti emas atau aset digital seperti Bitcoin. Kedua aset ini cenderung meningkat nilainya saat pasar properti dan ekonomi global mengalami tekanan.

  4. Tunda Pembelian Properti hingga 2028
    Bagi yang ingin membeli properti, tunda hingga fase resesi mendalam pada 2028, saat harga diperkirakan mencapai titik terendah. Anda juga bisa memanfaatkan arbitrase, misalnya menukar emas atau Bitcoin yang nilainya naik untuk membeli properti yang harganya turun.

  5. Pantau Dampak Resesi Global
    Meskipun data ini berasal dari Amerika Serikat, resesi di negara tersebut cenderung "diekspor" ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Investor lokal harus bersiap menghadapi dampaknya, seperti pelemahan rupiah atau kenaikan suku bunga, meskipun tingkat keparahannya belum dapat dipastikan.

Dampak Ekonomi Global

Grafik ini didasarkan pada data dari Amerika Serikat, tetapi pengaruhnya bersifat global. Ketika AS mengalami resesi, dampaknya sering kali meluas ke pasar properti dan ekonomi di negara lain, termasuk Indonesia. Investor di Tanah Air perlu mewaspadai potensi pelemahan daya beli masyarakat, kenaikan suku bunga, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dapat memengaruhi pasar properti lokal.

Kesimpulan

Siklus properti 18 tahun menunjukkan bahwa kita sedang mendekati puncak harga pada 2025-2026, yang akan diikuti oleh resesi mendalam pada 2027-2030. Bagi investor properti, ini adalah waktu yang tepat untuk mengambil tindakan preventif, seperti refinancing KPR, menjual properti di harga tinggi, dan hedging dengan emas atau Bitcoin. Pembelian properti sebaiknya ditunda hingga 2028, saat harga diperkirakan mencapai titik terendah. Dengan dampak resesi global yang kemungkinan besar akan terasa di Indonesia, persiapan yang matang sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ekonomi ke depan.