Tak Hanya Indonesia, UAE Juga Wajibkan Pendidikan AI dari TK-SMA: Langkah Menuju Era Digital

5/8/20253 min baca

uae wajibkan pendidikan ai
uae wajibkan pendidikan ai

Jakarta, 9 Mei 2025 – United Arab Emirates (UAE) mengambil langkah strategis dengan mewajibkan pendidikan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk semua jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga kelas 12 (setara SMA). Kebijakan ini, yang akan mulai diterapkan pada tahun ajaran mendatang, diumumkan oleh Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Wakil Presiden dan Perdana Menteri UAE. Dalam unggahannya di platform X, ia menyatakan, “Tujuan kami adalah membekali anak-anak dengan pemahaman mendalam tentang AI secara teknis, sekaligus menumbuhkan kesadaran mereka terhadap etika, data, algoritma, aplikasi, risiko, serta kaitannya dengan masyarakat dan kehidupan.”

Langkah ini merupakan bagian dari visi UAE untuk menjadi pusat inovasi teknologi global. Sementara itu, Indonesia juga tidak ketinggalan. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka baru-baru ini mengumumkan rencana serupa untuk memasukkan AI ke dalam kurikulum nasional mulai dari SD hingga SMA pada tahun ajaran berikutnya. Kebijakan ini mencerminkan tren global di mana negara-negara berlomba membekali generasi muda dengan keterampilan digital untuk menghadapi era Industri 4.0.

Kurikulum AI UAE: Pendekatan Bertahap

UAE merancang kurikulum AI yang terstruktur dalam tiga tahap, disesuaikan dengan usia dan kemampuan siswa:

  1. Tahap Awal (TK-SD)
    Siswa diperkenalkan pada konsep dasar teknologi, seperti perbedaan antara manusia dan mesin serta pola pikir digital. Pendekatan ini menggunakan metode interaktif, seperti permainan edukasi dan cerita, untuk membangun fondasi pemahaman teknologi.

  2. Tahap Menengah (SMP)
    Fokus beralih ke desain sistem AI, termasuk pengenalan pemrograman dasar dan etika penggunaan teknologi. Siswa belajar cara kerja algoritma sederhana dan dampak AI terhadap kehidupan sehari-hari, seperti di bidang transportasi dan kesehatan.

  3. Tahap Lanjutan (SMA)
    Siswa diajarkan melalui simulasi dunia nyata untuk mempersiapkan mereka masuk ke perguruan tinggi atau dunia kerja. Materi mencakup aplikasi AI di industri seperti keuangan, manufaktur, dan layanan publik, serta analisis risiko teknologi, seperti bias algoritma dan privasi data.

Pelajaran AI diintegrasikan ke dalam mata pelajaran komputasi dan inovasi, didukung oleh panduan dan sumber belajar dari Kementerian Pendidikan UAE. Guru-guru khusus yang telah menjalani pelatihan intensif akan memimpin pengajaran untuk memastikan materi disampaikan sesuai kebutuhan siswa.

Visi UAE dan Dukungan Global

Sheikh Mohammed menegaskan bahwa program ini tidak hanya tentang keterampilan teknis. “Kami ingin siswa memahami risiko dan dampak sosial dari teknologi, sehingga mereka bisa menjadi pengguna dan pengembang yang bertanggung jawab,” ujarnya. Menurut World Economic Forum (WEF) dalam laporan terbaru 2025, lebih dari 50% pekerjaan di masa depan akan membutuhkan pemahaman mendalam tentang teknologi digital, termasuk AI. UAE, yang telah menginvestasikan miliaran dolar dalam proyek seperti “Smart Dubai” dan “UAE Vision 2030,” bertekad memimpin transformasi ini.

Data dari UNESCO (2025) juga mendukung pendekatan ini, menyoroti pentingnya pendidikan yang seimbang antara kemampuan teknis dan etika. UAE berkolaborasi dengan perusahaan teknologi global seperti Microsoft dan Google untuk menyediakan alat pembelajaran mutakhir, termasuk platform simulasi AI dan kursus daring untuk guru.

Langkah Paralel di Indonesia

Di Indonesia, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan ambisi serupa. “AI, crypto, dan blockchain adalah masa depan. Kita harus mempersiapkan anak-anak kita sejak dini,” katanya dalam pidato di Universitas Bina Nusantara. Rencana ini akan dimulai dengan pilot project di sekolah-sekolah perkotaan sebelum diperluas ke daerah lain.

Namun, tantangan di Indonesia lebih berat dibandingkan UAE. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melaporkan bahwa 40% sekolah di daerah terpencil kekurangan akses internet dan perangkat komputer. Untuk mengatasinya, pemerintah meluncurkan inisiatif “Sekolah Digital 2030,” yang bertujuan membangun infrastruktur teknologi di 10.000 sekolah dalam lima tahun ke depan. Selain itu, pelatihan guru menjadi prioritas, dengan target melatih 50.000 pendidik dalam dua tahun pertama.

Tren Global dan Tantangan

UAE dan Indonesia bukan satu-satunya yang bergerak ke arah ini. Singapura telah meluncurkan “AI for Kids” sejak 2023, mengajarkan dasar-dasar AI kepada siswa SD melalui permainan dan proyek kreatif. Korea Selatan, di sisi lain, memperkenalkan “AI Education Framework” pada 2024, yang mencakup pelatihan coding dan analisis data untuk siswa SMP dan SMA. Menurut OECD (2025), negara-negara yang mengadopsi pendidikan AI lebih awal memiliki peluang 30% lebih besar untuk mendominasi ekonomi digital pada dekade mendatang.

Namun, tantangan global tetap signifikan. Kekurangan tenaga pengajar yang terlatih menjadi hambatan utama. Di UAE, misalnya, hanya 15% guru yang memiliki sertifikasi teknologi lanjutan, menurut Gulf News (2025). Selain itu, kurikulum harus terus diperbarui untuk mengikuti perkembangan AI yang cepat, seperti munculnya model bahasa besar (large language models) dan teknologi kuantum.

Isu etika juga krusial. MIT Technology Review (2025) memperingatkan bahwa tanpa pendidikan etika yang kuat, generasi mendatang berisiko menyalahgunakan AI, seperti dalam kasus deepfake atau pelanggaran privasi. UNESCO merekomendasikan agar semua negara mengintegrasikan modul etika AI setidaknya 20% dari total kurikulum teknologi.

Masa Depan Pendidikan Digital

Kebijakan UAE dan Indonesia menandakan pergeseran paradigma dalam pendidikan global. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas akademik akan menentukan keberhasilan inisiatif ini. Seperti dikatakan Sheikh Mohammed, “Masa depan kita bergantung pada bagaimana kita mendidik anak-anak hari ini.” Sementara itu, Gibran menambahkan, “Investasi di pendidikan teknologi adalah investasi untuk kedaulatan digital bangsa.”

Dengan langkah ini, kedua negara berharap menciptakan generasi yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga mampu berpikir kritis tentang implikasinya. Tantangan memang besar, tetapi potensi manfaatnya—mulai dari inovasi hingga daya saing global—jauh lebih menjanjikan.

Image Source: Arabian Business